Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Wednesday, December 19, 2012

Misi Dakwah : Perubahan dan Perbaikan (Taghyir wal Ishlah)


Ikhwan wa Akhwat Fiddin rahimakumullah....
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari penaklukan kota dan negeri di era dakwah Rasulullah saw. Mungkin  banyak sekali. Di situ ada pelajaran tentang keberanian, ketaatan, pengorbanan, konsistensi, dan masih banyak hal lain.

Namun, ada satu hal menarik untuk kita simak. Yaitu, di hampir setiap penaklukan kota dan negeri, cara kekerasan selalu pada pilihan terakhir. Tidak ada politik bumi hangus, balas dendam, asal hukum, dan sebagainya. Setidaknya, hal itu terlihat pada penaklukan terbesar pada sejarah dakwah Rasulullah saw.: yaitu Fathul Mekkah.

"Siapa yang masuk ke Masjidil Haram, ia selamat. Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, ia juga selamat." Begitulah kira-kira hawa perdamaian dan keselamatan yang ditebarkan Rasul pada penduduk Mekah. Sebuah komunitas yang pernah begitu besar melakukan permusuhan terhadap diri dan misi Nabi saw.

Inilah pola baru dalam penaklukan yang dikenal masyarakat dunia waktu itu. Karena umumnya, penaklukkan selalu berujung pada penghancuran, balas dendam, dan sejenisnya. Logika ini pula yang pernah disampaikan Ratu Bilqis ketika mengomentari strategi apa untuk menghadapi dakwah Nabi Sulaiman.

"Dia berkata: 'Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat." (QS. An-Naml: 34)

Ali bin Abi Thalib r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah saw. soal strategi jitu menaklukkan Khaibar. Saat itu, ia memang dapat amanah memimpin Perang Khaibar. “Ya Rasulullah, apakah mereka langsung kita perangi sampai mau (masuk Islam) seperti kami?”
Rasulullah saw. bersabda, “Berlaku tenanglah sampai di kawasan mereka, lalu dakwahilah mereka kepada Islam. Kabarkanlah kepada mereka hal-hal yang wajib mereka lakukan atas hak-hak Allah. Demi Allah, jika Allah menunjuki seseorang lewat dakwahmu, maka yang demikian itu lebih baik bagimu, melebihi hasil ghanimah besar yang terdiri dari hewan ternak terbaik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Saudaraku yang dirahmati Allah.....
Pelajaran itu adalah: dakwah Islam tidak sekadar melakukan perubahan. Tapi juga perbaikan.

Hal itulah yang pernah diungkapkan Nabi Syu'aib soal dakwahnya. Firman Allah swt.,  
"...Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali." (QS. Hud: 88)

Perubahan dan perbaikan seolah seperti dua muka pada sebuah koin. Dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Perubahan tanpa perbaikan, adalah seperti orang yang berjalan tanpa arah. Dan perbaikan tanpa perubahan seperti menuang air ke ember yang bocor.

Bukanlah perubahan tanpa perbaikan. Dan tak ada perbaikan tanpa diiringi dengan perubahan.

Ayyuhal Ikhwah....
Dengan kata lain, perubahan yang kita inginkan bukan perubahan artifisial. Bukan sekadar ganti kulit, sementara isinya masih tetap ular.

Karena itulah, syumuliyatud dakwah harus terus kita jaga. Baik dari segi objek, bentuk, sarana, dan pengembangannya.

Sebelum kita mengarahkan objek dakwah kepada orang lain; diri sendiri, isteri dan anak harus terlebih dahulu menjadi objek utama. Jangan seperti calo bus di sebuah terminal, berteriak-teriak supaya orang lain naik bus. Ketika bus berangkat, ia tetap saja diam di terminal.  

Allah swt. mengingatkan kita untuk tidak seperti orang Yahudi yang kehilangan konsistensi terhadap diri sendiri.
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri. Padahal kamu membaca Alkitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?" (QS. Al-Baqarah: 44)


Saudaraku yang dicintai Allah....
Allah swt. memberikan kita begitu banyak pengalaman soal bentuk dakwah yang cocok di lahan Indonesia ini. Mulai dari gerilya yang memunculkan begitu banyak pengalaman kewaspadaan, era kelembagaan yang mengajarkan kita cara efektif bersosialisasi, dan era politik yang membuka begitu banyak pintu peluang.  

Allah swt. begitu memudahkan kita melalui bentuk-bentuk dakwah itu, memberikan kepada kita khazanah pengalaman yang begitu mahal. Bahkan, teramat mahal, yang mungkin tidak dialami negeri-negeri lain yang juga mengusung dakwah ini. Dari situ, kita bisa menimbang dan menakar seperti apa mestinya dakwah yang produktif untuk negeri ini.

Ikhawati Fillah....
Semua kita yakin bahwa tak seorang pun dari kita yang ingin mengecilkan peran dakwah ini. Tak seorang pun dari kita yang anti politik seraya ingin tetap dalam bentuk dakwah gerilya. Sebagaimana, tak seorang pun dari kita yang ingin melupakan bentuk dakwah di masa awal dulu dengan berasyik-asyik duduk menikmati kemewahan panggung politik.   

Namun, parsialisasi dakwah kadang muncul bersamaan dengan dominasi subjektivitas dakwah.

Ketika kebersamaan tergilas oleh obsesi individu, ketika amal jama'i terpinggirkan oleh superioritas orang per orang, ketika keputusan atau ijtihad pribadi bisa mengalahkan hasil syuro yang penuh berkah; saat itulah dakwah menjadi begitu kerdil, parsial, dan artifisial.

Bahkan mungkin, na'udzubillah, sesama satu gerakan dakwah bisa saling meniadakan antara satu pelaksana dengan pelaksana yang lain. Antara satu program dengan program yang lain.

Ikhwah fiddin rahimakumullah...
Imam Syahid Hasan Al-Banna pernah memberi nasihat kepada kita, "Dakwah ini tidak menerima persekutuan. Sebab, tabiatnya adalah keterpaduan. Maka, siapa yang siap, ia harus hidup bersama dakwah. Dan, dakwah pun hidup bersamanya.

"Sebaliknya, siapa yang tidak sanggup memikul beban ini, ia terhalang dari pahala mujahidin, tertinggal bersama orang-orang yang tertinggal, duduk bersama orang-orang yang hanya duduk-duduk. Dan, Allah swt. akan mengganti dengan generasi lain yang sanggup memikul beban dakwah ini."

Saudaraku yang dicintai Allah...
Fathul Mekkah adalah di antara buah dakwah Nabi saw. yang didahului dengan keringat, darah, dan air mata. Namun, beratnya perjalanan itu tidak menjadikan dakwah kehilangan kebijaksanaan dan kasih sayang. Justru, menjadikan dakwah begitu matang dan dewasa.

Dalam hal apa pun: kepemimpinan, keterpaduan, kesolidan, program perubahan dan perbaikan, serta keteladanan untuk generasi dakwah yang akan datang.

No comments:

Post a Comment

Blog Archive