فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ
وَلَوْ كُنْتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ
عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ ... (آل عمران:159)
“Maka disebabkan rahmat
Allah atasmu, kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka dan mohonkanlah ampun bagi
mereka…”(QS.:3:159)
Ikhwan dan akhwat fillah,
sejarah telah memaparkan pancaran pesona akhlaq Rasulullah dalam perjuangan
dakwah beliau sebagai suri teladan bagi
kita (QS.:33:21). Kemudian Allah SWT menguatkan dengan firman-Nya “wa innaka
la’alaa khuluqin ‘azhiim”(QS.:68:4). Tentunya ini merupakan pelajaran yang
sangat berharga bagi kita. Rumusan nyata dan gamblang tentang model manusia
terbaik. Maka siapa yang ingin berhasil dalam mengemban tugas dakwah
sebagaimana Rasul, hendaklah mengikuti jejak langkah Rasulullah dan menerapkan
akhlaq Rasulullah dalam segenap aktivitas kehidupannya.
Dulu sering kita jumpai
keluhan-keluhan dan kekecewaan terhadap penanganan dakwah di kalangan para
mutarobbi. Fenomena berjatuhannya para aktivis dakwah, ditambah lagi dengan
ketidaksukaan mereka terhadap pola dakwah ternyata - menurut mereka -
disebabkan karena seringnya mereka menerima perlakuan yang tidak bijaksana.
Jawaban sederhana dari
permasalahan di atas boleh jadi karena ketidak utuhan kita dalam meneladani
Rasul atau bahkan mungkin karena kita belum mampu menanamkan akhlaq Rasul pada
diri mereka. Akibatnya kita sering tidak sabar dan tidak bijaksana menyikapi
mereka, sementara merekapun terlalu mudah tersinggung dan cengeng menyikapi
teguran dan nasihat yang mereka anggap
sebagai pengekang kebebasan. Komunikasi
yang tidak sehat ini sebenarnya bisa diatasi dengan menyadari sepenuh hati akan
begitu pentingnya penanaman dan penerapan akhlaq Rasulullah dalam berbagai
pendekatan dakwah. Ditinjau dari segi juru dakwah, keinginan meluruskan,
teguran, penugasan, sindiran dan sebagainya sebenarnya dapat dikemas dengan
akhlaq. Begitupun dari segi mad’u, ketidakpuasan, ketersinggungan, perasaan
terkekang dan kejenuhan juga dapat diredam dengan akhlaq. Akhlaq menuntun
kepada kemampuan untuk saling menjaga perasaan, saling memaklumi kesalahan dan
mengantarkan kepada penyelesaian terbaik.
Banyak murabbi yang
dikecewakan dan ditinggalkan binaaanya, tapi dia mampu mengemas luka itu dengan
empati dan terus mendoakan kebaikan bagi binaannya. Bahkan diiringi harapan
suatu saat Allah mengembalikan binaannya dalam aktvitas dakwah, walaupun mungkin
bukan dalam penanganannya. “Mungkin dengan saya tidak cocok, tapi semoga dengan
murabbi lain cocok”. Ada mutarabbi yang diperlakukan tidak bijaksana oleh
murabbinya namun akhlaq menuntunnya untuk mengerti dan menyadari bahwa
murabbinya bukan nabi, sehingga dia tidak dendam dan menjelek-jelekkan
murabbinya, melainkan tetap merasa bahwa murabbi dengan segala kekurangannya
telah berjasa banyak padanya. Dia tidak membenci dakwah meskipun dia
dikecewakan oleh seorang aktivis dakwah.
Di antara nilai-nilai akhlaq
yang semuanya mesti kita tanamkan dalam diri, ada dua nilai yang cukup relevan
dengan kelancaran dakwah, yaitu kelembutan dan rendah hati. Kelembutan adalah
perpaduan hati, ucapan dan perbuatan dalam upaya menyayangi, menjaga perasaan,
melunakkan dan memperbaiki orang lain. Kelembutan adalah kebersihan hati
dan keindahan penyajian yang diwujudkan
dalam komunikasi lisan maupun badan. Bukanlah kelembutan bila ucapannya lembut
tapi isinya penuh dengan kata-kata kasar menyakitkan (nyelekit). Bukan pula kelembutan
bila menyampaikan kebenaran tapi dengan caci maki dan bentakan. Berwajah manis
penuh senyum, memilih pemakaian kata yang benar dan pas (qaulan syadidan),
memaafkan, memaklumi, penuh perhatian, penuh kasih sayang adalah tampilan
kelembutan. Wajah sinis, penuh sindiran yang terkadang tanpa tabayyun,
buruk sangka, ghibah, pendendam, emosional merupakan kebalikan dari sifat
kelembutan.
Rendah hati merupakan
perpaduan hati, ucapan dan perbuatan dalam upaya mendekatkan/mengakrabkan,
melunakkan keangkuhan, menumbuhkan kepercayaan, membawa keharmonisan dan
mengikis kekakuan. Angkuh, sok pintar dan hebat, merasa paling berjasa, merasa
levelnya lebih tinggi, minta dihormati, enggan menegur/menyapa lebih dulu,
tidak mau diperintah, sulit ditemui/dimintai tolong dengan alasan birokratis,
menganggap remeh, cuek dan antipati merupakan lawan dari rendah hati.
Allah berfirman dalam surah Asy Syu’araa ayat 215 “Dan rendahkanlah dirimu
terhadap orang-orang beriman yang mengikuti kamu.” Bila Rasulullah saja dengan
berbagai pesona dan kelebihannya diperintah untuk tawadhu (dan Rasul telah
menjalankan perintah itu), tentulah kita yang apa adanya ini harus lebih rendah
hati. Rendah hati terhadap murabbi,
rendah hati terhadap mutarabbi dan rendah hati terhadap seluruh orang-orang
beriman menunjukkan penghormatan kita pada Rasul dan pada kebenaran Al Qur’an.
Sebaliknya, keangkuhan dan perasaan lebih dari orang lain menandakan masih
jauhnya kita dari Qur’an dan. Hadist
Marilah kita lebih
mengaplikasikan apa-apa yang sudah kita ketahui. Betapa pemahaman kita tentang
pentingnya akhlak dalam mengantarkan pada kesuksesan dakwah mungkin sudah cukup
mumpuni. Namun tinggal bagaimana kita terus meningkatkan penerapan nilai-nilai
akhlaq itu dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya dalam mengemban tugas
dakwah. Telah dan akan terus terbukti bahwa sambutan masyarakat terhadap dakwah
adalah di antaranya karena pesona akhlaq kita, kelembutan kita memaklumi, mengingatkan dan meluruskan
mereka dan kerendahhatian kita untuk terus bersabar mendekati dan menemani
hari-hari mereka dengan dakwah kita. Dalam konteks khusus pun demikian, betapa
kelembutan dan kerendahhatian ternyata lebih melanggengkan/mengawetkan
binaan-binaan kita untuk terus berdakwah bersama kita.
Ikhwan dan akhwat fillah, hendaknya dari hari ke hari
kita terus mengevaluasi diri, membenahi akhlaq kita dan memantaskan diri
(sepantas-pantasnya) sebagai seorang juru dakwah. Memang kita manusia biasa
yang penuh salah dan kekurangan, namun janganlah itu menjadi penghalang kita
untuk memujahadah diri menuju kepada kedewasaan sejati. Masa lalu yang kasar
dan angkuh hendaklah segera pupus dari diri kita. Kita mulai membiasakan diri
untuk lembut di tengah keluarga, di antara aktivis dakwah hingga ke masyarakat
luas. Kita mesti melatih kerendahhatian
di tengah murid-murid kita, dengan sesama aktivis, pada murabbi kita hingga ke
seluruh masyarakat. Dan pada akhirnya nanti insya Allah kita dapatkan
keberhasilan dakwah Rasulullah terulang kembali, lewat hati, ucapan dan
perbuatan kita yang telah diwarnai nilai-nilai akhlaq.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
(النحل:125)
“Serulah mereka ke jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah dengan cara yang
baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalanNya dan Dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (QS 16:125)
No comments:
Post a Comment