أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنِّي
قَدْ وُلِّيْتُ عَلَيْكُمْ وَلَسْتُ بِخَيْرِكُمْ فَإِنْ أَحْسَنْتُ فَأَعِيْنُوْنِي
وَإِنْ أَسَأْتُ فَقَوِّمُوْنِي اَلصِّدْقُ أَمَانَةٌ وَاْلكِذْبُ خِيَانَةٌ وَالضَّعِيْفُ
فِيْكُمْ قَوِيٌّ عِنْدِي حَتَّى أُرِيْحَ عَلَيْهِ حَقَّهُ إِنْ شَاءَ اللهُ وَاْلقَوِيُّ
فِيْكُمْ ضَعِيْفٌ حَتَّى آَخُذَ اْلحَقَّ مِنْهُ إِنْ شَاءَ اللهُ لاَ يَدَعُ قَوْمٌ
اَلْجِهَادَ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ ضَرَبَهُمُ اللهُ بِالذُّلِّ وَلاَ تَشِيْعَ
اْلفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ إِلاَّ عَمَّهُمُ اللهُ باِلْبَلاَءِ أَطِيْعُوْنِي
مَا أَطَعْتُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَإِذَا عَصَيْتُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَلاَ طَاعَةَ
لِي عَلَيْكُمْ قُوْمُوْا إِلَى صَلاَتِكُمْ يَرْحمَْكُمُ اللهُ.
“Wahai manusia!, sesungguhnya aku telah diangkat menjadi
pemimpin kalian, namun bukan berarti aku yang terbaik di antara kalian, bila
aku berbuat kebaikan maka bantulah aku, namun bila aku berbuat keburukan maka
luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah dan dusta merupakan penghianatan. Yang
lemah di antara kalian menjadi yang kuat di sisiku, sehingga hak-haknya akn
aku serahkan kepadanya Insya Allah, dan
yang kuat di antara kalian menjadi lemah di sisiku, sehingga aku mudah
mengambil hak orang lain yang ada padanya Insya Allah. Tidaklah satu kaum
meninggalkan jihad di jalan Allah melainkan Allah akan menimpakan mereka kehinaan, dan
tidaklah kekejian merebak di tengah masyarakat melainkan Allah akan menebarkan
bala bencana kepada mereka. Taatilah aku sepanjang aku taat kepada Allah dan
Rasul-NYA, namun apabila aku bermaksiat kepada Allah dan Rasul-NYA maka kalian
tidak perlu mentaatiku. Bangunlah kalian untuk shalat kalian, Allah akan
merahmati kalian”
Ikhwah Fillah.................!
Paparan tersebut di atas adalah rangkaian pidato khalifah
Abu Bakar As-Siddiq pada saat setelah dilantik sebagai khalifah. Kesuksesan
khalifah Abu Bakar dalam memimpin dan mengelola umat dapat dilihat dari paparan
pidatonya yang mencerminkan kekuatan kepribadian dan kesungguhan azamnya. Dari
paparan pidatonya ada beberapa hal yang dapat dijelaskan secara lebih mendalam,
mengapa Abu Bakar RA sukses dalam mengelola kekhalifahan dalam waktu yang
relatif singkat?
Pertama : Sikap Tawaddu’. Ikhwah Fillah!, Beliau menegaskan
sikap tawaddunya sebagai qiadah di awal pidatonya, seraya menunjukkan bahwa
beliau bukanlah orang yang terbaik di antara kaumnya. Beliau menyadari tanpa
support dan dukungan umat beliau tidak dapat berbuat banyak. Ketawaaddu’an
seorang qiadah merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam memimpin, karena
pemimpin yang tawaddu’ akan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat diktator dan
otoriter, tetapi selalu bersemangat untuk menyelenggarakan bursa ide dan melakukan
“share” , baik dalam hal gagasan maupun tindakan (syuro dan amal jama’i)
Kedua, Ikhwah Fillah!, : Terbuka terhadap kritik. Abu Bakar RA,
meskipun beliau seorang sahabat senior (As-Saabiquunal Awwaluun), namun beliau
sangat ternuka untuk dikritik atau diluruskan bila ada sikap-sikap yang
dipandang negatif. Namun beliau minta dibantu dan didukung bila kebijakan dan
pandangannya dianggap sesuatu yang baik.
Ketiga : Membela kaum Dhu’afa, orang yang kuat (aghniya) di
mata Abu Bakar RA Ikhwah fillah, itu dianggap
lemah, sehingga mudah untuk mengambil hak kaum
dhu’afa dari mereka, sebaliknya kaum dhu’afa di matanya adalah
orang-orang yang kuat, sehingga tidak main-main dan tidak menganggap enteng
untuk segera memenuhi hak-haknya. Tipologi kepemimpinan Abu Bakar bila dilihat
dari pernyataannya dan sikapnya terhadap aghniya dan dhu’afa, adalah tipe
kepemimpinan yang populis, pro rakyat dan mengedapankan perjuangan kepentingan
wong cilik..
Keempat : Mengorbankan semangat jihad, agar kekejian
tidak merebak. Ikhwah Fillah, “Al-Wa’yu al-jihady”, kesadaran berjihad, tetap
diingatkan oleh Abu Bakar meskipun
setelah wafatnya Rasulullah SAW jumlah kaum Muslimin telah menjadi mayoritas di
tiga kota besar Mekkah, Madinah, Thaif dan sekitarnya, dan manusia telah
berbondong-bondong masuk Islam menjelang wafatnya Rasulullah SAW, “wa ra
aitannaasa yadkhuluuna fi diinillaahi afwaaja”. Masuk Islamnya bangsa Arab
di akhir kerasulan Nabi Muhammad SAW, masih perlu ditaqwim kembali, karena
tidak tertutup kemungkinan mereka masuk Islam hanya karena faktor kharisma dan
kewibawaan Nabi, juga bisa jadi karena mereka tidak ada pilihan lain saat itu
kecuali bergabung dengan kaum muslimin dan mengikuti agamanya. Ternyata benar,
setelah Rsulullah SAW wafat, hampir 2/3 jazirah Arab murtad. Abu Bakra RA tidak
kompromi dalam hal ini, segera menjihadi mereka demi menyelamatkan akidah umat
dan perbaikan masyarakat. Sedangkan juhad di era kita sekarang ini, dapat
mengambil bentuk minimal takhfifuddarar qabla izaalatiddarar. Meminimalisasi
mudarat bila belum dapat menghilangkan sama sekali. Melalui dakwah dan jihad
siyasi di segala level dan jenjang.
Ikhwah Fillah!, yang kelima Abu Bakar mengingatkan bahwa
ketaatan kaum Muslimin kepadanya adalah ketaqwaan yang bersarat, yaitu
sepanjang dirinya bertaqwa kepada Allah SWT dan taat kepada Rasul-NYA, serta
tidak bermaksiat kepada-NYA, maka Abu Bakar RA mengatakan dirinya berhak
ditaati. Ikhwa Fillah kelima hal ini merupakan gambaran kesuksesan Khalifah Abu
Bakar RA dalam memimpin dan mengelola ummat sebagai Khalifah Rasulillah SAW.
Hendaknya hal ini dapat disuritauladani oleh seluruh jajaran qiadah da’wah
dalam jamaah kita ini. Amin!
Ikwah Fillah....!
Kalau Abu Bakar
sukses dalam “Al-Muhafadzah alal Ashalah”, maka Khalifah Umar bin Khattab RA meneruskan
apa yang telah dicapai oleh pendahulunya. Pada saat perang Qadisiyah Umar bin
Khattab menyerukan Jihad besar dengan mobilisasi besar-besaran, Khalifah
memerintahkan para gubernurnya : “kerahkan seluruhnya siapa saja yang memiliki
senjata, kuda, para pemimpin, pemikir, orator dan penyair untuk menghadapku”. Maka
terbentuklah pasukan inti terdiri dari 99 veteran badar, 319 sahabat yang masuk
Islam setelah bai’aturridwan, 300 sahabat yang menyaksikan fathu Makkah dan 700
anak-anak para sahabat.
Lalu Khalifah menyurati Saad bin Waqqash sebagai
komandan lapangan seraya berkata :
“Jangan
berkecil hati terhadap mereka, mintalah pertolongan kepada Allah dan
bertawakkallah, kirimlah beberapa orang yang pandai berdiplomasi untuk
mendakwahkannya, agar mereka semakin gentar dan lemah. Laporkan kepadaku
perkembangan dari hari ke hari (uktub ilayya fi kulli yaumin)”
Ikhwah
Fillah! Ibroh apa yang dapat kita ambil dari Khalifah Umar bin Khattab dalam
memenangkan pertempuran, terkait dengan kemenangan jihad siasy (Pilkada dan
Pemilu). Artinya ikhwah fillah!, kita harus mengerahkan segala potensi yang
kita miliki, kekuatan dana, simpul massa ,
vote getter untuk memenangkan pertarungan. Juga jangan diabaikan ikhwah
fillah!, memantau perkembangan laporan dari hari- ke hari, hal ini penting
untuk mengukur sejauh mana kemampuan yang telah dimiliki dan sejauh mana kekuatan
yang dimiliki memungkinkan untuk memenangkan pertarungan.
Ikhwah
Fillah……..!,
Kemenangan jihad siasy tidak hanya kemenangan angka
perolehan suara, akan tetapi harus juga dibarengi dengan kemenangan dakwah,
dengan semakin banyaknya para pendukukng dan pembela dakwah, bukan hanya datang
dukungan dan pembelaan itu dari jajaran
kader, tetapi dari seluruh lapisan masyarakat. Disinilah, Ikhwah Fillah!, pentingnya kita memainkan peran “Handasah
Ijtima’iyah, Social engineering”, atau rekayasa sosial. Dakwah ini tidak cukup memiliki kekuatan,
bila kita tidak mengikutsertakan masyarakan luas untuk ikut mengusung dan
menguatkan. Oleh karena itu marilah kita teladani ikhwah Fillah!, semangat
Khulafa arrasyidin, khususnya Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin
Khattab RA.
No comments:
Post a Comment