(PANDUAN
BERINTERAKSI SOSIALDALAM KEHIDUPAN MUSLIM)
A. Mukaddimah
Manusia adalah makhluq sosial, dia tidak bisa hidup
seorang diri, atau mengasingkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Dengan dasar
penciptaan manusia yang memikul amanah berat menjadi khalifah di bumi, maka
Islam memerintahkan ummat manusia untuk saling ta’awun, saling tolong mneolong bagi tersebarnya nilai rahmatan lil ‘alamin Islam. Maka dalam
hal ini, Islam hanya menganjurkan ummatnya untuk ta’awun dalam kebaikan saja, dan tidak membenarkan ummatnya untuk ta’awun dalam kejahatan (lihat QS Al
Maidah: 2).
Oleh sebab itu manusia selalu memerlukan kepada
orang lain untuk terus mengingatkannya, supaya kembali memakai kompas yang ada,
supaya tidak tersesat jalan. Dan Allah swt telah mengajarkan
kepada ummat-Nya bahwa peringatan sangat bermanfaat bagi kaum mukminin (lihat
QS 51 : 55). Bahkan Allah swt menjadikan orang-orang yang selalu ta’awun dalam kebenaran dan kesabaran
dalam kelompok mereka yang tidak merugi dalam hidupnya. (lihat QS Al Ashr).
Ummat Islam perlu
mempraktekkan kembali prinsip ta’awun
ini dalam kehidupannya, misalnya dengan melakukan hal-hal berikut:
1.
Dengan saling mengingatkan akan
pentingnya mengisi waktu secara maksimal untuk beribadah di bulan ini, atau
saling membangunkan untuk menyantap hidangan sahur dengan mengetuk pintu
tetangga atau via telepon, pager dan lain-lain.
2.
Mempergunakan sarana-sarana
yang disyari’atkan Allah swt untuk membina ta’awun,
dengan membuka lebar-lebar pintu yang dapat mengundang kepada hal-hal yang
menggembirakan hati orang lain dan dengan menutup segala pintu yang dapat
mengundang perselisihan, apalagi perpecahan. Karena itu, Islam mengharamkan
tindak penyebaran isu yang tidak ditopang dengan bukti-bukti nyata, demikian
juga ghibah, namimah, berprasangka buruk dengan sesama, saling menghina dan
merendahkan, memanggil orang dengan sebutan yang tidak pantas, memata-matai
setiap gerak temannya ataupun merasa tinggi hati (lihat QS Al Hujurat : 11 –
12). Dalam kaitan ini ta’awun tidak
akan mungkin terwujud dari hati yang
tidak padu.
3.
Dan diantara
perbuatan-perbuatan yang dianjurkan Islam untuk memperkuat ‘alaqah ijtima’iyyah (interaksi sosial) adalah:
a.
Silatur-rahim
Islam sangat menganjurkan silatur-rahim
antar keluarga, baik dekat maupun jauh,
baik mereka mahram ataupun bukan.
Apalagi terhadap kedua orang tua. Islam bahkan mengkategorikan tindak
“pemutusan hubungan silatur-rahim” sebagai dosa besar. Rasulullah saw bersabda:
“Tidak masuk surga orang yang memutuskan
hubungan silatur-rahim”. (HR Bukhari dan Muslim).
b.
Memuliakan tamu
Tamu dalam Islam mempunyai kedudukan yang sangat terhormat. Dan menghormati
tamu merupakan salah satu indikasi iman seseorang. Rasulullah saw bersabda: “…barang siapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya”. (HR Bukhari dan Muslim).
c.
Menghormati tetangga
Demikian juga menghormati tetangga, ia merupakan salah satu indikator
apakah seseorang beriman dengan benar atau belum. Rasulullah saw bersabda: “… barang siapa beriman kepada Allah dan hari
akhir hendaklah ia memuliakan tetanggana”. (HR Bukhari dan Muslim).
d.
Saling Menziarahi
Rasulullah saw sering menziarahi para sahabatnya. Beliau pernah menziarahi
Qais bin Sa’ad bin Ubadah di rumahnya dan mendo’akannya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu serta rahmat-Mu buat keluarga Sa’ad
bin Ubadah”. Beliau juga menziarahi Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim, Jabir bin
Abdillah dan sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan bahwa ziarah memiliki
nilai positif dalam mengharmoniskan hidup bermasyarakat.
e. Memberi ucapan selamat
Islam sangat
menganjurkan perbuatan ini. Dan ucapan itu bisa dilakukan ketika acara
pernikahan, kelahiran anak baru, menyambut bulan puasa, menyambut lebaran dan
lain-lain. Sedangkan sarana yang dipakai bisa disesuaikan dengan zamannya.
Untuk sekarang bisa dilakukan dengan mengirim kartu ucapan selamat, atau
mengirim telegram indah, atau pesan lewat pager, atau saling kontak via telepon
atau sarana-sarana lain yang bisa dimanfaatkan.
f.
Saling memberi hadiah
Hadiah meski sekecil apapun, sangat bernilai bagi si penerima. Ia dapat
menumbuhkan rasa saling mencintai antara yang memberi dan yang menerima. Inilah
yang diisyaratkan oleh sabda nabi Muhammad saw: “Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling
mencintai”.
g. Peduli dengan aktifitas sosial
di sekitarnya
Orang yang peduli dengan aktifitas orang disekitarnya, serta sabar
menghadapi resiko yang mungkin akan dihadapinya, seperti cemoohan, cercaan
serta sikap apatis masyarakat, adalah lebih baik daripada orang yang pada
asalnya sudah enggan untuk berhadapan dengan resiko yang mungkin menghadang,
sehingga ia lebih memilih untuk mengisolir diri dan tidak menampakkan wajahnya
di muka khalayak.
h.
Memberi bantuan sosial
Islam
sangat memperhatikan orang-orang lemah. Maka orang yang tidak terbetik hatinya
untuk menolong kalangan ini, atau mendorong orang lain untuk melakukan amal
mulia ini, dikatakan sebagai orang yang mendustakan agama (lihat QS Al Ma-‘un:
1 - 3). Sedang memberi buka kepada orang yang berpuasa, Allah akan menyediakan
ganjaran seperti yang didapat oleh orang yang berpuasa itu (HR At-Tirmidzi dan
An-Nasa-i).
Dengan
merealisasikan beberapa hal di atas, insya-Allah
ta’awun akan dapat terbina, karena ta’awun baru akan dapat terealisasi
apabila ada kesatuan jiwa. Dengan jiwa yang satu, akan tercapailah satu tujuan
yang dicita-citakan.
No comments:
Post a Comment