POTENSI ISLAM UNTUK MEMBERIKAN SOLUSI TERHADAP KRISIS MULTI DIMENSIONAL
Ketika krisis
menimpa suatu negeri, bahkan menimpa umat manusia di dunia ini, umat Islam
harus mengambil peran dan menawarkan konsep Islam untuk memberi solusi terhadap
krisis, apalagi bila krisis itu disebut krisis multi dimensional. Dalam hal
ini, Imam Syahid Hasan Al Banna menyatakan, “Al-Qur’an menawarkan penyelesaian
terhadap berbagai persoalan dengan jelas dan rinci sehingga bangsa manapun yang
mau mengambilnya sebagai landasan hidup, niscaya ia akan memperoleh apa yang
diinginkannya”.
Sebagai agama
yang syamil (menyeluruh) dan kamil (sempurna), Islam memberikan konsep-konsep
dasar bagi penyelesaian krisis multi dimensional yang menimpa umat manusia di
suatu negeri. Konsep-konsep dasar itu akan kita bahas dalam tulisan yang
singkat ini dengan merujuk pada pendapat Imam Hasan Al Banna.
Islam dan
Pembangunan Optimisme.
Salah satu
persoalan yang amat mendasar bagi manusia untuk bisa keluar dari krisis adalah;
apakah masyarakat itu masih memiliki rasa optimis atau tidak untuk bisa keluar
dari krisis. Itu berarti, rasa optimis ini menjadi sesuatu yang amat penting
dan Islam merupakan manhaj yang bisa menumbuhkan sikap optimisme untuk
mengatasi berbagai persoalan hidup. Karena itu, Islam tidak membenarkan manusia
berputus asa dari kemungkinan meraih kehidupan yang lebih baik, bahkan
Al-Qur’an menyebutkan bahwa orang yang tertindas di muka bumi ini akan diangkat
oleh Allah dari ketertindasan, Allah berfirman yang artinya: Dan Kami hendak
memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak
menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi
(QS 28:5, lihat juga QS 3:139-140.59:2.2:214).65:2-5).
Islam dan
Izzah Kebangsaan.
Dalam kondisi krisis, harus ditumbuhkan
dalam diri ummat rasa bangga terhadap bangsanya yang mulia dengan segala
keistimewaan dan sejarahnya yang indah. Kebanggaan (Izzah) ini akan tertanam
pula pada jiwa generasi Islam hingga mereka siap mempertahankan kemuliaan
bangsanya meskipun harus mengorbankan nyawa. Untuk itu, mereka siap berkarya
bagi kebaikan dan kemajuan masyarakat bangsanya sebagai masyarakat dan bangsa
muslim. Kebanggaan semacam ini hanya terdapat di dalam Islam, karena Allah Swt
menggariskan dalam firman-Nya yang artinya: Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang
munkar dan beriman kepada Allah (QS 3:102, lihat pula QS 2:143.63:8).
Izzah
kebangsaan pada bangsa muslim dengan landasan ayat di atas menjadi jauh lebih
dalam, lebih mulia bahkan lebih sakral dan bisa dipertanggungjawabkan di dunia
dan akhirat ketimbang doktrin kebangsaan pada bangsa-bangsa sekuler lainnya.
Dari sinilah, telah lahir kepemimpinan umat Islam atas masyarakat dunia yang
adil, penuh kasih sayang secara sempurna yang belum pernah dilahirkan oleh
bangsa lain. Sementara kebanggaan pada bangsa sekuler justru telah
membangkitkan sikap permusuhan dari bangsa-bangsa yang lemah disebabkan tidak
adanya keadilan dan kasih sayang.
Oleh karena
itu, cinta tanah air menjadi sesuatu yang sangat penting dengan garis yang
jelas sehingga harus dipertahankan kemuliaan dan kemerdekaannya. Pertama,
wilayah geografis secara khusus. Kedua, berbagai negeri Islam, karena
negeri-negeri itu pada hakikatnya adalah tanah airnya juga. Ketiga,
berbagai wilayah bekas daulah Islamiyah yang telah diperjuangkan bagi tegaknya
panji-panji Islam. Keempat, negeri-negeri muslim hingga mencakup seluruh
dunia.
Islam dan
Jundiyah.
Untuk
mengatasi krisis, umat ini sangat dituntut untuk memiliki kekuatan yang besar,
apalagi banyak persoalan termasuk di dalamnya perdamaian yang harus ditegakkan
dengan kekuatan pasukan perang, Allah berfirman yang artinya: Diwajibkan
atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kamu. Boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagi kamu (QS 2:216), lihat
juga QS 8:60.4:74-78).
Dengan
doktrin kemiliteran yang begitu mulia di dalam Islam, maka tidak ada konsep
lain yang dapat menandingi kekuatan dan kejelasannya, yang sesuai dengan impian
setiap panglima di medan
perang, baik menyangkut keyakinan, tekad maupun harga dirinya. Kemiliteran
dalam Islam pada hakikatnya adalah mewujudkan perdamaian, keadilan, bahkan
penegakan undang-undang dan hukum yang sangat diperlukan untuk mengatasi
krisis, karenanya kemiliteran dalam tugasnya tidaklah dibenarkan bila
menghalalkan segala cara sebagaimana yang dilakukan oleh militer pada
negara-negara Barat yang kafir dan sekuler.
Jiwa
keprajuritan yang merupakan jiwa perjuangan merupakan sesuatu yang harus
ditumbuhkan pada masyarakat yang sedang mengalami krisis, sehingga semua pihak
merasa bertanggung jawab untuk memperjuangkan kondisi kehidupan yang lebih
baik.
Islam dan
Kesehatan Umum.
Seiring
dengan jiwa keprajuritan yang harus ditumbuhkan, amat diperlukan kesehatan dan
kekuatan jasmani masyarakatnya dan ini lebih dituntut lagi bagi para
pemimpinnya. Isyarat ini bisa kita kaji pada firman Allah yang terkait dengan
Bani Israel dan pemimpinnya yang bernama Thalut, ayat tersebut artinya: Sesungguhnya
Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan
tubuh yang perkasa (QS 2:247).
Dengan
demikian, kekuatan iman harus dibarengi dengan kekuatan fisik yang berarti
kesehatan jasmani, inilah kondisi yang lebih baik dibanding dengan mu’min yang
lemah, Rasulullah Saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ
الْقَوِيُّ خَيْرٌ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ.
Mu’min yang kuat lebih baik dari mu’min yang
lemah.
Dalam kaitan
kesehatan jasmani inilah, seorang muslim harus memperhatikan dan memenuhi apa
yang menjadi hak bagi tubuhnya, baik dalam pemenuhan makan dan minum,
pencegahan terhadap penyakit serta pemeriksaan dan pengobatan penyakit. Bahkan
dalam banyak keterangan, Rasulullah Saw amat menganjurkan kepada umatnya untuk
berolah raga guna menunjang kesehatan dan kekuatan jasmani.
Islam dan Ilmu Pengetahuan.
Untuk bisa mengatasi krisis, umat ini juga memerlukan ilmu yang banyak
dan luas. Sehingga segala potensi yang sudah dimiliki seperti kesehatan,
kekuatan militer dan kebanggaan terhadap bangsa dapat diarahkan pada tujuan
yang benar. Karena itu, menuntut ilmu dan melakukan penelitian dalam kaitannya
dengan pengembangan ilmu menjadi kewajiban yang sejajar dengan
kewajiban-kewajiban lain di dalam Islam dengan keutamaan yang besar. Karena
sedemikian penting kedudukan ilmu, maka meskipun ada panggilan jihad, tidak
semua kaum muslimin diharuskan pergi ke medan perang, tapi harus ada yang
menekuni ilmu, baik untuk kepentingan penelitian maupun pengajarannya, Allah
berfirman yang artinya: Tidak sepatutnya orang-orang mu’min itu pergi
semuanya (ke medan peperangan). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (QS 9:122).
Manakala seseorang telah memiliki ilmu pengetahuan, maka itu menjadi
modal yang sangat penting dalam mewujudkan rasa takutnya kepada Allah Swt,
Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
para hamba-Nya hanyalah ulama (QS 35:28).
Islam dan Moralitas.
Salah satu faktor yang membuat umat mengalami krisis yang besar adalah
tidak dimilikinya akhlak yang mulia sehingga terjadi penyelewengan dan
penyimpangan yang mengakibatkan timbulnya berbagai persoalan besar. Oleh karena
itu, Islam bisa memberi kontribusi bagi upaya mengatasi krisis manusia karena
Islam memiliki konsep akhlak yang sedemikian jelas yang didasari pada akidah
yang kuat dan jiwa yang suci. Dari sinilah akan lahir perubahan-perubahan
besar, Allah berfirman yang artinya: Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka sendiri yang mengubah keadaan yang ada pada mereka (QS 13:11).
Islam dan Ekonomi.
Salah satu krisis yang sangat terasa dan perlu segera mendapat perhatian
untuk mengatasinya adalah krisis di bidang ekonomi. Islam tidak mengesampingkan
masalah ini, bahkan telah memberi kontribusi
dengan meletakkan dasar-dasar dan konsep-konsepnya secara jelas dan
tuntas. Islam menekankan kepada umatnya untuk mencari harta secara halal,
menggunakannya secara baik dan tidak menyerahkan urusan harta kepada orang yang
belum sempurna akalnya, sedangkan bila manusia sudah mendapatkan harta, maka
dia tidak boleh terbelenggu dengan harta itu dengan tidak mau menginfakkannya
di jalan yang baik dan benar, namun bila harta itu dikeluarkan untuk hal-hal
yang tidak baik dan benar, maka itu berarti tindakan pemborosan (tabdzir) yang
orangnya disebut dengan mubadzdzir. Di antara dalil yang bisa kita jadikan
sebagai rujukan adalah:
Dan janganlah
kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan
(QS 4:5).
Dan janganlah
kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya yang karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal (QS 17:29).
Rasulullah
Saw bersabda:
نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ
الصَّالِحِ.
Sebaik-baik harta adalah harta yang ada pada
orang yang shaleh
Islam dan
Minoritas.
Secara
konsepsional, keberadaan Islam adalah untuk membawa kemaslahatan bagi manusia
secara umum baik yang berhubungan dengan pribadi, keluarga, masyarakat maupun
bangsa. Hal ini bukan hanya dikenal oleh masyarakat dunia, tapi juga bisa
dirasakan ketika nilai-nilai Islam diberlakukan dalam kehidupan umat manusia,
bahkan hal ini diakui oleh para ilmuwan jika mereka memiliki kejujuran ilmiah
dari penelitian yang mereka hasilkan.
Karena Islam
adalah agama yang memberikan kemaslahatan bagi manusia, maka kalangan minoritas
pada negeri-negeri muslim pun bisa merasakan itu dengan adanya jaminan hidup
yang luas dan hak menjalankan keyakinan dan agama mereka. Adanya dugaan
mayoritas menindas minoritas merupakan tuduhan yang tidak berdasar sama sekali
bila hal itu ditujukan kepada Islam, karena Islam bisa menghormati kalangan
minoritas selama mereka mau hidup secara damai. Dalil yang menyatakan hal ini
bisa dipahami dari firman Allah yang artinya: Allah tidak melarang kamu
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan orang-orang yang memerangi kamu karena agama sebagai kawanmu, dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang
siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim (QS 60:8-9).
Islam dan
Barat.
Ketika umat
Islam ingin keluar dari krisis yang menghinggapinya, maka mau tidak mau, umat
Islam harus kembali kepada Islam, karena krisis itu terjadi justru karena umat
Islam meninggalkan nilai-nilai Islam, namun pihak Barat seringkali tidak suka
dan akhirnya berburuk sangka terhadap umat Islam yang ingin menjadikan Islam
sebagai solusi untuk mengatasi krisis. Sebenarnya Islam tidak pernah
mempersoalkan hubungannya dengan Barat, bahkan bisa menjalin hubungan yang
harmonis, namun Baratlah yang memperkeruh hubungan itu, padahal mereka sendiri
yang menyatakan bahwa setiap negara bebas menentukan sistem ideologi yang akan
dijadikan pijakannya sepanjang tidak merampas hak-hak asasi bangsa lain.
Barat
semestinya menyadari bahkan bisa merasakan bahwa Islam sebagai sistem
kenegaraan adalah sistem yang paling mulia dan sakral, apalagi ideologi Islam
bertujuan untuk melindungi dan menjaga kemuliaannya. Islam memerintahkan
pemenuhan atas janji, dengan siapa pun janji itu dibuat selama mereka konsekuen
dengan janji-janji tsb. (QS 17:34. 9:4-7).
Setelah
menyadari bahwa krisis umat terjadi karena umat meninggalkan Islam, maka
menjadi kekeliruan yang besar bila kita ingin meniru Barat yang bangkit dan
mencapai kemajuan dengan meninggalkan agama mereka. Hal ini karena Islam dengan
agama mereka sangat jauh berbeda, mereka memang menjadi terbelakang karena
terkungkung oleh agama mereka yang tidak bisa membawa kemajuan.
Di samping
itu, tokoh agama Islam dengan tokoh agama mereka juga sangat berbeda posisinya.
Tokoh-tokoh agama Islam tidak berhak sedikit pun merubah prinsip-prinsip hukum
di dalam Islam, sedangkan tokoh agama mereka memiliki kewenangan yang sangat
besar hingga berhasil mengungkung mereka di bawah kekuasaan hawa nafsu para
tokoh agama itu. Di sinilah letak kesalahan yang mendasar dari kalangan Barat
dalam memandang tokoh-tokoh agama Islam yang mereka samakan dengan tokoh agama
mereka. Sementara tokoh mereka senantiasa menindas warganya, bekerja sama
dengan para perampas hak rakyat, memberikan perlakuan yang istimewa kepada para
perampas hak rakyat itu serta membagi kedudukan dan keuntungan materi dengan
mengabaikan kemaslahatan negara dan masyarakat.
Seandainya
pun ada tuduhan yang kuat dan memiliki data akurat pada tokoh-tokoh agama
Islam, maka hal itu lebih kepada kebobrokan mentalitas sang tokoh, bukan karena
konsep agama Islamnya. Karena Islam sama sekali tidak membenarkan tindakan
mereka yang menggunakan agama untuk kepentingan mereka yang justru bertentangan
dengan nilai-nilai Islam.
Terlepas dari
persoalan itu, masih sangat banyak tokoh-tokoh agama Islam yang betul-betul
bersih dari misi kotor dan kepentingan sesaat. Kita dapati begitu banyak kisah
ulama-ulama yang dengan tulus ikhlas dan resiko yang sangat besar menentang
segala bentuk kezaliman yang dilakukan oleh para penguasa. Bahkan kalau perlu
hingga memanggul senjata. Dengan demikian, kesalahan para tokoh agama di Barat
sama sekali tidak bisa disamakan dengan tokoh-tokoh agama Islam.
Akhirnya,
menjadi jelas bagi kita betapa Islam memiliki potensi yang begitu besar untuk
membimbing manusia guna mencapai kehidupan yang sebaik mungkin, baik di dunia
maupun di akhirat kelak, dan krisis yang melanda umat manusia di dunia sekarang
ini hanya bisa diatasi secara komprehensif dengan ajaran Islam yang syamil dan
kamil.
Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment