Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Tuesday, October 2, 2012

Perang Khaibar


Sebab-sebab Perang Khaibar
Sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah saw telah membuat perjanjian dengan Yahudi setelah sampai hijrah dari Mekah ke Madinah. Tetapi pada kenyataannya bahwa orang Yahudi tidak terikat dengan perjanjian tersebut dan akhirnya mereka melanggar dan mengkhianati perjanjian yang sudah disepakati bersama dan mereka melukai kaum muslimin serta bersekutu kepada musuh-musuh Islam. Itulah yang membuat Rasulullah saw terdorong untuk memberikan pelajaran kepada mereka serta membersihkan keberadaan mereka di Madinah.
Kemudian Yahudi dari berbagai tempat berkumpul di Khaibar. Mereka menyusun persengkongkolan bersama untuk menghancurkan Islam. Di sana berkumpul Yahudi Khaibar dan Yahudi Ghathfan dalam satu kekuatan untuk melawan kaum muslimin.
Setelah Rasulullah saw. melakukan kesepakatan Hudaibiyah dan Quraisy tidak lagi bersekutu dengan Yahudi, beliau ingin menuntaskan urusan dengan Yahudi yang tidak menghentikan rencana dan persengkongkolannya melawan kaum muslimin.

Awal Persiapan Dan Tanggal Terjadinya Perang Khaibar
Pada bulan Muharram tahun 7 hijrah setelah kaum muslimin kembali dari Hudaibiyah, Rasulullah saw. memobilisir kaum muslimin untuk memerangi Yahudi di Khaibar. Di saat keberangkatan kaum muslimin menuju Khaibar, datang sebagian orang-orang Arab badui yang membelot saat perang Hudaibiyah dan mereka mengemukakan keinginannya untuk bergabung berangkat bersama Rasulullah saw. untuk mendapatkan rampasan perang. Spontan Rasulullah saw. mencegah mereka untuk ikut berangkat kecuali mereka benar-benar ingin berjihad menegakkan Islam. Inilah gambaran proses pembersihan barisan Islam dari orang-orang yang tidak ikhlas di jalan-Nya.
Kemudian bergeraklah pasukan Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. pasukan berjumlah 400.000 prajurit, di antara terdapat 200 pasukan berkuda.

Kejadian-Kejadian Perang
Mentalitas Pasukan Islam Di Perjalanan Menuju Khaibar

Tidak diragukan lagi bahwa mentalitas sangat berpengaruh dalam jiwa kaum muslimin. Karena itulah, maka Islam ingin memberikan imbalan yang sesuai bagi orang yang mengorbankan dirinya di jalan Allah dengan imbalan surga. Tempat yang penghuninya senantiasa mendapatkan rezki yang dia ingini dan bergembira dengan karunia Allah. Makna ini terangkat dalam firman Allah Taala,
Dengan mentalitas yang kokoh dan jiwa yang siap dengan dua pilihan, tidak ada pilihan ketiga, menang atau gugur syahid. Rasulullah saw. memimpin para sahabat dengan redha dan yakin dengan kabar gembira, kemenangan yang dijanjikan Allah. Di tengah perjalanan menuju Khaibar, kaum muslimin mengumandangkan nasyid-nasyid perjuangan. Berbeda dengan orang  Yahudi, ketika mereka mengetahui kedatangan pasukan Islam, hati mereka menjadi ciut, karena Allah telah menurunkan pada hati mereka rasa gentar. Dengan keadaan Yahudi seperti ini, mereka menambah bekal perang dengan makanan, minuman dan berlindung di benteng-benteng mereka.
Di tengah perjalanan, suasana dipenuhi dengan lantunan syair dan nasyid perjuangan yang membangkitkan semangat juang membela Islam. Salah seorang sahabat melantunkan syiir yang menyentuh jiwa. Sahabat itu adalah Amir bin Al-Akwa’ dengan syiirnya:
Rasulullah saw. bertanya, “Siapa yang melantunkan syair?”
Sahabat menjawab, “Amir bin Al-Akwa’.”
Kata beliau, “Semoga Allah memberikan rahmat kepadanya.”
Di samping suasana seperti di atas, jiwa-jiwa pejuang Islam saat itu senantiasa berdzikir kepada Allah. Ketika menuruni lembah, mereka mengeraskan suara mereka dengan takbir, Allahu akbar…… Allahu akbar, laa ilaaha illallaahu.

Rasulullah Saw. Memotong Jalur Bantuan Ghathfan Ke Khaibar
Kaum muslimin melanjutkan perjalanannya dengan langkah-langkah pasti, merindukan jalan menuju Khaibar. Kemudian mereka tiba di suatu tempat bernama Ar-Raji’. Jarak antara lokasi mereka dengan Ghathfan saat itu sejauh perjalanan satu hari satu malam. Ketika Yahudi Ghathfan mengetahui semakin dekatnya pejuang Islam, mereka pergi ke Khaibar untuk meminta bantuan kepada Yahudi Khaibar. Di tengah perjalanan mereka ke Khaibar, mereka mendengar suara gemuruh di belakang mereka, mereka menyangka bahwa pejuang Islam telah menyerang rumah-rumah mereka dan akhirnya mereka kembali karena takut akan harta dan keluarga mereka.
Rasulullah saw. ingin memotong jalur bantuan antara Ghathfan dengan Khaibar dan dipanggillah dua orang penunjuk. Salah seorang bernama Husail. Dia berkata kepada Rasulullah saw, “wahai Rasul, saya akan menunjukkan jalan.”
Husail bersama Rasulullah saw. menuju jalan utama yang bercabang empat jalan kecil. Lalu dia berkata kepada Rasul, “Wahai Rasul, empat jalan ini akan menuju ke satu tempat. Rasulullah saw. memerintahkan kepadanya untuk memberikan masing-masing jalan tersebut. Kemudian Husail menyebutkan dengan nama Huzn, Syas, Hathib. Rasulullah saw mencegah kaum muslimin untuk melewati tiga jalan yang disebutkan oleh Husail. Ketika Husail menyebut jalan yang keempat dengan nama “Murahhib”, Rasulullah setuju agar jalan itu yang akan dilalui oleh pasukan Islam untuk melanjutkan perjalanannya.

Ketika di Bukit Khaibar
Pasukan Islam mendekati Khaibar ketika sinar matahari hampir tenggelam. Ketika telah gelap, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk bermalam di dekat Khaibar. Di awal pagi yang cerah, mereka shalat Subuh. Bergeraklah pasukan muslimin dan di saat yang bersamaan, sebagian orang Yahudi keluar rumah menuju ladang-ladang mereka membawa cangkul dan pembajak ladang.
Tiba-tiba saja, Yahudi terdiam ketika melihat pasukan Islam baru saja tiba di Khaibar dan mereka berkata, “Muhammad, demi Allah, ada Muhammad dan pasukannya.” Rasulullah saw. berkata, “Allahu akbar, Khaibar telah hancur. Sesungguhnya kami, apabila siksaan itu turun di halaman suatu kaum, maka amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu.

Doa Rasulullah Saw. Sebelum Berperang
Ketika Rasulullah saw. mendekati benteng An-Nathat, datanglah Hubab bin Al-Mundzir berkata, “Wahai Rasul, sesungguhnya engkau singgah di rumah ini. Jika ini adalah perintah yang Allah perintahkan kepada engkau, maka kami tidak akan berpendapat. Tetapi jika perkara ini adalah pendapat engkau, maka kami akan menyampaikan suatu pandangan. Lalu Rasulullah saw. menjawab, “Sesungguhnya perkara ini hanyalah pendapat.” Hubab pun berkata, “Wahai Rasul, engkau telah mendekati benteng dan berhenti di antara sisi belakang ladang kurma dan sumber mata air, dan aku tahu benar tentang penduduk An-Nathat. Mereka adalah kaum yang sebagian besar tidak dapat memanah dengan jarak panah yang jauh dan sebagian lagi kurang akurat dalam memanah. Posisi mereka lebih tinggi dari kita, jadi menguntungkan dalam memanah dan merugikan kita. Sepertinya aku tidak dapat menghindar dari panah mereka. Mereka dapat menyelinap masuk ladang yang rimbun dengan pohon kurma dan kita tidak bisa mengamati pergerakan mereka. Karena itu, sebaiknya kita berpindah, wahai Rasul ke tempat yang tidak banyak mengandung mata air. Dengan demikian Al-Hirrah terletak di antara kita dan mereka sehingga panah mereka tidak mengenai kita. Rasulullah saw. membenarkan pendapat Hubab bin Al-Mundzir, kata beliau, “Sungguh engkau telah mengemukakan pandangan yang benar, maka nanti sore kita akan pindah tempat.”
Rasulullah saw. mengambil pendapat Hubab bin Al-Mundzir dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Di tempat baru tersebut, Rasulullah menjadikan sebagiannya untuk tempat shalat pasukan selama mereka berada di Khaibar. Rasulullah saw. juga menjadikan lembah Ar-Raji’ sebagai pusat komando pimpinan pasukan serta didirikan pusat kesehatan untuk mengobati luka pasukan Islam.
Sikap Rasulullah saw. yang menerima pandangan Hubab bin Al-Mundzir juga menunjukkan bahwa Rasulullah saw. dalam posisi siap mendengar pandangan para sahabat dan mencari yang baik di antara berbagai pandangan. Konsep syura seperti ini memberikan inspirasi kepada para pejuang bahwa mereka mempunyai peran dalam persiapan dan perencanaan sehingga pada gilirannya hal ini akan mengangkat mentalitas dan kemampuan tempur mereka.

Awal Pertempuran
Ketika Rasulullah saw. memutuskan agar pasukan kembali ke benteng, Rasulullah saw. bersabda, “Aku akan memberikan panji perang ini besok kepada orang yang dengannya Allah akan memenangkan pertempuran, Allah dan Rasul-Nya cinta kepadanya.”
Pada malam itu setiap sahabat mencita-citakan dirinya adalah orang yang mendapat kemuliaan, untuk membawa panji kebenaran dan tauhid. Para sahabat bersiap-siap tidur dan mereka bertanya-tanya, siapakah orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Setelah shalat Subuh, para sahabat menunggu-nunggu siapakah orang yang akan dipanggil oleh Rasulullah saw. sehingga sebagian sahabat mengangkat kepala mereka agar Rasulullah saw. melihatnya. Tiba-tiba Rasulullah saw. bertanya, mencari Ali bin Abu Thalib. Para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, dia sedang mengeluhkan matanya.” Beliau bersabda, “Panggillah Ali.” Kemudian sahabat mengajak Ali bin Abi Thalib menemui Rasulullah saw. kemudian beliau mengusap mata Ali dan mendoakannya, lalu sakit mata Ali pun sembuh seolah-olah tidak ada yang sakit dan Rasulullah saw. memberikan panji pertempuran kepada Ali bin Thalib r.a. Kemudian Ali berkata, “Wahai Rasul, apakah aku perangi mereka sampai mereka masuk Islam.”
Rasulullah saw. bersabda, “Kerjakan dengan hati-hati sehingga kamu dapat menaklukkan mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam. Kabarkan kepada mereka apa yang harus mereka kerjakan terhadap Allah Taala. Demi Allah, Allah memberikan hidayah Islam kepada satu orang melalui kamu adalah lebih baik bagi kamu pahalanya daripada unta yang paling mahal.”
Demikianlah, Ali bin Abi Thalib mendapatkan kemuliaan membawa panji perang yang dicita-citakan oleh para sahabat agar mereka terpilih. Jiwa dan hasrat seperti ini adalah jiwa yang beriman yang senantiasa berlomba-lomba memenangkan agama Allah.
Serangan Ke Benteng Na’im
Ali bin Abi Thalib kemudian menyiapkan diri untuk mengemban tugas tersebut sesuai dengan keistimewaannya, yaitu kemampuan perang yang tinggi dan naluri militer yang tajam. Kemudian ia berangkat sebagai panglima perang yang memimpin sahabat menuju benteng Na’im. Ketika tiba, Ali bin Abi Thalib mengajak orang Yahudi untuk masuk Islam, tetapi mereka menolak dan mereka siap bertarung dengan pasukan Islam. Di antara mereka ada satria terkenal bernama Marhab yang ditakuti orang Arab yang setara dengan seratus kesatria. Dia keluar barisan dan dengan membanggakan diri, dia berkata:
Kemudian Amir bin Al-Akwa’ melawan dia. Marhab berhasil membunuh Amir. Kemudian untuk yang kedua kalinya dia menantang kaum muslimin. Pada kali ini, keluarlah Ali bin Abi Thalib melawan dia dan berkata:
Kemudian keduanya bertarung…. Ali berhasil menebas Marhab dan jatuh mati. Kemudian pasukan Islam maju bertempur menerobos benteng Na’im. Ali bin Abi Thalib berhasil menjalankan tugas yang telah diberikan Rasul kepadanya. Ali bin Abi Thalib adalah sebaik-baik panglima pada penaklukan tersebut.

Serangan Ke Benteng As-Sha’ab bin Mu’adz
Setelah Ali bin Abi Thalib berhasil menaklukkan benteng Na’im, Rasulullah saw. menugaskan sahabat lain sebagai panglima. Sahabat tersebut adalah Al-Hubab bin Al-Mundzir. Rasulullah saw. menugaskannya untuk menaklukkan benteng As-Sha’ab bin Mu’adz. Kemudian Al-Hubab berangkat bersama para sahabat sampai ke satu benteng dan mengepungnya selama tiga hari. Saat pengepungan tersebut adalah saat-saat yang sangat sulit bagi kaum muslimin karena sedikitnya perbekalan yang mereka miliki sampai-sampai mereka harus menahan rasa lapar yang panjang. Kemudian datanglah Bani Saham yang menyatakan keislamannya kepada Rasulullah saw. salah seorangnya berkata, “Wahai Rasul, jika aku masuk Islam, sedangkan engkau mengatakan bahwa sesungguhnya kami telah menahan  rasa lapar dan dahaga, berdoalah kepada Allah untuk kami?” Rasulullah saw. lalu berdoa, “Demi Allah, tidak ada apapun pada tanganku sesuatu yang dapat mereka makan. Ya Allah, menangkanlah bagi kami benteng yang paling besar yang paling banyak makanan dan daging.”
Setelah Rasulullah saw. berdoa, pasukan Islam menyerang benteng tersebut, lalu keluarlah salah seorang Yahudi untuk mengajak duel pasukan Islam. Tantangan tersebut disambut oleh Al-Hubab bin Al-Mundzir dan akhirnya Yahudi itupun dibunuh. Keluarlah kemudian seorang Yahudi dan disambut oleh Ummarah bin ‘Uqbah Al-Ghifari. Yahudi tersebut berhasil ditebas pada kepalanya dan mati. Dengan dua duel tersebut, peperangan pun akhirnya dimulai di depan benteng sampai akhirnya Yahudi terjepit dan terkepung. Mereka kemudian menutup benteng dan kaum muslimin hanya dapat mendesak untuk menerobos masuk benteng. Pada akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin pada hari itu juga sebelum matahari tenggelam dan kaum muslimin mendapatkan ketapel perang (pelontar) dan gerobak tempur (kendaraan tempur).

Penaklukan Benteng Az-Zubair
Rasulullah saw. mengepung benteng Az-Zubair selama beberapa hari. Setelah pengepungan tersebut, keluarlah salah seorang Yahudi dan meminta kepada Rasulullah ada dia dijamin keselamatannya. Rasulullah saw. mengabarkan bahwa jika dia tinggal di dalam benteng selama satu bulan, maka ia tidak akan dapat menaklukkan benteng tersebut karena di dalam benteng tersebut terdapat sungai kecil yang biasa digunakan Yahudi untuk minum. Jika Rasulullah saw. memutus aliran sungai tersebut, maka mereka akan binasa kehausan. Kemudian Rasulullah saw. menjamin keselamatannya dan memerintahkan sahabat untuk memutus aliran sungai sehingga dengan terpaksa orang-orang Yahudi harus keluar benteng untuk mendapatkan perbekalan air minum. Jika tidak keluar, mereka akan mati kehausan. Dengan tindakan pasukan Islam tersebut, Yahudi pun akhirnya keluar untuk bertempur dengan pasukan Islam. Terjadilah baku hantam antar dua pasukan dan dengan karunia Allah, kaum muslimin mendapatkan kemenangan dengan menaklukkan benteng Az-Zubair.

Penaklukan Benteng Ubai
Setelah menaklukkan benteng Az-Zubair, pasukan Islam melanjutkan pertempuran dengan mengepung benteng Ubai. Keluarlah salah seorang Yahudi untuk berduel dengan salah seorang pasukan Islam. Tantangan itu disambut oleh Al-Hubab bin Al-Mundzir. Dalam duel tersebut, Al-Hubab berhasil memenggal tangan kanan Yahudi dan ketika ia ingin berlari ke benteng, Al-Hubab tidak menyia-nyiakan kesempatan dengan mengejar dan akhirnya ia dapat membunuh Yahudi itu. Lalu keluar Yahudi berikutnya untuk berduel dengan salah seorang pasukan Islam. Tantangan itu disambut oleh Abu Dujanah dan terjadilah duel yang akhirnya Abu Dujanah dapat memenggal kaki Yahudi hingga akhir dapat dibunuh. Setelah itu tidak ada seorang pun Yahudi yang keluar untuk mengajak duel. Melihat ketakutan Yahudi seperti itu, kaum muslimin bertakbir dan serentak menyerbu benteng. Rasa takut Yahudi menyebabkan mereka melarikan diri ke benteng lain, yaitu benteng An-Nazar.

Penaklukan Benteng An-Nazar
Keistimewaan benteng ini adalah bangunannya tinggi dan letaknya sangat strategis. Benteng ini dihuni oleh wanita-wanita Yahudi dan anak-anak mereka. Pasukan Islam sampai ke benteng ini setelah menaklukkan benteng Ubai. Kaum muslimin mengepung benteng ini, tetapi Yahudi melakukan perlawanan yang cukup kuat karena mereka menganggap bahwa benteng ini adalah benteng terakhir mereka bagian terdepan Khaibar yang harus mereka pertahankan. Perlawanan kuat Yahudi pada benteng ini juga karena di dalam benteng tersebut terdapat wanita-wanita dan anak-anak mereka. Yahudi menyerang pasukan Islam dengan pelontar batu dan panah-panah. Meski mendapat perlawanan yang gencar dari Yahudi, dengan karunia Allah, pasukan Islam akhirnya dapat menaklukkan benteng tersebut. Sebagian Yahudi melarikan diri ke belahan lain Khaibar menuju benteng-benteng Khaibar lainnya.

Penaklukan Benteng-benteng Lainnya
Orang-orang Yahudi yang berhasil melarikan diri dari benteng-benteng di belahan pertama Khaibar ke belahan kedua Khaibar karena kaum muslimin telah menguasai belahan pertama Khaibar. Mereka berlindung di benteng besar pleton yang terdiri dari tiga benteng, yaitu benteng Al-Qamuus, benteng Al-Wathiih dan benteng As-Sulalim. Benteng Al-Qamuus adalah benteng yang terkuat dan paling terlindung di Khaibar. Pasukan Islam mengepung benteng tersebut selama 20 hari meski dengan perbekalan yang sangat minim. Tetapi pada akhirnya Allah memenangkan pertempuran melalui Ali bin Abi Thalib. Dari hasil kemenangan tersebut, tertawanlah wanita Yahudi bernama Shafiyah yang kemudian setelah wanita Yahudi itu masuk Islam, Rasulullah saw. mengawininya.
Yahudi Menyerah dan Syarat-syarat Perjanjian
Setelah penaklukan benteng terkuat di Khaibar, pasukan Islam melanjutkan misi mereka dengan mengepung benteng Al-Wathiih dan benteng As-Sulalim. Kedua benteng melindungi Ibnu Abil Huqiq. Pengepungan berlangsung selama 14 hari yang pada akhirnya membuat orang Yahudi terjepit dan pasukan Islam yakin bahwa mereka sudah hampir binasa dan tidak akan ada perlawanan, kecuali mereka menyerahkan diri. Keyakinan pasukan Islam memang benar, karena kemudian Ibnu Abi Huqiq keluar dari benteng dan menyerah serta menawarkan kesepakatan. Rasulullah saw. menerima untuk tidak membinasakan mereka dengan syarat:
-          Mereka harus meninggalkan Khaibar
-          Hanya boleh membawa barang yang dapat dibawa oleh tunggangan mereka
-          Sisa harta benda yang tidak dapat dibawa adalah milik pasukan Islam
-          Mereka tidak boleh menyembunyikan sesuatu pun kepada pasukan Islam dan jika mereka melakukannya, maka Rasulullah tidak menjamin keselamatan dan kesepakatan yang sudah diterima.

Tetapnya Yahudi dan Setengah Bagian Bagi Muslimin
Rasulullah saw. ingin membersihkan Khaibar dari orang-orang Yahudi, tetapi mereka berkata, “Wahai Muhammad, biarkan kami tinggal di sini, kami akan berbuat baik, merawat lahan milik kalian. Kami lebih mengenal lahan ini daripada kalian.” Rasulullah dan para sahabat memang tidak memiliki pemuda yang dapat mengerjakan dan mengolah lahan tersebut sebagaimana juga mereka tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengelola lahan tersebut. Karena itulah Rasulullah saw. membagi hasil dari lahan tersebut menjadi dua bagian dan satu bagian untuk Yahudi yang mengolah lahan. Kemudian Rasulullah saw. menugaskan Abdullah bin Rawahah r.a. untuk memetik kurma.

Upaya Pembunuhan Atas Rasulullah saw.
Di saat Rasulullah saw. merasa lega dengan penaklukan yang telah dicapai kaum muslimin atas Khaibar, kembali lagi orang Yahudi berusaha mengkhianati dan merusak perjanjian yang telah disepakati bersama. Kejadian ini bukanlah hal yang mengejutkan bagi muslimin. Tetapi yang menakjubkan adalah usaha pembunuhan ini dilakukan oleh seorang wanita Yahudi bernama Zainab binti Al-Harits, wanita dari bani Salam bin Misykam. Upaya tersebut terjadi ketika dia ingin memberikan Rasulullah saw. hadiah daging kambing bakar. Dia bertanya bagian mana yang paling disukai Rasulullah saw. Dikatakan kepadanya bahwa Rasulullah saw. menyukai bagian lengan. Dia pun memberikan racun pada seluruh bagian daging dan memperbanyak racun pada bagian lengan. Setelah semua siap, dia membawa dan menghidangkan kepada Rasulullah saw. Lalu Rasulullah saw. memakan bagian lengan. Tiba-tiba Rasulullah saw. mengeluarkan makan tersebut dari mulutnya. Beliau berkata, “Sesungguhnya tulang ini mengabarkan kepadaku bahwa dia diracuni”. Pada saat itu ada Basyar bin Al-Barraa. Kemudian dia menghadirkan wanita yang nekat dan dia pun mengakui semua yang dia lakukan. Lalu dia berkata kepada Rasulullah saw, “Engkau telah tahu apa yang dilakukan kaumku terdapat engkau. Saya katakan, “Jika dia seorang raja, maka saya dapat istirahat dan jika dia seorang nabi, maka dia akan teruji.” Akhirnya Rasulullah saw. memaafkan wanita itu kemudian Basyar meninggal setelah racun mengalir pada tubuhnya dan Rasulullah saw. membunuh wanita itu sebagai qishash atas kematian Basyar bin Al-Barraa.

Rasulullah saw. Meninggalkan Khaibar
Setelah Rasulullah saw. menaklukkan Khaibar, keponakannya, yaitu Ja’far bin Abi Thalib dan sahabat lainnya datang dari Habasyah. Rasulullah saw. pun sangat senang mendengarnya. Beliau bersabda, “Demi Allah, aku tidak tahu dengan peristiwa apa saya bergembira, dengan penaklukan Khaibar atau karena kedatangan Ja’far.”

No comments:

Post a Comment