Tanggung Jawab Pemimpin
Dalam kehidupan masyarakat, apalagi pada
masyarakat Islam yang memiliki misi sangat mulia dalam hidupnya, pemimpin
memiliki kedudukan yang sangat penting. Dalam perjalanan jauh (safar) tiga
orang, satu di antara mereka harus diangkat sebagai pemimpin perjalanan,
sementara shalat yang diikuti oleh orang banyak baru disebut shalat berjamaah
manakala ada imam (pemimpin) dan makmum. Oleh karena itu, ketika Rasulullah Saw
wafat, yang pertama dilakukan oleh para sahabat adalah memilih pemimpin yang
menggantikan beliau, sehingga jenazah Rasul Saw tidak begitu mendapat
perhatian. Ini menunjukkan betapa kedudukan pemimpin sedemikian penting. Karena
itu baik dan tidaknya suatu organisasi, jamaah dan bangsa salah satunya sangat
tergantung kepada pemimpin.
Namun, di dalam Islam, kesempatan menjadi
pemimpin bukanlah untuk meraih popularitas kekayaan yang banyak, apalagi untuk
mengacaukan dan memperburuk kehidupan masyarakat, kepemimpinan merupakan amanah
yang harus dijalankan dengan untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran Islam,
karenanya seorang pemimpin harus mampu mempertanggungjawabkan kepemimpinannya
di hadapan Allah Taala. Rasulullah saw bersabda:
كُلُّكًمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مِسْؤُوْلٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Tiap kamu adalah pemimpin, dan setiap
kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.”
Karena kedudukan pemimpin yang begitu
strategis, maka Imam Syahid Hasan AI-Banna telah berkirim surat kepada sejumlah
tokoh, baik tokoh-tokoh pemimpin struktural seperti kepala negara dan
pemerintahan seperti Raja Farouq I yang berkuasa atas Mesir dan Sudan, Mustafa
An Nahhas sebagai Perdana Menterinya serta kepada para penguasa di
negeri-negeri muslim lainnya, maupun tokoh-tokoh pemimpin non struktural di
tengah-tengah masyarakat yang pendapat-pendapat mereka didengar serta perilaku
mereka menjadi panutan umat.
Masa Transisi
Dalam risalah (surat) yang dikirim kepada
para pemimpin dunia itu, Imam Hasan AI Banna mengingatkan bahwa masa yang
paling rawan dalam kehidupan umat adalah ketika berlangsungnya masa peralihan.
Karena saat itulah ideologi kehidupan yang baru diberlakukan, langkah-langkah
ke depan mulai digariskan dan nilai-nilai kehidupan dibangun.
Perjalanan kehidupan masyarakat
kita hingga sekarang ini telah mengalami beberapa kali masa transisi dari
kondisi yang satu ke kondisi yang lain mulai dari kondisi terjajah hingga
meraih kemerdekaan. Namun kemerdekaan ternyata belum mengakhiri
persoalan-persoalan mendasar dalam kehidupan masyarakat, termasuk sebagai masyarakat
muslim. Kepemimpinan yang tidak amanah membuat penderitaan, kesulitan dan
keterkungkungan kembali dialami sebagaimana pada masa terjajah bahkan mungkin
lebih berat lagi pada sisi-sisi tertentu.
Oleh karena itu, masa transisi merupakan
masa yang sangat genting, dan sangat
menentukan bagi masa depan yang lebih baik, karenanya para aktivis dakwah harus
mengambil peran kepemimpinan sesuai dengan potensi, kemampuan dan bidangnya
masing-masing guna memberi arah bagi masa depan masyarakat yang Islami.
Salah satu peran yang harus dimainkan pada
masa transisi adalah memberi arah bagi perencanaan kehidupan bangsa yang matang
dan jelas dalam berbagai aspek kehidupan. Di sinilah letak pentingnya bagi kita
untuk memahami situasi dan kondisi yang dirasakan oleh masyarakat sekaligus
kita ketahui potensi atau sumber daya yang mereka miliki. Manakala perencanaan
dirumuskan dengan memahami situasi dan kondisi masyarakat, maka kematangannya
tercermin pada perencanaan yang realistis sehingga bisa diwujudkan dalam
kehidupan nyata.
Di Persimpangan Jalan
Ketika suatu masyarakat berada pada masa
transisi, maka masyarakat itu berarti berada persimpangan jalan. Ada semacam
kebingungan tentang jalan mana yang harus ditempuh dari sekian banyak jalan
yang ada agar tidak sesat dari jalan yang semestinya. Bila dalam kondisi itu
jalan yang ditempuh salah, maka sangat fatal akibat yang akan diderita umat
pada masa mendatang.
Dalam situasi dan kondisi umat seperti itu,
Imam Syahid Hasan AI Banna menggariskan dua jalan penting yang harus ditempuh.
1.
Membebaskan umat dari berbagai
belenggu penindasan sampai umat Islam memperoleh kembali kemerdekaannya. Untuk
itu, ada empat hal yang harus mendapat perhatian: Pertama, membebaskan
umat dari belenggu politik yang melilitnya. Kedua, menghadang atau memerangi
peradaban materialis. Ketiga, menegakkan sistem Islam yang menyeluruh
dan keempat memimpin dunia serta memberikan bimbingan kepada manusia yang baik
dan benar. Manakala hal ini sudah berhasil, maka umat bisa mengekspresikan diri
sebagai seorang muslim secara kaffah untuk selanjutnya kebebasan pimpinan yang
pernah dimiliki bisa diperolehnya kembali. Kehidupan yang Islami pun bisa
terlaksana, baik dalam aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa.
2.
Melakukan
rekonstruksi umat agar mampu bersaing dengan umat lain, bahkan bisa memimpin
mereka. Untuk itu, beberapa prinsip penting harus diwujudkan. Pertama,
memiliki kekuatan motivasi pribadi yang bersumber dari akidah Islamiyah. Kedua,
memiliki persiapan mental/rohani yang baik sehingga mampu mengendalikan hawa
nafsu. Ketiga, memerangi rasialisme sehingga yang berkembang adalah
ukhuwah, solidaritas dan emansipasi antara pria dengan wanita secara benar. Keempat
menyiapkan individu yang memiliki akhlak, keilmuan dan ketrampilan yang sesuai
dengan kebutuhan umat. Kelima, melindungi hak-hak asasi manusia, baik
moril maupun material. Keenam, memelihara stabilitas negara dengan
mencegah dan menumpas tindakan separatis dan kriminal. Ketujuh, menjaga
kedaulatan dan batas-batas negara. Karenanya harus selalu digelorakan semangat
jihad dan Kedelapan, mewujudkan tanggung jawab membangun peradaban dengan
menyebarkan serta memperlihatkan prinsip-prinsip kebenaran Islam.
Keistimewaan Islam
Sebagai aktivitas
yang harus memimpin dan membawa umat kepada Islam, maka satu hal yang harus
kita sadari bahwa Islam merupakan agama yang istimewa dan tidak perlu kita
ragukan sedikit pun kemampuannya dalam membangun kehidupan yang lebih baik.
Menurut Imam Hasan AI Banna, ada sejumlah alasan mengapa kita harus begitu
yakin untuk bisa membawa umat ke arah yang lebih baik. Pertama,
kebenaran manhaj Islam telah teruji dan sejarah telah menjadi saksi atas
keunggulannya. Kedua, manhaj Islam telah berhasil mencetak umat yang
unggul, paling kuat, paling utama, paling kasih sayang dan paling diberkati di
antara bangsa-bangsa yang ada. Ketiga, Kesucian manhaj Islam membuat
Islam begitu mudah diterima, dipahami dan dilaksanakan, apalagi Islam juga
memberikan bimbingan kepada umatnya untuk mencintai bangsa dan tanah airnya. Keempat,
manhaj Islam mengokohkan persatuan. Dan Kelima, manhaj Islam bersifat
sempurna dan menyeluruh.
Kondisi Peradaban Barat
Dengan penggambaran yang sedemikian jelas
di atas, akan terasa sangat aneh apabila ada pemimpin di dunia Islam yang masih
mau melirik dan merujuk kepada kehidupan masyarakat Barat dengan segala
konsepnya yang rancu dalam menata kehidupan masyarakat dan ini bisa dirasakan
dan disaksikan dalam kehidupan Barat kontemporer. Barat dengan kemajuan ilmu dan teknologinya
ternyata sedang berada di ambang kebangkrutan peradaban. Bahkan, derita
kehancuran Barat tidak hanya dirasakan akibatnya oleh orang barat dan mereka
yang hidup di negara-negara Barat, tapi juga umat manusia yang hidup di Timur.
Contoh dari kehancuran peradaban Barat ini
sangat banyak, meskipun kadangkala masyarakat kita pada umumnya tidak menyadari
hal itu. Misalnya, pertama, ketika Barat mendengungkan keamanan dunia, justru
mereka yang membangun instabilitas di banyak negara seperti di Timur Tengah.
Kedua, ketika mereka memperjuangkan penegakan hak-hak asasi manusia, justru
mereka melakukan tindakan yang melanggar hak asasi manusia seperti yang mereka
lakukan di Irak. Ketiga, ketika mereka ingin membangun masyarakat yang
bermartabat, justru masyarakat mereka sudah tidak memiliki martabat lagi,
bahkan martabat yang lebih rendah dari binatang. Tegasnya, masih banyak
contoh-contoh nyata dari kehancuran Barat lainnya.
Oleh karena itu, dunia sedang menanti
kepemimpinan Islam yang damai, adil dan beradab sebagaimana yang pernah
terwujud berabad-abad yang lalu, karenanya pemimpin Islam harus menyadari hal
ini sehingga dalam kepemimpinannya mau menjadikan Islam sebagai pedoman dan
tuntunan.
Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment