Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Monday, October 1, 2012

PERJANJIAN HUDAIBIYAH

SEBAB-SEBABNYA

Sejak hijrahnya kaum Muslimin dari Mekkah ke Madinah, kaum Quraisy mulai berulah melakukan kejahatan besar terkait dengan hak kaum Muslimin, yaitu dengan melarang mereka masuk ke kota Mekkah, dan menghalangi mereka untuk mengunjungi ka’bah dan berhaji yang sejak lama menjadi syariat bagi bangsa Arab, karena sesungguhnya Nabi Ibrahim AS lah yang telah membangun ka’bah dan menyerukan umat manusia berkunjung ke sana. Dan Allah SWT telah menjadikannya sebagai tempat bersimpuh dan tempat yang aman bagi manusia.

Dan sesungguhnya telah turun beberapa ayat yang menggambarkan tentang kedzhaliman yang menimpa kaum Muslimin, di antaranya Allah SWT berfirman :

$tBur óOßgs9 žwr& ãNåku5Éjyèムª!$# öNèdur šcrÝÁtƒ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# $tBur (#þqçR%Ÿ2 ÿ¼çnuä!$uŠÏ9÷rr& 4 ÷bÎ) ÿ¼çnät!$uÏ9÷rr& žwÎ) tbqà)­GßJø9$# £`Å3»s9ur öNèduŽsYò2r& Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÍÈ
34.  Kenapa Allah tidak mengazab mereka padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidilharam, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? orang-orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.


Telah berlaku kurang lebih enam tahun setelah hijrah, kaum Muslimin terus melakukan jihadnya, terkadang mereka berhadapan dengan Quraisy, terkadang berhadapan dengan Yahudi. Yang jelas di tengah kemelut peperangan islam tetap tersebar dan semakin bertambah jumlah pengikutnya. Hal itu menyebabkan mereka semakin rindu untuk datang ke Masjidil Haram, yang di dalamnya terdapat Ka’bah, banguan yang diwariskan oleh nenek moyanh mereka, dan menjadi kiblat mereka dalam shalat. Mereka mempelajari situasi yang dapat memungkinkan mereka masuk ke kota Mekkah. Gayung pun bersambut, keinginan kuat mereka ternyata diperkuat pula oleh Rasulullah SAW, di mana beliau bermimipi bahwasanya Ia dan kaum Muslimin memasuki kota Mekkah dalam keadaan aman seraya mencukur dan memendekkan rambutnya dan mereka tidak merasa takut sedikitpun. Hanya saja bagaimana hal itu dapat dilakukan sementara kaum Musyrikin gencar menghalangi mereka untuk menziarahi ka’bah, mereka bertekad lebih baik mati dari pada membiarkan kaum Muslimin masuk ke kota Mekkah.

Oleh karena itu Rasulullah SAW menyusun rencana untuk dapat memasuki kota Mekkah, dengan menempuh cara yang bijaksana dan proses yang damai, beliau hanya ingin menunjukan bahwa kaum Muslimin punya hak untuk memasuki kota Mekkah dan mengunjungi Ka’bah, beliau ingin memberikan pengertian kepada Musyrikin Quraisy bahwa dirinya bukanlah Raja yang akan menguasai dan menjajah mereka, sehingga mereka harus melakukan perlawanan dan menghalangi siapa saja yang ingin memasuki kotanya. Dan karenya Rasulullah SAW kemudian memaklumatkan kepada kaum Muslimin bahwa maksud kedatangan mereka ke kota Mekkah hanya semata untuk umroh, bukan untuk memerangi mereka.

Pada bulan Dzul Qa’dah tahun keenam hijriyah, Rasulullah SAW keluar bersama kurang lebih 1400 personil dari kalangan Muhajirin dan Anshar, dan ikut serta juga sejumlah komunitas Arab yang tinggal di pinggiran kota Madinah yang mereka temui dalam perjalanan. Mereka mulai mengenakan Ihram dari Dzil Halifah,bersma mereka disertakan pula kurang lebih 70 ekor hewan sembelihan kurban, sebagai pengagungan dan penghormatan terhadap Baitullah, hal ini semata-mata untuk menekankan kepada Quraisy bahwa mereka datang bukan untuk berperang, namun semata ingin berziarah kea Baitullah dan mengagungkannya, oleh karena itu mereka tidak membawa persenjataan, kecuali persenjataan musafir saja, yaitu sebilah pedang yang tersimpan di dalam sarungnya.

MEMANTAU SIKAP DAN RESPON QURAISY
Tatkala Rasulullah SAW sampai di Dzil Halifah,beliau mengutus Bisyir bin Sufyan Al-khuza’i untuk memantau gerak-gerik kaum Quraisy dan segera menyampaikan perkembangan informasinya kepada Rasulullah SAW, agar kaum Muslimin tiak dikejutkan dengan hal-hal yang tak terduga.

KAUM QURAISY KELUAR UNTUK MENGHALANGI KAUM MUSLIMIN

Tatkala Rasulullah SAW sampai di Asfan (perkampungan yang terletak antara Mekkah dan Madinah, sekitar 70 KM dari Mekkah), Bisyir bin Sufyan datang menemui beliau setelah menjalankan tugasnya. Ia menginformasikan kepada beliau bahwa kaum Quraisy akan bertekad dan berbuat sekuat tenaga untuk menghalangi masuknya kaum Muslimin ke kota Mekkah, mereka telah mempersiapkan segalanya untuk itu. Pasukan Quraisy pun mulai bergerak keluar ota Mekkah dan mengajak siapa saja yang mampu memikul senjata dan meyakinkan kabilah-kabilah non Quraisy (kaum Ahabisy) yang bermukim di pinggiran kota Mekkah, yang terikat perjanjian dengan kaum Quraisy. untuk bergabung bersama mereka, sehingga jumlah pasukan Quraisy menjadi sedemikian besar jumlahnya sampai mendekati 8000 orang, kemudian mereka mengutus Khalid bin Walid dengan 200 pasukan berkuda untuk mengintai kaum Muslimin. Pasukan Quraisy mendirikan ”base camp” di Kura al Ghamim, yaitu ruas jalan yang akan dilewati oleh kaum Muslimin yang sednag bergerak menuju kota Mekkah.

RASULULLAH SAW BERMUSYAWARAH DENGAN PARA SAHABAT

Rasulullah SAW menyimak dengan seksama apa yang telah diinformasikan oleh Bisyir bin Sufyan tentang sikap kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin, oleh karena itu beliau segera bermusyawarah dengan para sahabat un tuk merencanakan agresi sporadis terhadap beberapa komplek pemukiman kabilah yang warganya keluar membantu kaum Quraisy,  lalu berusaha menawan keluarga mereka, hal ini untuk memecah konsentrasi mereka, sehingga mereka lebih mengutamakan untuk menyelamatkan dan menolong keluarga mereka, sehingga kaum Muslimin berhadapan dengan kaum Quraisy saja, minus para sekutunya.

Terkait dengan hal ini, Abu Bakar RA berkata :

يَا رَسُوْلَ اللهِ ، خَرَجْتَ عَامِداً لِهَذَا اْلبَيْتِ ، لاَ تُرِيْدُ قِتَالَ أَحَدٍ ، وَلاَ حَرْبَ أَحَدٍ ، فَتَوَجَّهْناَ لَهُ ، فَمَنْ صَدَّنَا عَنْهُ قَاتَلْنَاهُ
“Wahai Rasulallah!, engkau keluar sengaja menuju Ka’bah , engkau tidak bermaksud memerangi seseorang, juga tidak bermaksud membunuh seseorang, maka kamipun siap menuju ke sana, barangsiapa yang menghalang-halangi kami, maka kami tak segan-segan membunuhnya!”

Menanggapi hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda :

" اِمْضُوْا عَلَى اِسْمِ اللَّهِ "
“Berangkatlah kalian di atas nama Allah”
(lihat Fathul Bary Juz 6 hal : 260)

Rasulullah SAW pun mulai berangkat bersama para sahabat ke arah yang dituju, beliau menghimbau agar jangan ada yang menyimpang dari tujuan suci ini, oleh karena itu beliau menyarankan agar tidak menempuh jalur yang akan dilewati oleh pasukan Khalid bin Walid, menghindari terjebak peperangan dengan mereka. Untuk itu beliau bersabda :

…" هَلْ مِنْ رَجُلٍ يَخْرُجُ بِنَا عَلَى طَرِيْقٍ غَيْرَ طَرِيْقِهِمْ الَّتِي هُمْ بِهَا ؟

“Apakah ada di antara kalian yang dapat mmbimbing kami mnempuh perjalanan di luar rute yang dilalui oleh mereka (pasukan Quraisy)?”

“Saya ya Rasulullah!”, jawab salah seorang dari Bani Aslam. Lalu Ia dipersilahkan maju ke depan untuk memandu pasukan, yang ternyata harus menempuh rute perjalanan yang cukup sulit, hingga akhirnya sampai di “Tsaniyyatul Mirar” (rute jalan pegunungan dataran tinggi Hudaibiyah). Di tempa inilah Unta yang dikendarai Nabi pun merebahkan badnnya, pertanda ingin istirahat, kaum Muslimin mencoba menggesah Unta Nabi tersebut, tetapi tepa saja Ia tidak meu beranjak. Mereka berkata : “Al-Qaswa’ (sebutan untuk Unta Nabi) telah ngadat”, “Tidak!, Al-Qaswa’tidak ngadat, perangainya tidak demikian, akan tetapi Ia hanya tertahan seperti tertahannya seekor Gajah”. Lalu Nabi bersabda :

" وَ اَّلذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ ، لاَ يَسْأَلُوْنِي خِطَّةً يُعَظِّمُوْنَ فِيْهَا حُرُمَاتِ اللهِ إِلاَّ أَعْطَيْتُهُمْ إِيَّاهَا "

“Demi yang jiwaku berada di tanganNYA, bila merka meminta kepadaku suatu garis sikap (Khittah) yang mengagungkan unsur-unsur  kemuliaan Allah SWT, maka pasti aku akan menyetujuinya”.

Ini merupakan maklumat terang-terngan bahwa Nabi siap bernegoisasi dengan Quraisy, beliau akan berbuat semaksimal mungkin untuk menghindari pertumpahan darah, oleh karena itu beliau memutuskan untuk tidak melampaui batas tanah haram, sehingga beliau mengistirahatkan pasukan kaum di Hudaibiyah, dan beliau memerintahkan untuk menetap sementara di daerah tersebut.

DELEGASI QURAISY MENGHADAP KAUM MUSLIMIN

Kaum Quraisy menyadari bahwa mereka tidak mampu memerangi kaum Muslimin, mereka khawatir bila diserang tiba-tiba dan kekuasaan mereka akan jatuh. Oleh karena itu mereka mengutus delegasi untuk bernegoisasi dengan Muhammad sekaligus menjajagi seberapa besar kekuatan kaum Muslimin, dan seberapa jauh tersirat rencana mereka untuk berperang. Negoisasi yang mereka lakukan bertujuan untuk menghalangi kaum Muslimin dengan cara dan pendekatan yang halus, demi menjaga kehormatan dan kewibawaan mereka di kalangan Bangsa Arab.

Kaum Qurraisy mengutus Budail bin Waraqa’, Makraz bin Hafash, Hullais bin Alqamah dan ‘Urwah bin Mas’ud Al-Tsaqafy, mereka  diutus secara bergantian, setiap mereka kembali dari mereka memiliki pandangan yang sama dan menyampaikan informasi kepada kaum Quraisy  bahwa kedatangan Muhammad tidak untuk berperang, bahkan mereka datang untuk menngagungkan Ka’bah dan menziarahinya, mereka juga menegaskan bahwasanya Rasulullah SAW sangat menginginkan perdamaian, betapapun kaum Muslimin mampu memerangi mereka, jika mereka terus menghalangi kaum Muslimin untuk menunaikan umroh, maka kaum Muslimin akan meminta Quraisy mengijinkan mereka masuk ke kota Mekkah dan mengunjungi Rumah Allah yang mulia, karena seyogyanya tidak seorang pun berhak untuk menghalang-halanginya. Akan tetapi kaum Quraisy tetap sesat dan membangkang, serta bersikeras menghalangi kaum Muslimin dari Ka’bah Mulia. Quraisy tidak menggubris permintaan delegasi kaum Muslimin.

TIPUDAYA QURAISY DAN AMNESTI RASULULLAH SAW

Kaum Quraisy terus menunjukan pembangkangannya, mereka mengirim sekelompok pasukan bersenjata untuk menyerang kaum Muslimin di tengah malam. Mereka bermaksud ingin membunuh sebagian kaum Muslimin dan menawannya. Akan tetapi Rasulullah SAW telah mengantisipasinya dengan membagi tugas jadwal hirasah (patroli) sejak tiba di Hudaibiyah. Muhammad bin Maslamah pemimpin Hirasah saat itu berhasil menangkap orang-orang  bersenjata yang jumlahnya mencapai 70 orang. Nabi Muhammad memutuskan umtuk melepas mereka, beliau berkata kepada para sahabatnya : “Biarkanlah mereka!, hal ini menjadi permulaan kekejian mereka”. (Lihat sarah Muslim lil Imam an Nawawy juz 4 hal 459 dan Sirah Ibnu Hisyam juz 3 hal 363)

DELEGASI RASULULLAH SAW MENEMUI QURAISY

Rasulullah SAW terus berusaha meyakinkan Quraisy bahwa beliau ingin menjaga kehormatan tanah haram, bulan haram dan aksi mengunjungi Ka’bah dengan cara damai, kemudian beliau mengutus Khirasy bin Umayyah Al-Khuza’I menyampaikan hal ini kepada tokoh Quraisy, bahwa mereka datang tidak untuk berperang, mereka hanya ingin meniarahi Ka’bah, oleh karena itu mereka meminta agar Quraisy mengijinkan mereka. Namu tatkala hal ini disampaikan kepada mereka, merekapun marah dan akan membunuh onta yang dikendarai kaum Muslimin, namun kaum Ahabis segera menghalanginya.

Tatkala mereka kembali dan menginformasikan berita buruknya perlakuan mereka terhadap kaum Muslimin, namun Rasulullah SAW tetap bersikeras mengambil sikap berdamai dan tidak ingin menumpahkan darah di tanah haram, beliau mengutus Utsman bin Affan untuk mempertegas kembali maksud kedatangan, maka Utsmanpun segera meminta Ubban bin Said memberikan suaka kpeadanya, Utsaman segera menyampaikan surat dari Rasulullah SAW kepada tokoh Quraisy. Mereka tetap tidak setuju kaum Muslimin masuk ke kota Mekkah uuntuk melaksanakan thawwaf di Ka’bah, namun mereka berkata kepada Utsman : “Jika engkau ingin thawaf, thawaflah engkau sendiri mengelilingi Ka’bah”. Dijawab oleh Utsman : “Aku tidak mau!, kecuali bila Rasulullah SAW dan kaum Muslimin diperbolehkan untuk thawaf dan mengunjung sanak saudaranya yang tidak ikut hijrah karena tak berdaya (Mustadh’afiin), seraya menyampaikan berita gembira kepada mereka bahwa pertolongan Allah SWt telah dekat. Tatkala kaum Quraisy melihat bahwasanya Utsman telah melampaui batas kepentingan kedatangannya, merek mencoba untuk menangkap dan menahannya.

BAI’ATURRIDWAN

Tersiar berita dikalangan kaum Muslimin bahwa Quraisy telah membunuh Utsman RA, Rasulullah SAW pun marah dan berkata :

" لاَ نَبْرَحُ حَتَّى نُنَاجِزَ اْلقَوْمَ "

“Kita tidak boleh diam, kita harus memberikan ultimatum kepada mereka!” (lihat Fathul Bary juz 6 hal 457)

Rasulullah SAW mengajak kaum Muslimin untuk berbai’ah, maka merekapun menyatakan janji setia (bai’at) untuk tsabat ( teguh) dan tidak melakukan disersi, meskipun hal itu beresiko kematian. Allah SWT memuji mereka yang hadir dalam prosesi bai’at tersebut dan menegaskan keridhoanNYA kepada mereka, sebagaimana Allah SWT berfirman :

* ôs)©9 š_ÅÌu ª!$# Ç`tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# øŒÎ) štRqãè΃$t7ム|MøtrB Íotyf¤±9$# zNÎ=yèsù $tB Îû öNÍkÍ5qè=è% tAtRr'sù spuZŠÅ3¡¡9$# öNÍköŽn=tã öNßgt6»rOr&ur $[s÷Gsù $Y6ƒÌs% ÇÊÑÈ  
18.  Sesungguhnya Allah Telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon[1399], Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)[1400].

[1399]  pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang Telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang Karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin Kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman Telah dibunuh. Karena itu nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun mengadakan janji setia kepada nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama nabi sampai kemenangan tercapai. perjanjian setia Ini Telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, Karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan Ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. perjanjian Ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
[1400]  yang dimaksud dengan kemenangan yang dekat ialah kemenangan kaum muslimin pada perang Khaibar.

Setelah proses bai’at selesai, tersiar berita baru bahwa Utsman RA masih dalam keadaan hidup, tidak dibunuh dan tidak dianiyaya sedikitpun. Dengan demikian kaum Muslimin pun menjadi tenang.

QURAISY MENGUPAYAKN PERDAMAIAN SETELAH BAIATURRIDWAN

Quraisy telah mengetahu telah terjadi proses bai’at, mereka yakin kaum Muslimin telah memiliki kekuatan yang dahsyat dan bertekadi untuk membalas dendam, mereka takut resiko yang bakal mereka hadapi, akhirnya mereka melepas Utsman RA dan mengutus Suhai bin Amru untuk bernegoisasi dengan Rasulullah SAW dan mempersiapkan realisasi perdamaian, agar permasalahan menjadi cepat clear sebelum mereka tertawan oleh kaum Muslimin. Quraisy memebrikan kemaslahatan penuh untuk kelancaran perdamaian, mereka memfokuskan permintaan hanya dengan satu tuntutan, yaitu bahwa Quraisy tidak menghalangi masuk ke kota Mekkah, tetapi dengan sarat tidak tahuhn ini, melainkan tahun yang akan datang, hal ini hany untuk menjaga muka mereka di kalangan bangsa Arab, karena telah tersiar sesumbar bahwa Quraisy  selamanya tidak pernah akan  mentolerir kaum Muslimin masuk ke kota Mekkah, sebagaimana yang pernah mereka katakan kepada Suhail bin Amru : “Ajaklah Muhammad berdamai!, tapi saratnya mereka harus kembali ke negerinya  sekarang juga, Demi Allah!, jangan sampai kalangan bangsa Arab mengaggap kita begitu mudah mengijinkan mereka masuk begitu sja ke kota Mekkah” (lihat Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam juz 3 hal 460)

SARAT PERDAMAIAN

Suhail tiba menghadap Nabi, Ia mulai bernegoisasi, keduanya terlibat pembicaraan yang cukup panjang, namun akhirnya tercapai juga kesepakatan dengan sarat-sarat sebagai berikut :

  1. Pemberlakuan gencatan senjata antara kaum Muslimin dan Quraisy selama 10 tahun, selama itu setiap orang terjamin keamanannya, dan satu dan yang lainnya saling menahan diri.
  2. Bila ada dari pihak Quraisy yang membelot ke pihak Muhammad tanpa seijin walinya maka orang tersebut harus dikembalikan (diekstradisi). Sebaliknya bila ada dari pihak Muhammad yang membelot ke Quraisy tidak harus dikembalikan.
  3. Bagi kabilah yang ingin bergabung dengan Muhammad silahkan bergabung, bagi yang ingin bergabung dengan Quraisy juga dipersilahkan.
  4. Kaum Muslimin harus segerak kembali ke Madinah, tanpa harus masuk ke kota Mekkah tahun ini, mereka baru boleh datang kembali tahun depan tsnps persenjataan perang, kecuali hanya sebilah pedang yang disarungkan.

PERIHAL PERSYARATAN BAGI KAUM MUSLIMIN
Hampir sebagian besar kaum Muslimin sedih dan prihatin dengan sarat perjanjian tersebut, mereka menganggap perjanjian tersebut tidak memberikan kemaslahatan kepada mereka, bahkan sebagian mereka ada yang cenderung mendebat Nabi SAW, yang paling keras debatnya di antara mereka adalah Umar bin Khattab RA, akan tetapi Rasulullah SAW segera menenangkannya seraya bersabda :

إِنِّي رَسُوْلُ اللهِ ، وَلَنْ يُضَيِّعَنِي اللهُ أَبَدًا

“Sesunbgguhnya aku adalah Rasulullah SAW, dan selamanya Allah SWT tidak akan menyia-nyiakanku” (HR Bukhary Muslim, lihat Al-Lu’lu wal Marjaan hal 460)

Perjanjian tetap dilanjutkan, beliau menganggap perjanjian dan perdamaian ini merupakan sukses besar dan keberhasilan yang signifikan bagi kaum Muslimin, dan sesungguhnya hal itu menunjukan betapa jauhnya pandangan dan luasnya presppektif Nabi SAW.

HASIL-HASIL PERDAMAIAN HUDAIBIYAH

Kaum Quraisy mengakui secara resmi (de facto) bahwasanya Nabi SAW dan sahabatnya merupakan komunitas umat yang memiliki otoritas dan kedaulatan, mereka berhak mengunjungi ka’bah, dan qbilah lainnya berhak dan bebas bergabung dengannya, seperti yang telah dilakukan oleh Bani Khuza’ah. Kaum Muslimin menjadi lebih leluasa mendakwahkan agamanya kepada seluruh manusia, terbukti dalam dua tahun masa perdamaian berbondong-bondong bangsa Arab masuk Islam, yang bila dihitung jumlahnya sama dengan yang masuk Islam dalam rentang 18 tahun sebelumnya.

Dalam hal ini Rasulullah SAW menghadapi dua front, front Quraisy yang ada di Mekkah dan front Yahudi yang ada di Khaibar. Namun kenyataan yang ada bahwa perdamaian ini ternyata membawa kemaslahatan bagi kaum Muslimin, tidak ada dari kaum Muslimin yang murtad dari agamanya, sebaliknya berbondong-bondong dari pihak Quraisy masuk Islam, namaun sesuai dengan perjanjian Rasulullah SAW tidak dapat menerima mereka di Madinah, lalu mereka para mua’allaf Quraisy itu mwmbwntuk kekuatan militer dengan mengambil base camp di jalur antara Mekkah dan Madinah. Mereka kerap menganggu perjalanan kafilah dagang miliki Quraisy yang melintas di jalur tersebut. Oleh karena itu kaum Quraisy meminta agar Rasuolullah SAW bersedia menampung mereka di madinah, sehingga dengan demikian otomatis butir perjanjian bahwa bila ada dari pihak Quraisy yang membelot ke madinah maka orang tersebut harus dipulangkan menjadi terhapus dan tidak berlaku lagi. Tantu saja Rasulullah SAW sangat antusias merespon permintaan Quraisy tersebut dan dengan segala senang hati menampung para Muallaf tersebut bergabung bersama di kota Madinah.

Perjanjian damai ini ternyata di kemudian hari mengantarkan pada penaklukan Mekkah (Fathu Makkah), Rasulullah SAW telah mengisyaratkan berita gembira ini kepada para sahabatnya di tengah perjalanan saat mereka kembali ke Madinah, sebagaiaman dilukiskan dalam firman Allah SWT :
$¯RÎ) $oYóstFsù y7s9 $[s÷Gsù $YZÎ7B ÇÊÈ tÏÿøóuÏj9 y7s9 ª!$# $tB tP£s)s? `ÏB šÎ7/RsŒ $tBur t¨zr's? ¢OÏFãƒur ¼çmtFyJ÷èÏR y7øn=tã y7tƒÏökuur $WÛºuŽÅÀ $VJÉ)tFó¡B ÇËÈ x8tÝÁZtƒur ª!$# #·ŽóÇtR #¹ƒÍtã ÇÌÈ
  1. Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata[1393],
  2. Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang Telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus,
  3. Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang Kuat (banyak).

IBROH PERDAMAIAN

  1. Tidak gegabah dan emosional dalam menghadapi persoalan.
  2. Anal;isa yang matang merupakan pangkal kesuksesan.
  3. Tsiqoh terhadap qiadah Islam yang komitmen dengan kitabullah merupakan jalan menujun kemenangan.
  4. Cinta kepada Rasulullah SAW dan mengimani bahwasanya beliau tidak berkata dengan hawa nafsunya.
  5. Perjanjian sampai masa waktu tertentu diperbolehkan antara Muslim dengan non Muslim, sepanjang kemaslahatannya jelas bagi umat Islam.
  6. Bersemangat untuk menunaikan umroh, mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan menghadapi siapapun yang menghalang-halang ziarah ke Baitullah.
Selalu bersikap siaga dan waspada, serta mengikuti secara menyeluruh apa yang direncanakan dan diprogram untuk Islam dan umatnya

No comments:

Post a Comment