Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Saturday, September 15, 2012

PENIPUAN PUBLIK OLEH METRO TV


(Oleh: Arida Sahputra)

Info grafik yang ditayangkan Metro TV beberapa hari lalu tentang bibit terorisme di sekolah dan menyebar di dunia maya sejak 14 September 2012 menimbulkan polemik. Para aktivis Rohis atau Rohaniwan Islam yang secara tidak langsung dituduh sebagai sumber perekrutan teroris muda menyatakan bahwa info yang disampaikan Metro TV tersebut adalah fitnah.

Metro TV menyebutkan bahwa pola rekrutmen teroris muda ada 5 yakni:
  1. Sasarannya siswa SMP akhir-SMA dari sekolah-sekolah umum.
  2. Masuk melalui program ekstra kurikuler di masjid-masjid sekolah.
  3. Siswa-siswi yang terlihat tertarik kemudian diajak diskusi di luar sekolah. 
  4. Dijejali berbagai kondisi sosisl yang buruk, penguasa korup, keadilan tidak seimbang.
  5. Dijejali dengan doktrin bahwa penguasa adalah thaghut/kafir/musuh.
Poin-poin tersebut menjurus kepada aktivitas dakwah sekolah yang biasanya dimotori oleh Rohis Sekolah.

Protes terhadap Metro TV di Twitter pun datang bertubi-tubi karena kebanyakan aktivis dakwah muda merupakan jebolan Rohis. Menanggapi protes tersebut, Metro TV hanya menjawab secara diplomatis, “Metro TV tidak pernah memberitakan bahwa rohis adalah sarang teroris.”

Pihak Metro TV juga mengatakan bahwa data yang ditampilkan dalam info grafik tersebut merupakan data pihak lain.

“Info grafik Metro TV 5 September lalu soal pola rekrutmen teroris bersumber dari penelitian ilmiah Guru Besar UIN Jakarta, Prof. Dr. Bambang Pranowo,” tulis akun Twitter Metro TV.

Ustadz Akmal Sjafril, aktifis dakwah yang concern dalam bidang Ghazwul Fikr menyatakan bahwa tudingan seperti itu adalah hal wajar.

“Nasib para ulama, kyai, santri, dan mujahid memang selalu begitu. Indonesia tidak mungkin merdeka tanpa mereka. Mereka ini tidak perlu diajari nasionalisme, tidak perlu diajari Pancasila, tapi kalau penjajah datang, langsung siap berjihad. Setelah Indonesia merdeka pun pengakuan kedaulatan datang dari para ulama dan mujahid di Timur Tengah. Tapi setelah kondisi stabil, selalu saja orang sekuler yang sok-sokan, seolah-olah mereka paling berjasa pada negeri ini,” katanya.

Ia menganggap bahwa tudingan bahwa Rohis adalah sarang teroris merupakan modus rezim terdahulu yang diikuti oleh media massa sekuler sekarang.

“Di era Orde Lama, politik Islam diberangus. Di era Orde Baru, intel disusupkan di mana-mana, mau pengajian saja susah, mau khutbah saja mesti laporan. Sekarang, Rohis dituduh teroris pula. Ada Rohis saja kondisi pemuda bangsa ini sudah awut-awutan. Mau jadi apa bangsa ini kalau tidak ada Rohis?”

Somasi ke Metro TV

Sementara itu, vokalis grup nasyid haraki, Afwan Riyadi, juga para aktivis dakwah sekolah serta aktivis dakwah kampus menyatakan akan melakukan somasi terhadap pemberitaan Metro TV tersebut.

“Insya Allah, semoga di mudahkan Allah. Senin besok saya akan mengajukan somasi kepada Metro TV atas tayangan Info Grafik mereka yang memfitnah ekstrakurikuler di masjid-masjid SMP/SMA umum sebagai pintu masuk teroris,” katanya.

Ia mengatakan bahwa Rohis-phobia akan menghambat gerakan dakwah yang berujung pada rusaknya generasi muda.

“Tayangan ini bisa menciptakan ROHIS Phobia di kalangan sekolah maupun orang tua siswa. Ujungnya, dakwah Islam di kalangan remaja Islam menjadi semakin sulit. Apa jadinya generasi kita mendatang?” katanya retoris.

Ayo kirimkan SMS pengaduan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ke nomor 08121307000 (tarif normal) atas ketidaksetujuan kita dengan pemberitaan GEGABAH MetroTV yang mengasosiasikan Rohis / Masjid sekolah dengan sarang teroris.

Contoh format SMS:

"Kami menuntut Metro TV untuk meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia terutama adik-adik ROHIS karena telah memberitakan masjid-masjid sekolah sebagai tempat rekrutmen teroris. Metro TV juga harus mencabut berita tersebut. Dan Metro TV juga harus berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Jika tetap mengulanginya, kami menuntut Metro TV agar dicabut hak siarnya karena melakukan pembohongan publik yang menyebabkan keresahan di masyarakat, sehingga tidak layak menjadi lembaga penyiaran."

3 comments: