Hukum amal dakwah adalah wajib syar'i, tidak gugur selagi tidak ada pemerintahan yang bertanggungjawab dalam mempraktekkan dan mempertahankan Islam, bahkan setelah adanya pemerintahan Islam pun dakwah masih wajib guna mempertahankan negara Islam. Adapun status kewajibannya adalah Fardu `ain, bukan kifayah. Karena itu seorang mukmin wajib melakukannya, jika tidak melakukannya akan berdosa, baik laki-laki maupun perempuan. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah :
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (At-taubah : 71)
Dapat dilihat keterpaduan kerjasama antara lelaki dan wanita dalam melakukan amal dakwah ke arah Islam dan penerapan hukum-hukumnya.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa wanita Islam mempunyai peranan istimewa dan memiliki kewajiban melakukan amal dakwah seperti halnya laki-laki. Bahkan dalam satu sisi peranan wanita dapat mengungguli peran laki-laki, terutama dalam bidang yang didominasi oleh kaum wanita. Ini kerana kaum wanita mempunyai beberapa keistimewaan tersendiri dari sudut kesediaan, kemampuan, sifat-sifat keperibadian, kejiwaan dan perasaan yang berbeda daripada kaum lelaki. apalagi kalau kita lihat kondisi saat ini menunjukkan bahwa keterlibatan wanita dalam dakwah dan kerja-kerja kemasyarakatan amat penting, kerana wanita adalah salah satu dari sumber kekuatan Islam.
Ummu ‘Atiyyah al-Ansariyyah umpamanya menjadikan rumahnya markaz dakwah dan menimba ilmu. Beliau begitu terkenal kerana keaktifannya di dalam memberi nasihat dan menyampaikan ajaran Islam di kalangan pelbagai qabilah pada zaman Nabi s.a.w. Baliau pernah disiksa dan dipenjarakan. Namun semangatnya tidak patah.
Menurut Zainab al-Ghazali di dalam bukunya yang berjudul Ila Ibnati, keadaan umat masa kini sangat memerlukan kaum wanita memainkan peranan yang aktif di dalam dakwah. Ini disebabkan penjajah Barat mengeksploitasi wanita di dalam menabur benih-benih kejahatan dan keruntuhan nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan. Wanita Islam yang kurang agamanya serta sedikit ilmunya akan terus menjadi alat propaganda syaitan di dalam menyebarkan kemungkaran melalui media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Menurut penelitian beliau, wanita adalah orang yang memiliki peranan penting dalam menjalankan operasi dakwah di kalangan yang sejenis dengan mereka. Karena mereka lebih memahami tabiat, kedudukan dan permasalahan yang dihadapi oleh kaum mereka. Dengan itu mereka lebih berupaya masuk kedalam hati mad’u dengan pendekatan yang sesuai dan lebih serasi dengan fitrah mereka.
Dan dakwah tidak terbatas pada menyampaikan ceramah di masjid-masjid, memberi tazkirah di dalam liqa’at mingguan atau majlis-majlis ta’lim, namun dakwah yang mencakup pada usaha membentuk tingkah laku dan gaya hidup seseorang; membentuk manusia yang memiliki akhlak mulia, tutur kata yang baik, kasih sayang yang mendalam, persaudaraan yang jujur, kegigihan dalam bekerja, sabar ketika bencana, teguh dan setia menanggung suka dan derita.
Karena itu medan dakwah cukup luas, setiap orang bisa bahkan wajib memainkan peranan dalam berbagai medan dakwah, berusaha untuk bisa menyesuaikan diri, meningkatkan kemampuan, kesesuaian masa, tempat, kapasitas dan kemampuan yang dimiliki untuk kerja-kerja dakwah. Dan untuk menjadi da’iyah yang mumpuni, maka harus memiliki bekal yang memadai baik aqidah, ibadah, akhlak dan ilmu serta jihad dan hijrah, sehingga dengan bekal itu dapat menjadi penuntun dan penunjang kelancaran dan keberhasilan dakwah.
Adapun bekal yang harus dimiliki oleh seorang wanita (da’iyah) dalam berdakwah adalah sebagai berikut:
1. Iman yang suci : Hati yang selalu terpaut dengan Allah
Seorang wanita muslimah adalah wanita yang beriman bahwa Allah SWT adalah Rabbnya, dan Muhammad Saw adalah nabi-Nya, serta islam pedoman hidupnya. Dampak itu semua nampak jelas dalam perkataan, perbuatan, dan amalannya. Dia akan menjauhi apa-apa yang menyebabkan murka Allah, takut dengan siksa-Nya yang teramat pedih, dan tidak menyimpang dari aturan-Nya. Keimanan yang berbuah pada ketaatan kepada Allah SWT terhadap segala perintah dan larangan yang telah ditetapkan secara sunguh-sungguh. Ketaatan kepada Allah SWT akan menelurkan kasih dan cinta yang tidak ternilai di sisi manusia. Ketaatan dan cinta kepada Allah ini bukanlah mudah diperoleh sekirannya persediaan kearah itu disepelekan. Bagi seorang da’iyah harus memiliki bekal keimanan yang benar sehingga mampu menembus relung hati dan dapat diterima oleh mad’unya terhadap materi yang disampaikan olehnya.
Ada sebab-sebab yang dapat menguatkan keimanan seseorang sehingga kadar keimanannya naik dan bertambah.
Firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhan merekalah mereka bertawakkal." (Q.S. 8:2).
Di samping itu ada pula perbuatan-perbuatan yang menyebabkan turunnya kadar keimanan seseorang seperti: bermaksiat kepada Allah. Rasulullah bersabda:
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
"Tidaklah seorang mukmin berzina ketika ia mukmin, tidaklah seorang mukmin meminum khamar ketika mukmin, tidaklah seorang mukmin mencuri ketika ia mukmin." (HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya).
Untuk menjaga keimanan dibutuhkan penopang yang kokoh yaitu berupa keyakinan kepada Allah SWT dengan diiringi perbuatan-perbuatan taqwa dan menjauhi kemaksiatan sekecil apapun. Maka membersihkan hati dan menghilangkan sekat-sekat yang menutupinya dari hidayah Allah SWT adalah langkah pertama menuju keimanan yang hakiki.
a. Sebagai syarat diterimanya amal shalih
Allah SWT telah menjelaskan dalam kitab-Nya tentang hakikat iman, yang dengannya Allah menerima amal perbuatan manusia, serta tercapainya apa yang dijanjikan Allah SWT kepada orang-orang mukmin.
Firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (Q.S 49:15).
Bahwasannya keimanan yang benar adalah keyakinan yang tidak tercampuri keraguan serta diiringi perbuatan sebagai buktinya seperti berjihad di jalan Allah baik dengan jiwa maupun harta.
Keyakinan dalam hati saja tidaklah cukup untuk membuktikan keimanan, hal ini tercermin dalam tindakan Iblis yang meyakini keesaan Allah tapi membangkang terhadap perintah-Nya. Firman Allah: "Iblis berkata, ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan." (Q.S. 38:79).
Keimanan yang benar tersusun dari dua hal:
· Keyakinan yang mantap tanpa dicampuri keraguan dan kebimbangan.
· Amal perbuatan sebagai konsekwensi keyakinan.
Sedangkan perbuatan itu dapat dibagi menjadi tiga macam:
- Perbuatan hati, seperti: Takut kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya.
- Perbuatan lisan, seperti: Mengucapkan Syahadatain, bertasbih, istighfar dan lainnya.
- Perbuatan anggota tubuh seperti: Sholat, puasa, berjihad di jalan Allah, berusaha mencari rizki dan lain-lain.
b. Menjadikan hidup memiliki tujuan
Dengan iman yang benar maka kehidupan manusia menjadi terarah, dan memiliki tujuan yang jelas, sebagaimana yang selalu dibaca oleh muslim dalam setiap mengawali shalatnya : “Katakanlah; sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam”. (Al-An’am : 162)
Dalam syiar al-ikhwanul muslimin juga disebutkan : “Allah Tujuan kami”.
Karena itu, seorang wanita muslimah da’iyah harus mengetahui tujuan hidupnya, dalam berumah tangga, menjadi istri untuk suaminya, menjadi ibu untuk anak-anaknya, menjadi bagian masyarakat dan bergaul ditengah masyarakat, menjadi hamba Allah dan segala aktivitas, sikap dan perbuatannya hanya ditujukan karena Allah yang berlandaskan akidah yang benar dan iman yang mantap.
c. Bekal tarbiyah generasi awal
Rasulullah saw dalam mengawali dakwahnya di Mekkah, yang pertama kali disampaikan dan diajarkan kepada para sahabat adalah iman dan tauhid kepada Allah. Dalam kurun waktu 13 tahun para sahabat digembleng dengan keimanan sehingga mampu mencetak generasi yang teguh keimanan, kuat akidahnya dan lurus manhajnya.
Hendaknya wanita muslimah da’iyah harus mengambil tauladan para salafus shalih generasi awal untuk membekali diri dengan akidah dan iman, sehingga dengannya mencetak pribadi yang shalih, teguh dan lurus dalam menjalankan hidup di muka bumi, serta bisa menjadi tauladan bagi yang lain, terutama bagi anak-anak, saudara dan teman-temannya.
d. Menjadikan dakwah lebih kokoh
Ingatlah wahai muslimah bahwa dakwah yang tidak dilandasi dengan iman yang shahih tidak akan memberikan manfaat sama sekali, dirinya akan rapuh dan tidak mampu bertahan lama. Ibarat tong kosong nyaring bunyinya. Sekalipun ditopang dengan dana yang berlimpah, perangkat yang canggih dan retorika yang memukau, jika tidak berdasarkan iman maka semuanya merupakan fatamorgana yang tidak mampu memberikan manfaat dan tidak akan mampu bertahan lama.
Faham komunis dan sekularis merupakan dua contoh konkret akan rapuhnya sebuah ajaran yang tidak berlandaskan iman. Begitupun dengan aliran sesat seperti Ahmadiyah, syiah, al-qiyadah al-islamiyah dan lain-lainnya sekalipun mereka mengaku membawa ajaran Islam namun tidak berlandaskan akidah yang murni pada sendirinya akan hancur dan tidak akan bertahan lama.
e. Kunci kebahagiaan dunia akhirat
Dalam surat Al-Baqarah ayat 202, Allah berfirman : “Dan diantara mereka ada yang mendo'a : '' Ya Tuhan Kami , berilah kami kebaikan didunia dan kebaikan diakhirat dan pelihara kami dari siksa Neraka. Merekalah Orang-orang yang mendapat kebahagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.''
Firman Allah diatas menjelaskan kepada kita tentang nasib baik bagi orang-orang yang berusaha dan senantiasa berdo'a untuk mendapat keselamatan akhirat. Sebenarnya, itulah tujuan utama seorang muslim, ialah diselamatkannya dari api neraka. Hakikat dan tujuan hidup inilah yang merupakan kendali agar dalam hidupnya, manusia akan berhati-hati, dia tidak akan berbuat semaunya sendiri.
Kita menyadari, bahwa kehidupan dunia adalah sangat sementara, karena kita semua pada saatnya nanti akan dipanggil kembali oleh Allah untuk meneruskan hidup di alam abadi di akhirat nanti. Oleh sebab itu, Islam memerintahkan umatnya guna mempersiapkan diri dengan bekal yang cukup untuk kehidupan yang tak terbatas, tentang kehidupan dunia, dengan jelas Allah menjelaskan dalam Al-qur'an Surat Al-Hadid ayat 20 sebagai berikut :
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu adalah permainan. dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian menjadi hancur. Dan akhIrat dan nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaannya dan kehidupan ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."
Jika Allah swt melukiskan kehidupan dunia ini dengan perumpamaan yang rendah, bukanlah maksudnya untuk meremehkan sama sekali kehidupan dunia ini. Akan tetapi, sebagai satu peringatan zaman sampai manusia menyangkutkan hatinya kepada kenikmatan yang sifatnya sementara.
Pada ayat tadi sekaligus digambarkan pula tentang kenikmatan kehidupan di alam akhirat kelak bagi orang-orang yang berbuat kebajikan di dunia ini, suatu kehidupan yang penuh kasih sayang, penuh ampunan, dan penuh ridho Ilahi.
Menurut sudut pandang Islam, diperlukan suatu tata hidup yang seimbang antara kebutuhan-kebutuhan dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qashash ayat 77 : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu berupa kebahagiaan negeri akhirat, tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaiman Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kamu kerusakan di muka bumi sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Seorang muslim yang betul-betul beriman, tidaklah akan terpesona oleh kemewahan dan kenikmatan hidup di dunia. Sebab dia yakin bahwa semua itu akan sirna dan lenyap. Ia ingin mendapatkan kenikmatan dunia dengan berusaha sekuat tenaga, tetapi dia juga berusaha sekuat tenaga untuk menabung amal shaleh dan beribadah untuk kebahagiaannya nanti di akhirat.
Dalam kehidupan dunia yang sementara, tidak sedikit manusia yang terbujuk dan terpikat, ia lupa akan hakikat dan tujuan hidupnya, lalu terjerumuslah ia ke lembah kesesatan dan kehancuran. Ia berusaha menikmati manisnya dunia sepuas-puasnya, dan bersedia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan kenikmatan itu. Ia tak segan berbohong, melakukan pemerasan dan penindasan terhadap sesama, dan lain sebagainya. Jika sudah demikian, hilanglah rasa kasih sayang dan persaudaraan seseorang, lalu hilanglah imannya kepada Allah.
2. Ibadah yang shahih: segala perbuatan yang dicintai dan diridhai Allah, baik dzahir dan bathin.
Allah SWT berfirman : "Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai mati mendatangimu,"(Al-Hijr:99). Dan Allah juga berfirman : "Dan tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat:56)
Allah menciptakan manusia bukan untuk sia-sia, tetapi karena tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah adalah kata yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhoi Allah SWT. Kita menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannya-Nya adalah ibadah. Kita berbuat kebaikan kepada sesama muslim bahkan sesama manusia atau kepada binatang sekalipun karena Allah adalah ibadah. Jadi Ibadah itu artinya luas bukan hanya ibadah mahdhoh (murni) saja seperti shalat, puasa, zakat dan haji, seperti dalam penjelasan Nabi saw bahwa cabang-cabang keimanan itu lebih dari enam puluh atau lebih dari tujuh puluh cabang. Paling utama adalah Lailaha illallah dan paling rendah adalah menyingkirkan duri di jalanan. Tapi ibadah itu tidak berarti positif dunia maupun akhirat sampai memenuhi dua kriteria:
a. Ibadah itu harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah.
b. Ibadah itu harus dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.
Satu syarat saja tidak diterima Allah, sampai betul memenuhi kedua persyaratan itu.
Allah SWT berfirman :
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Al-Mulk : 2),
Dan Allah berfirman :
“Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Al-Kahfi : 110)
Salah satu sikap yang harus dimunculkan pada diri seorang muslim adalah sikap tunduk dan patuh serta taat kepada Allah, menjunjung tinggi perintah-Nya, menghormati aturan-aturan-Nya di atas segala-galanya sebagai wujud rasa kehambaan kepada-Nya. Maka langkah pertama menyampaikan kepada ketundukan dan totalitas yang sempurna adalah menanamkan iman kepada Allah SWT kedalam hati, menghujamkan keyakainan yang kuat kedalam sanubari. Bahwa Allah adalah pencipta manusia, Dia lebih tahu seluk beluk manusia, Dia Maha mengetahui apa yang baik bagi manusia dan apa yang tidak baik. Rasa iman ini harus dibuktikan melalui kesiapan mengemban kewajiban yang telah diwajibkan Allah kepada manusia berupa syariat Islam,serta melaksanakannya dengan tulus ikhlas. Maka dalam hal ini ia tidak segan-segan berkata :
"Ya Tuhan kami, sungguh telah mendengar himbauan penyeru yang mengajak; "Berimanlah kamu kepada Tuhan kamu! "Maka kamipun beriman." (Q.S. Ali Imran :193)
Pengakuan seseorang bahwa ia telah beriman dan berislam tidak cukup untuk membuktikan ia seorang mu'min atau muslim sejati, akan tetapi iman dan islam membutuhkan pembuktian yang lebih kongkrit dan mendalam. Tak cukup tersimpan dalam jiwa dan hati saja, sebab Iman dan Islam adalah amalan lahir bathin. Maka dalam membuktikannya seseorang harus melaksanakan ibadah-ibadah yang telah diwajibkan Allah, baik dengan anggota tubuh, tenaga, harta dan jiwa. Karena iman yang tidak dibuktikan secara kongkrit, akan menjadikan orang diam seribu bahasa, menyeret orang menjadi jumud dan beku, duduk berpangku tangan, lalu menjauhkan diri ketempat yang sepi, dengan anggapan demi memelihara hati dan jiwa. Padahal sedikitpun pengakuannya itu tidak pernah terbukti.
Para ulama menyimpulkan bahwa efek positif ibadah yang dilaksanakan oleh seorang hamba akan menumbuhkan tiga hal dalam kehidupan manusia:
Ibadah membentuk manusia sempurna, dengan ibadah-ibadah yang dilakukan, maka hati nurani manusia akan diterangi dengan cahaya ilahiyah, lidahnya akan selalu terhiasi dengan perkataan-perkataan yang mulia, seperti zikir dan lain-lainya, anggota tubuh menjadi indah dan segar sehingga ia mencapai tingkat kemanusian yang tinggi, dan akhirnya mencapai kebahagiaan dalam arti seluas-luasnya.
· Ibadah membentuk sifat amanah.
· Ibadah menciptakan kegembiraan dan suka cita.
· Ibadah mengeluarkan manusia dari alam kesusahan ke alam kesenangan, dari alam gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang. Dan ia mengeluarkan manusia dari kesulitan, memberikan jalan keluar dan pemecahan dari kesulitan tersebut.
Allah berfirman : "Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menunjukkan baginya jalan keluar, dan memberikannya rizqi yang tidak tidak disangka-sangka." (Ath-Thalaaq: 2-3)
Akhirnya, marilah kita renungkan firman Allah :
"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (Al-Hijr: 98-99)
Ketika Allah SWT memerintahkan Ummahatul Mukminin untuk berdiam di rumah mereka, Allah gandengkan perintah tersebut dengan perintah beribadah. Allah berfirman :
“Dan tetaplah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyyah yang terdahulu, tegaklah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Ahzab: 33)
Dengan menegakkan ibadah kepada Allah SWT ini, akan sangat membantu seorang wanita untuk melaksanakan perannya dalam rumah tangga. Dan dengan ia melaksanakan ibadah disertai kekhusyuan dan ketenangan yang sempurna akan memberi dampak positif kepada orang-orang yang ada di dalam rumahnya, baik itu anak-anaknya ataupun selain mereka.
· Tujuan utama diciptakannya jin dan manusia
Ibadah adalah merupakan hakikat tujuan penciptaan manusia dan jin, sebagimana yang tercantum dalam Al-Qur'an : "Tiada Aku ciptakan jin dan manusia, hanyalah supaya supaya mereka beribadah, mengabdi, berbakti kepadaKu."(QS. Adzdzaariyaat: 56)
· Tujuan dakwah para nabi dan rasul
Diantara tujuan asasi dari dakwah para nabi dan rasul adalah menyeru hamba-hamba Allah (kaumnya) untuk beribadah Allah, mengajak mereka untuk kembali kepada tauhid dan mengabdikan diri kepada Yang Maha Esa.
Allah berfirman bahwa sebelum nabi Muhammad diutus telah datang para nabi dan rasul yang memberikan peringatan dan mengajak mereka untuk beribadah kepada-Nya. “ Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".
Nabi Nuh misalnya diutus oleh Allah untuk mengajak kaumnya untuk bertaqwa kepada Allah dan menyembah-Nya. Allah berfirman : “ Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih",Nuh berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya Aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku.” (Nuh : 1-3) dan kisah-kisah nabi lainnya.
Beberapa dimensi ibadah :
1. Banyak sujud kepada Allah
Wanita muslimah harus mendirikan shalat lima waktu tepat pada waktunya. Tidak melalaikan waktu-waktu shalat tersebut karena disibukkan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, atau tugas sebagai ibu dan istri. Sebab shalat merupakan tiang agama, siapa yang menegakkannya berarti dia menegakkan agama, dan siapa yang meninggalkan-nya berarti dia telah merobohkan agama. Shalat merupakan amal yang paling utama.
عن عبد الله بن مسعود قال: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud ra dia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW apakah amal yang paling utama?” Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” Aku bertanya, kemudian apa lagi? Beliau menjawab, ” Berbakti kepada orang tua.” Aku bertanya, kemudian apa lagi? Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” (Muttafaq Alaih).
Wanita muslimah yang taat tidak merasa cukup hanya melaksanakan shalat wajib lima waktu, tetapi juga melaksanakan shalat-shalat sunnah rawatib dan nawafil (sunnah secara mutlak), bersujud menghadap Allah sesuai dengan kesempatan dan kesanggupannya, seperti shalat dhuha dan shalat tahajud. Sebab shalat-shalat sunah ini dapat mendekatkan hamba kepada Rabb -nya, mendatangkan kecintaan Allah dan ridhaNya, menjadikannya termasuk orang-orang yang shalih, taat dan beruntung.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
Sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadist qudsy Allah berfirman: “Barangsiapa yang memusuhi seorang pemimpin untukku, maka Aku telah membolehkannya untuk memeranginya, dan hambaku senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan melaksanakan shalat-shalat nafilah hingga Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya, dengannya dia mendengar, Aku menjadi penglihatannya, dengannya dia melihat, Aku menjadi tangannya, dengannya dia bertindak, Aku menjadi kakinya, dengannya dia berjalan. Jika dia memohon kepadaKu maka Aku benar-benar akan memberinya dan Jika dia meminta perlindungan kepadaKu maka Aku benar-benar akan melindunginya”. (HR.Al-Bukhari).
Dan hal-hal lain yang merupakan kewajiban seorang wanita muslimah, dan jangan lupa memohon taufik kepada Allah untuk merealisasikan semua itu!
2. Banyak dzikir kepada Allah
Dzikir adalah amalan yang mudah, setiap orang mampu melakukannya, baik orang kaya maupun miskin, orang yang berilmu maupun jahil, orang merdeka atau budak, laki-laki maupun wanita, besar ataupun kecil.
Bagi Wanita muslimah, hendaknya berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan, dan menjadikan dzikir sebagai amalan yang mengisi hari-harinya, karena merupakan amalan yang amat mudah dilakukan, kapan saja dan dimana saja, dalam keadaan bersuci atau berhadats, saat haidh, nifas dan kondisi lainnya.
Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang hari”. (Al-Ahzab : 41)
Dalam ayat diatas Allah SWT memerintahkan kepada orang beriman –laki-laki dan wanita- untuk banyak bezikir kepada-Nya; Hal ini karena pada hakikatnya seorang hamba memang sangat perlu berzikir mengingat Allah. Bahkan merupakan kebutuhan yang sangat urgen. Ada sebuah perumpamaan bagi orang yang selalu berzikir: Orang yang berzikir seperti orang yang dikejar musuh dan segeralah ia berlindung di sebuah benteng yang kokoh, sehingga berhasil menyelamatkan diri dari ancaman musuh. Orang yang selalu berzikir insya Allah aman dari gangguan syetan dan dijaga dari mengikuti hawa nafsu yang tidak baik.
Pengertian zikir disini bisa berarti mengingat Allah SWT dengan banyak menyebut nama-Nya, baik secara lisan maupun di dalam hati. Seperti banyak menyebut Subhanallah wabi hamdihi subhanallah hil ‘azim dua kalimat ini kata Rasulullah merupakan kalimat yang ringan di ucapkan oleh lisan tapi sangat memberatkan di timbangan dan sangat begitu dicintai oleh Allah.
Sebagaimana Nabi bersabda:
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ فِي الِّلسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ مَحْبُوْبَتَانِ إِلىَ الرَّحْمَنِ : سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ العَظِيْمِ
“Dua kalimat yang begitu ringan diucapkan lisan dan sangat berat ditimbangan serta dangat disukai oleh Allah SWT yang Maha Pengasih, adalah Subhanallah wabihamdihi subhanallah hil adzim”.
Dan berzikir bisa berarti mengingat Allah dalam berbagai keadaan, bagaimanapun keadaannya ia tetap mengingat Allah. Ia selalu merasa dilihat dan diawasi segala gerak geriknya oleh Allah. Sehingga dimanapun berada ia tidak berani melakukan hal yang dilarang oleh Allah.
Ibadah zikir juga mempunyai beberapa keutamaan diantaranya: Allah akan menemtramkan hati orang yang selalu berzikir. Sebagaiman Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’ad ayat 28 :
“Ketahuilah bahwasanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tentram” (Ar-Ra’ad : 28)
3. Tilawah Al-Quran disertai tadabbur
Pada dasarnya Al-Quran diturunkan kepada Manusia memiliki dua fungsi, seperti yang disebutkan dalam firman Allah :
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”. (Shad : 29)
· Ditadabburkan, (dibaca dan difahami)
· Dijadikan pelajaran (dihafal dan diamalkan)
Namun dalam kenyataannya kadang seorang manusia –saya, anda dan kita- jauh dari melakukan dua hal diatas, kecuali membaca dan membaca. Kurang dari melakukan interaksi yang baik terhadap Al-Quran yang menjadi sumber rujukan, hukum, petunjuk, dan pelita kehidupan baik dunia ataupun akhirat.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ تَعَالَى يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Rasulullah SAW bersabda : "Orang-orang yang berkumpul di masjid dan membaca Al Qur'an, maka kepada mereka Allah akan menurunkan ketenangan batin dan limpahan rahmat, dan dilindungi para malaikat serta Allah selalu memujinya pada siapa ada disisi-Nya' (HR Muslim).
b. Ibadah itu harus dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.
Satu syarat saja tidak diterima Allah, sampai betul memenuhi kedua persyaratan itu.
Allah SWT berfirman :
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Al-Mulk : 2),
Dan Allah berfirman :
“Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Al-Kahfi : 110)
Salah satu sikap yang harus dimunculkan pada diri seorang muslim adalah sikap tunduk dan patuh serta taat kepada Allah, menjunjung tinggi perintah-Nya, menghormati aturan-aturan-Nya di atas segala-galanya sebagai wujud rasa kehambaan kepada-Nya. Maka langkah pertama menyampaikan kepada ketundukan dan totalitas yang sempurna adalah menanamkan iman kepada Allah SWT kedalam hati, menghujamkan keyakainan yang kuat kedalam sanubari. Bahwa Allah adalah pencipta manusia, Dia lebih tahu seluk beluk manusia, Dia Maha mengetahui apa yang baik bagi manusia dan apa yang tidak baik. Rasa iman ini harus dibuktikan melalui kesiapan mengemban kewajiban yang telah diwajibkan Allah kepada manusia berupa syariat Islam,serta melaksanakannya dengan tulus ikhlas. Maka dalam hal ini ia tidak segan-segan berkata :
"Ya Tuhan kami, sungguh telah mendengar himbauan penyeru yang mengajak; "Berimanlah kamu kepada Tuhan kamu! "Maka kamipun beriman." (Q.S. Ali Imran :193)
Pengakuan seseorang bahwa ia telah beriman dan berislam tidak cukup untuk membuktikan ia seorang mu'min atau muslim sejati, akan tetapi iman dan islam membutuhkan pembuktian yang lebih kongkrit dan mendalam. Tak cukup tersimpan dalam jiwa dan hati saja, sebab Iman dan Islam adalah amalan lahir bathin. Maka dalam membuktikannya seseorang harus melaksanakan ibadah-ibadah yang telah diwajibkan Allah, baik dengan anggota tubuh, tenaga, harta dan jiwa. Karena iman yang tidak dibuktikan secara kongkrit, akan menjadikan orang diam seribu bahasa, menyeret orang menjadi jumud dan beku, duduk berpangku tangan, lalu menjauhkan diri ketempat yang sepi, dengan anggapan demi memelihara hati dan jiwa. Padahal sedikitpun pengakuannya itu tidak pernah terbukti.
Para ulama menyimpulkan bahwa efek positif ibadah yang dilaksanakan oleh seorang hamba akan menumbuhkan tiga hal dalam kehidupan manusia:
Ibadah membentuk manusia sempurna, dengan ibadah-ibadah yang dilakukan, maka hati nurani manusia akan diterangi dengan cahaya ilahiyah, lidahnya akan selalu terhiasi dengan perkataan-perkataan yang mulia, seperti zikir dan lain-lainya, anggota tubuh menjadi indah dan segar sehingga ia mencapai tingkat kemanusian yang tinggi, dan akhirnya mencapai kebahagiaan dalam arti seluas-luasnya.
· Ibadah membentuk sifat amanah.
· Ibadah menciptakan kegembiraan dan suka cita.
· Ibadah mengeluarkan manusia dari alam kesusahan ke alam kesenangan, dari alam gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang. Dan ia mengeluarkan manusia dari kesulitan, memberikan jalan keluar dan pemecahan dari kesulitan tersebut.
Allah berfirman : "Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menunjukkan baginya jalan keluar, dan memberikannya rizqi yang tidak tidak disangka-sangka." (Ath-Thalaaq: 2-3)
Akhirnya, marilah kita renungkan firman Allah :
"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (Al-Hijr: 98-99)
Ketika Allah SWT memerintahkan Ummahatul Mukminin untuk berdiam di rumah mereka, Allah gandengkan perintah tersebut dengan perintah beribadah. Allah berfirman :
“Dan tetaplah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyyah yang terdahulu, tegaklah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Ahzab: 33)
Dengan menegakkan ibadah kepada Allah SWT ini, akan sangat membantu seorang wanita untuk melaksanakan perannya dalam rumah tangga. Dan dengan ia melaksanakan ibadah disertai kekhusyuan dan ketenangan yang sempurna akan memberi dampak positif kepada orang-orang yang ada di dalam rumahnya, baik itu anak-anaknya ataupun selain mereka.
· Tujuan utama diciptakannya jin dan manusia
Ibadah adalah merupakan hakikat tujuan penciptaan manusia dan jin, sebagimana yang tercantum dalam Al-Qur'an : "Tiada Aku ciptakan jin dan manusia, hanyalah supaya supaya mereka beribadah, mengabdi, berbakti kepadaKu."(QS. Adzdzaariyaat: 56)
· Tujuan dakwah para nabi dan rasul
Diantara tujuan asasi dari dakwah para nabi dan rasul adalah menyeru hamba-hamba Allah (kaumnya) untuk beribadah Allah, mengajak mereka untuk kembali kepada tauhid dan mengabdikan diri kepada Yang Maha Esa.
Allah berfirman bahwa sebelum nabi Muhammad diutus telah datang para nabi dan rasul yang memberikan peringatan dan mengajak mereka untuk beribadah kepada-Nya. “ Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".
Nabi Nuh misalnya diutus oleh Allah untuk mengajak kaumnya untuk bertaqwa kepada Allah dan menyembah-Nya. Allah berfirman : “ Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih",Nuh berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya Aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku.” (Nuh : 1-3) dan kisah-kisah nabi lainnya.
Beberapa dimensi ibadah :
1. Banyak sujud kepada Allah
Wanita muslimah harus mendirikan shalat lima waktu tepat pada waktunya. Tidak melalaikan waktu-waktu shalat tersebut karena disibukkan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, atau tugas sebagai ibu dan istri. Sebab shalat merupakan tiang agama, siapa yang menegakkannya berarti dia menegakkan agama, dan siapa yang meninggalkan-nya berarti dia telah merobohkan agama. Shalat merupakan amal yang paling utama.
عن عبد الله بن مسعود قال: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud ra dia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW apakah amal yang paling utama?” Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” Aku bertanya, kemudian apa lagi? Beliau menjawab, ” Berbakti kepada orang tua.” Aku bertanya, kemudian apa lagi? Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” (Muttafaq Alaih).
Wanita muslimah yang taat tidak merasa cukup hanya melaksanakan shalat wajib lima waktu, tetapi juga melaksanakan shalat-shalat sunnah rawatib dan nawafil (sunnah secara mutlak), bersujud menghadap Allah sesuai dengan kesempatan dan kesanggupannya, seperti shalat dhuha dan shalat tahajud. Sebab shalat-shalat sunah ini dapat mendekatkan hamba kepada Rabb -nya, mendatangkan kecintaan Allah dan ridhaNya, menjadikannya termasuk orang-orang yang shalih, taat dan beruntung.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
Sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadist qudsy Allah berfirman: “Barangsiapa yang memusuhi seorang pemimpin untukku, maka Aku telah membolehkannya untuk memeranginya, dan hambaku senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan melaksanakan shalat-shalat nafilah hingga Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya, dengannya dia mendengar, Aku menjadi penglihatannya, dengannya dia melihat, Aku menjadi tangannya, dengannya dia bertindak, Aku menjadi kakinya, dengannya dia berjalan. Jika dia memohon kepadaKu maka Aku benar-benar akan memberinya dan Jika dia meminta perlindungan kepadaKu maka Aku benar-benar akan melindunginya”. (HR.Al-Bukhari).
Dan hal-hal lain yang merupakan kewajiban seorang wanita muslimah, dan jangan lupa memohon taufik kepada Allah untuk merealisasikan semua itu!
2. Banyak dzikir kepada Allah
Dzikir adalah amalan yang mudah, setiap orang mampu melakukannya, baik orang kaya maupun miskin, orang yang berilmu maupun jahil, orang merdeka atau budak, laki-laki maupun wanita, besar ataupun kecil.
Bagi Wanita muslimah, hendaknya berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan, dan menjadikan dzikir sebagai amalan yang mengisi hari-harinya, karena merupakan amalan yang amat mudah dilakukan, kapan saja dan dimana saja, dalam keadaan bersuci atau berhadats, saat haidh, nifas dan kondisi lainnya.
Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang hari”. (Al-Ahzab : 41)
Dalam ayat diatas Allah SWT memerintahkan kepada orang beriman –laki-laki dan wanita- untuk banyak bezikir kepada-Nya; Hal ini karena pada hakikatnya seorang hamba memang sangat perlu berzikir mengingat Allah. Bahkan merupakan kebutuhan yang sangat urgen. Ada sebuah perumpamaan bagi orang yang selalu berzikir: Orang yang berzikir seperti orang yang dikejar musuh dan segeralah ia berlindung di sebuah benteng yang kokoh, sehingga berhasil menyelamatkan diri dari ancaman musuh. Orang yang selalu berzikir insya Allah aman dari gangguan syetan dan dijaga dari mengikuti hawa nafsu yang tidak baik.
Pengertian zikir disini bisa berarti mengingat Allah SWT dengan banyak menyebut nama-Nya, baik secara lisan maupun di dalam hati. Seperti banyak menyebut Subhanallah wabi hamdihi subhanallah hil ‘azim dua kalimat ini kata Rasulullah merupakan kalimat yang ringan di ucapkan oleh lisan tapi sangat memberatkan di timbangan dan sangat begitu dicintai oleh Allah.
Sebagaimana Nabi bersabda:
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ فِي الِّلسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ مَحْبُوْبَتَانِ إِلىَ الرَّحْمَنِ : سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ العَظِيْمِ
“Dua kalimat yang begitu ringan diucapkan lisan dan sangat berat ditimbangan serta dangat disukai oleh Allah SWT yang Maha Pengasih, adalah Subhanallah wabihamdihi subhanallah hil adzim”.
Dan berzikir bisa berarti mengingat Allah dalam berbagai keadaan, bagaimanapun keadaannya ia tetap mengingat Allah. Ia selalu merasa dilihat dan diawasi segala gerak geriknya oleh Allah. Sehingga dimanapun berada ia tidak berani melakukan hal yang dilarang oleh Allah.
Ibadah zikir juga mempunyai beberapa keutamaan diantaranya: Allah akan menemtramkan hati orang yang selalu berzikir. Sebagaiman Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’ad ayat 28 :
“Ketahuilah bahwasanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tentram” (Ar-Ra’ad : 28)
3. Tilawah Al-Quran disertai tadabbur
Pada dasarnya Al-Quran diturunkan kepada Manusia memiliki dua fungsi, seperti yang disebutkan dalam firman Allah :
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”. (Shad : 29)
· Ditadabburkan, (dibaca dan difahami)
· Dijadikan pelajaran (dihafal dan diamalkan)
Namun dalam kenyataannya kadang seorang manusia –saya, anda dan kita- jauh dari melakukan dua hal diatas, kecuali membaca dan membaca. Kurang dari melakukan interaksi yang baik terhadap Al-Quran yang menjadi sumber rujukan, hukum, petunjuk, dan pelita kehidupan baik dunia ataupun akhirat.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ تَعَالَى يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Rasulullah SAW bersabda : "Orang-orang yang berkumpul di masjid dan membaca Al Qur'an, maka kepada mereka Allah akan menurunkan ketenangan batin dan limpahan rahmat, dan dilindungi para malaikat serta Allah selalu memujinya pada siapa ada disisi-Nya' (HR Muslim).
Sebagian orang mengartikan tadarus dengan membaca Al Qur'an secara patungan (secara bergiliran). Kendatipun ada manfaatnya seperti yang disebutkan dalam hadits :
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ : مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلَهُ بِكُلِّ آيَةٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ، لاَ أَقُوْلُ الم عَشْرٌ ، وَلَكِنْ أَلِفْ ، وَلاَم ، وَمِيْم ثَلاَثُوْنَ حَسَنَةً
"Barangsiapa membaca satu huruf Al Qur'an, maka pahala untuknya sepuluh kali lipat kebaikan, saya tidak katakana alif lam mim huruf, namun alif, lam dan mim 30 kabaikan "(HR Tirmidzi).
Namun, membaca dalam konteks hadits di atas, tidak perlu diartikan secara harfiah. Ketenangan batin dan limpahan rahmat akan mungkin lebih bisa dicapai bila tadarusan diartikan dengan mempelajari, menelaah, dan menikmati Al Qur'an. Sudah saatnya kita tidak lagi mengandalkan "pengaruh psikologi magnetis" dalam membaca Al Qur'an (tanpa mengetahui maknanya). Karena bagi kita sudah saatnya untuk mendapatkan arti limpahan rahmat tersebut dari telaah kandungan isi Al Qur'an.
Bagi wanita shalihah tidaklah seperti yang dicontoh diatas, namun dirinya memahami betul akan kewajibannya terhadap Al-Quran, menjadikannya sebagai wirid harian dalam hidupnya, minimal dalam sebulan dapat menghatamkan Al-Quran satu kali.
4. Do’a dan munajat
Wanita muslimah selalu mendekatkan diri kepada Allah dan hatinya selalu bergantung kepada-Nya, memohon doa dan bermunajat hanya kepada Allah. Do’a merupakan permohonan seorang hamba kepada Allah SWT dan merupakan ibadah yang sangat penting, sebagaimana Allah SWT berfirman :
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (tidak mau berdo’a) akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.” (Q.S. Al-Mu;min: 60)
Nabi saw juga bersabda :
الدُّعَاءُ مُخُّ العِبَادَةِ
“Do’a itu otak (inti) ibadah”
Dan wanita yang suka berdoa, memohon kepada Allah SWT menjadi pertanda kerendahan hatinya, pengakuan bahwa hanya Allah Yang Maha Kuasa dan Berkehendak, pemberi rizki, pemberi kehidupan dan hidayah serta berbagai kenikmatan lainnya, sedangkan dirinya adalah hamba yang lemah, yang mengharap petunjuk dan pertolongan dari-Nya. Oleh karena itu Allah menyebutkan somnong orang yang tidak mau berdoa kepada-Nya dan mengancamnya akan dimasukkan kedalam neraka jahannam dalamkeadaan hina dina.
Dan Doa wanita lebih makbul daripada lelaki karena sifat penyayangnya yang lebih kuat dari lelaki.
5. Shodaqoh dan infaq
Sedekah yang paling utama adalah sedekah pada bulan Ramadhan (HR. Tirmidzi)
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ : مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلَهُ بِكُلِّ آيَةٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ، لاَ أَقُوْلُ الم عَشْرٌ ، وَلَكِنْ أَلِفْ ، وَلاَم ، وَمِيْم ثَلاَثُوْنَ حَسَنَةً
"Barangsiapa membaca satu huruf Al Qur'an, maka pahala untuknya sepuluh kali lipat kebaikan, saya tidak katakana alif lam mim huruf, namun alif, lam dan mim 30 kabaikan "(HR Tirmidzi).
Namun, membaca dalam konteks hadits di atas, tidak perlu diartikan secara harfiah. Ketenangan batin dan limpahan rahmat akan mungkin lebih bisa dicapai bila tadarusan diartikan dengan mempelajari, menelaah, dan menikmati Al Qur'an. Sudah saatnya kita tidak lagi mengandalkan "pengaruh psikologi magnetis" dalam membaca Al Qur'an (tanpa mengetahui maknanya). Karena bagi kita sudah saatnya untuk mendapatkan arti limpahan rahmat tersebut dari telaah kandungan isi Al Qur'an.
Bagi wanita shalihah tidaklah seperti yang dicontoh diatas, namun dirinya memahami betul akan kewajibannya terhadap Al-Quran, menjadikannya sebagai wirid harian dalam hidupnya, minimal dalam sebulan dapat menghatamkan Al-Quran satu kali.
4. Do’a dan munajat
Wanita muslimah selalu mendekatkan diri kepada Allah dan hatinya selalu bergantung kepada-Nya, memohon doa dan bermunajat hanya kepada Allah. Do’a merupakan permohonan seorang hamba kepada Allah SWT dan merupakan ibadah yang sangat penting, sebagaimana Allah SWT berfirman :
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (tidak mau berdo’a) akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.” (Q.S. Al-Mu;min: 60)
Nabi saw juga bersabda :
الدُّعَاءُ مُخُّ العِبَادَةِ
“Do’a itu otak (inti) ibadah”
Dan wanita yang suka berdoa, memohon kepada Allah SWT menjadi pertanda kerendahan hatinya, pengakuan bahwa hanya Allah Yang Maha Kuasa dan Berkehendak, pemberi rizki, pemberi kehidupan dan hidayah serta berbagai kenikmatan lainnya, sedangkan dirinya adalah hamba yang lemah, yang mengharap petunjuk dan pertolongan dari-Nya. Oleh karena itu Allah menyebutkan somnong orang yang tidak mau berdoa kepada-Nya dan mengancamnya akan dimasukkan kedalam neraka jahannam dalamkeadaan hina dina.
Dan Doa wanita lebih makbul daripada lelaki karena sifat penyayangnya yang lebih kuat dari lelaki.
5. Shodaqoh dan infaq
Sedekah yang paling utama adalah sedekah pada bulan Ramadhan (HR. Tirmidzi)
Wanita shalihah adalah wanita yang pandai menggunakan uangnya untuk kebaikan dan kemaslahatan yang panjang, terutama dengan selalu bersedekah dan berinfak di jalan Allah SWT.
Aisyah ra, ummul mukminin adalah sosok wanita yang dermawan dan suka bersedekah dari harta yang dimilikinya, pernah suatu ketika beliau diberi hadiah berupa uang sebesar 200 dinar (dalam riwayat lain 100 dinar), namun beliau segera menginfakkan seluruh uangnya di jalan Allah tanpa ada tersisa sedikitpun.
6. Puasa sunnah
Wanita yang shalihah juga pandai membagi waktunya dalam beribadah, menjaganya agar tidak terbuang sia-sia, termasuk dengan berusaha melakukan ibadah puasa sunnah jika suaminya mengijinkannya. Karena puasa sunnah yang dilakukan oleh wanita shalihah harus meminta izin terlebih dahulu, apalagi jika suami sedang berada dirumahnya.
Puasa sunnah adalah puasa yang dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan diwajibkan tetapi hanya disunnahkan yang apabila dikerjakan mendapat pahala jika ditinggalkan tidak apa-apa.
Adapun yang termasuk puasa sunnah diantaranya :
§ Puasa sehari dan berbuka sehari. (atau yang dikenal dengan puasa sunnah nabi Daud) Maksudnya puasa yang diseling, sehari mengerjakan puasa dan sehari tidak, dikerjakan terus menerus.
§ Puasa pada awal bulan Dzulhijjah. Yaitu puasa dari tanggal satu sampai tanggal sembilan bulan dzulhijjah. Termasuk dalam hari tersebut adalah hari puasa Arafah tanggal 9 dzulhijjah yang mana ganjarannya sangat besar disisi Allah. Puasa hari Arafah.
§ Puasa Muharram.
§ Puasa hari ke 9 dan 10 bulan Muharram (Tasu’a dan Asyura).
§ Puasa pada hari senin dan Kamis.
§ Puasa tiga hari pada setiap bulan Qomariyah.
§ Puasa enam hari pada bulan Syawal.
7. Mencari rizki halal dan toyyib
Diantara ciri wanita shlihah adalah mencari rizki halal, baik dengan mencarinya melalui tangannya senduri atau dengan member wasiat kepada suaminya (jika sudah bersuami) untuk mencari rizki yang halal dan toyyib: Allah SWT berfirman "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling makan harta kamu dengan tidak sah, kecuali dengan cara perdagangan atsa dasar suka sama suka. janganlah kamu membunuh (menghancurkan) diri sendiri, Allah sungguh Maha Pengasih kepada kamu. Dan barang siapa melakukannya dengan melanggar hukum dan tidak adil, akan Kami lemparkan ke dalam api neraka. Dan yang demikian bagi Allah mudah sekali" (An-Nisa: 29-30).
Ayat di atas hanya mengimbau orang-orang yang beriman. Mengapa tidak kepada semua orang? Karena Allah Maha Tahu, yang akan percaya merenungkan dan mengamalkan Alquran hanya orang yang beriman. Maka Hanya sekali-sekali saja Alquran mengimbau seluruh manusia.
"Janganlah kamu saling makan harta kamu dengan tidak sah". Karena dalam perekonomian mustahil bisa berjalan sendiri, maka tiap pelaksanaan kegiatan ekonomi pada dasarnya dilakukan lebih dari satu orang atau membutuhkan banyak pihak, Pedagang membutuhkan pembeli dan begitu sebaliknya.
Dalam ayat di atas terdapat kata batil, yang secara harfiah mempunyai makna sia-sia atau merugi. Tapi yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah melakukan kegiatan ekonomi yang menyimpang, baik dari tuntunan syariat maupun dari perundang-undangan. Jadi bisa dikatakan bahwa segala kegiatan perekonomian yang menyimpang dari tuntunan syariat dan perundang-undangan yang berlaku atau aturan-aturan yang telah ditetapkan termasuk dalam kategori batil
Alquran tidak melarang kegiatan ekonomi di antara sesama manusia, khususnya orang-orang yang beriman, karena dalam kehidupan ini manusia membutuhkan makan, minum, dan segala kebutuhan hidup lainya. Kegiatan perekonomian ini tidak dilarang, tetapi dianjurkan. Bahkan ada sebuah hadits mengecam orang yang bermalas-malasan.
Islam mengajarkan bahwa dalam melaksanakan perekonomian harus didasarkan pada prinsip-prinsip:
1. Suka sama suka, penjual merasa puas karena barang-barang dagangannya laku terjual, begitupun pembeli merasa puas karena barang yang dibelinya berkualitas tinggi dan bermanfaat.
2. Usaha ekonomi harus mencerminkan unsur keadilan antara kedua belah pihak. Jangan sampai salah satu pihak merasakan ketidakadilan.
3. Asas Manfaat, tingkah laku dalam usaha perekonomian harus melahirkan manfaat bagi kehidupan manusia. Maka barang-barang yang membawa madharat dan dampak negatif bagi kehidupan manusia dilarang diperjualbelikan oleh agama, seperti: minuman keras, obat-obatan terlarang dan sebagainya, karena tidak mempunyai nilai guna.
Dalam kehidupan, bahwa makanan dan minuman yang masuk kedalam perut atau yang dikonsumsi akan berpengaruh pada baik tidaknya perkembangan fisik maupun jiwa orang yang memakan harta itu.
3. Menghiasi diri dengan akhlak karimah: yaitu merupakan gerak reflek yang menghasilkan perbuatan dan perkataan tanpa melalui difikir lebih dahulu.
Kita memahami bahwa Allah tidak memandang paras rupa (kecantikan) seseorang namun akhlak yang mulia yang menjadi nilai yang agung disisi-Nya. Akhlak mulia dan sempurna menjadi pakaian yang kekal manakala kecantikan akan luntur dimakan usia. Tetapi jika kecantikan ini dapat disepadankan dengan akhlak yang mulia sudah tentu ia adalah pilihan utama setiap insan.
Untuk melahirkan wanita yang berakhlak baik perlulah dididik dan diasuh dengan nilai-nilai yang begitu rupa agar meninggikan lagi taraf kamanusian dan sekaligus membedakannya dengan sifat kehewanan.
Isteri yang berakhlak mulia dengan mudah dapat memahami akan bentuk-bentuk pakaian yang harus dikenakan pada tubuhnya dalam keadaan tertentu; dapat mengawal perkataan-perkataan yang ma’ruf ketika berbicara dan mengetahui akan batas-batas bergaul sesama teman, suami, keluarga dan juga saudara-saudara yang lainnya.
Di samping itu segala tindakannya mempunyai perbedaan dengan wanita yang tidak soleh. Ia tidak gemar membeli tanpa izin suaminya. Juga tidak bertindak menggunakan harta dan uang suami tanpa seizinnya. Sekiranya tidak mencukupi maka dia mengambilnya secara yang ma’ruf sebagaimana yang dilakukan oleh isteri Abu Sufian; Rasulullah menasihatkan agar mengambil dengan ma’ruf dan sesuai kebutuhan. Isteri yang soleh juga akan mudah mengawal harta benda suami ketika tidak berada dirumah.
Definisi Akhlaq
Beberapa definisi akhlaq antara lain adalah :
Aisyah ra, ummul mukminin adalah sosok wanita yang dermawan dan suka bersedekah dari harta yang dimilikinya, pernah suatu ketika beliau diberi hadiah berupa uang sebesar 200 dinar (dalam riwayat lain 100 dinar), namun beliau segera menginfakkan seluruh uangnya di jalan Allah tanpa ada tersisa sedikitpun.
6. Puasa sunnah
Wanita yang shalihah juga pandai membagi waktunya dalam beribadah, menjaganya agar tidak terbuang sia-sia, termasuk dengan berusaha melakukan ibadah puasa sunnah jika suaminya mengijinkannya. Karena puasa sunnah yang dilakukan oleh wanita shalihah harus meminta izin terlebih dahulu, apalagi jika suami sedang berada dirumahnya.
Puasa sunnah adalah puasa yang dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan diwajibkan tetapi hanya disunnahkan yang apabila dikerjakan mendapat pahala jika ditinggalkan tidak apa-apa.
Adapun yang termasuk puasa sunnah diantaranya :
§ Puasa sehari dan berbuka sehari. (atau yang dikenal dengan puasa sunnah nabi Daud) Maksudnya puasa yang diseling, sehari mengerjakan puasa dan sehari tidak, dikerjakan terus menerus.
§ Puasa pada awal bulan Dzulhijjah. Yaitu puasa dari tanggal satu sampai tanggal sembilan bulan dzulhijjah. Termasuk dalam hari tersebut adalah hari puasa Arafah tanggal 9 dzulhijjah yang mana ganjarannya sangat besar disisi Allah. Puasa hari Arafah.
§ Puasa Muharram.
§ Puasa hari ke 9 dan 10 bulan Muharram (Tasu’a dan Asyura).
§ Puasa pada hari senin dan Kamis.
§ Puasa tiga hari pada setiap bulan Qomariyah.
§ Puasa enam hari pada bulan Syawal.
7. Mencari rizki halal dan toyyib
Diantara ciri wanita shlihah adalah mencari rizki halal, baik dengan mencarinya melalui tangannya senduri atau dengan member wasiat kepada suaminya (jika sudah bersuami) untuk mencari rizki yang halal dan toyyib: Allah SWT berfirman "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling makan harta kamu dengan tidak sah, kecuali dengan cara perdagangan atsa dasar suka sama suka. janganlah kamu membunuh (menghancurkan) diri sendiri, Allah sungguh Maha Pengasih kepada kamu. Dan barang siapa melakukannya dengan melanggar hukum dan tidak adil, akan Kami lemparkan ke dalam api neraka. Dan yang demikian bagi Allah mudah sekali" (An-Nisa: 29-30).
Ayat di atas hanya mengimbau orang-orang yang beriman. Mengapa tidak kepada semua orang? Karena Allah Maha Tahu, yang akan percaya merenungkan dan mengamalkan Alquran hanya orang yang beriman. Maka Hanya sekali-sekali saja Alquran mengimbau seluruh manusia.
"Janganlah kamu saling makan harta kamu dengan tidak sah". Karena dalam perekonomian mustahil bisa berjalan sendiri, maka tiap pelaksanaan kegiatan ekonomi pada dasarnya dilakukan lebih dari satu orang atau membutuhkan banyak pihak, Pedagang membutuhkan pembeli dan begitu sebaliknya.
Dalam ayat di atas terdapat kata batil, yang secara harfiah mempunyai makna sia-sia atau merugi. Tapi yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah melakukan kegiatan ekonomi yang menyimpang, baik dari tuntunan syariat maupun dari perundang-undangan. Jadi bisa dikatakan bahwa segala kegiatan perekonomian yang menyimpang dari tuntunan syariat dan perundang-undangan yang berlaku atau aturan-aturan yang telah ditetapkan termasuk dalam kategori batil
Alquran tidak melarang kegiatan ekonomi di antara sesama manusia, khususnya orang-orang yang beriman, karena dalam kehidupan ini manusia membutuhkan makan, minum, dan segala kebutuhan hidup lainya. Kegiatan perekonomian ini tidak dilarang, tetapi dianjurkan. Bahkan ada sebuah hadits mengecam orang yang bermalas-malasan.
Islam mengajarkan bahwa dalam melaksanakan perekonomian harus didasarkan pada prinsip-prinsip:
1. Suka sama suka, penjual merasa puas karena barang-barang dagangannya laku terjual, begitupun pembeli merasa puas karena barang yang dibelinya berkualitas tinggi dan bermanfaat.
2. Usaha ekonomi harus mencerminkan unsur keadilan antara kedua belah pihak. Jangan sampai salah satu pihak merasakan ketidakadilan.
3. Asas Manfaat, tingkah laku dalam usaha perekonomian harus melahirkan manfaat bagi kehidupan manusia. Maka barang-barang yang membawa madharat dan dampak negatif bagi kehidupan manusia dilarang diperjualbelikan oleh agama, seperti: minuman keras, obat-obatan terlarang dan sebagainya, karena tidak mempunyai nilai guna.
Dalam kehidupan, bahwa makanan dan minuman yang masuk kedalam perut atau yang dikonsumsi akan berpengaruh pada baik tidaknya perkembangan fisik maupun jiwa orang yang memakan harta itu.
3. Menghiasi diri dengan akhlak karimah: yaitu merupakan gerak reflek yang menghasilkan perbuatan dan perkataan tanpa melalui difikir lebih dahulu.
Kita memahami bahwa Allah tidak memandang paras rupa (kecantikan) seseorang namun akhlak yang mulia yang menjadi nilai yang agung disisi-Nya. Akhlak mulia dan sempurna menjadi pakaian yang kekal manakala kecantikan akan luntur dimakan usia. Tetapi jika kecantikan ini dapat disepadankan dengan akhlak yang mulia sudah tentu ia adalah pilihan utama setiap insan.
Untuk melahirkan wanita yang berakhlak baik perlulah dididik dan diasuh dengan nilai-nilai yang begitu rupa agar meninggikan lagi taraf kamanusian dan sekaligus membedakannya dengan sifat kehewanan.
Isteri yang berakhlak mulia dengan mudah dapat memahami akan bentuk-bentuk pakaian yang harus dikenakan pada tubuhnya dalam keadaan tertentu; dapat mengawal perkataan-perkataan yang ma’ruf ketika berbicara dan mengetahui akan batas-batas bergaul sesama teman, suami, keluarga dan juga saudara-saudara yang lainnya.
Di samping itu segala tindakannya mempunyai perbedaan dengan wanita yang tidak soleh. Ia tidak gemar membeli tanpa izin suaminya. Juga tidak bertindak menggunakan harta dan uang suami tanpa seizinnya. Sekiranya tidak mencukupi maka dia mengambilnya secara yang ma’ruf sebagaimana yang dilakukan oleh isteri Abu Sufian; Rasulullah menasihatkan agar mengambil dengan ma’ruf dan sesuai kebutuhan. Isteri yang soleh juga akan mudah mengawal harta benda suami ketika tidak berada dirumah.
Definisi Akhlaq
Beberapa definisi akhlaq antara lain adalah :
Menurut Ibnu Abbas ra ketika menafsirkan firman Allah SWTa dalam surat Al Qolam ayat 4 yang terjemahannya berbunyi sebagai berikut “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlaq yang agung”, akhlaq yang agung tersebut adalah dien yang agung (Islam).
Didalam Shohih Muslim, Aisyah ra pernah ditanya tentang akhlaq Nabi saw, lalu beliau menjawab bahwa akhlaq Beliau saw adalah Al- Quran, karena segala perintah yang terdapat didalam Al Quran beliau laksanakan dan segala larangan yang terdapat didalamnya beliau tinggalkan.
kata “al khuluqu” dan “al khulqu” berarti dien, tabiat dan sifat hakikatnya adalah potret batin manusia yaitu jiwa dan kepribadiannya.
Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah Rohimahullohu menyebutkan beberapa pendapat tentang definisi akhlaq didalam bukunya Madarijus Saalikin antara lain : akhlaq yang baik adalah berderma, tidak menyakiti orang lain dan tangguh menghadapi penderitaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa akhlaq yang baik adalah berbuat kebaikan dan menahan diri dari keburukan. Ada lagi yang mengatakan, “membuang sifat-sifat yang hina dan menghiasinya dengan sifat-sifat mulia”
Imam Ibnu Qudamah menyebutkan dalam Mukhtashor Minhajul Qoshidiin bahwa akhlaq merupakan ungkapan tentang kondisi jiwa, yang begitu mudah menghasilkan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan, jika perbuatan itu baik maka disebut akhlaq yang baik, dan jika buruk maka disebut akhlaq yang buruk.
Dari beberapa makna akhlak diatas jelas bagi kita bahwa akhlak merupakan ciri dari seorang muslim secara umum, termasuk merupakan kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang wanita muslimah, sehingga dengannya dapat memberikan kebaikan terhadap dirinya, terhadap suami dan anaknya, orang tuanya dan orang lain yang berada dilingkungannya serta masyarakat secara umum.
Keutamaan akhlaq yang baik
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali menyebutkan keutamaan-keutamaan akhlaq yang mulia yaitu :
1. Akhlaq yang mulia merupakan penyebab masuknya orang yang memiliki akhlaq yang mulia tersebut kedalam Jannah (surga)
Nabi saw bersabda :
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Saya adalah penjamin bagi orang yang meninggalkan mira (debat kusir) meskipun ia ada dipihak yang benar, dan dengan rumah di tengah surga bagi siapa yang meninggalkan dusta walaupun sekedar bercanda, dan dengan mendapatkan rumah di jannah yang tertinggi bagi orang yang baik akhlaqnya” (HR. Abu Daud)
Dalam suatu hadits juga disebutkan :
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ الْجَنَّةَ قَالَ التَّقْوَى وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ مَا أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّارَ قَالَ الْأَجْوَفَانِ الْفَمُ وَالْفَرْجُ
Rasulullah saw pernah ditanya tentang perbuatan yang menyebabkan banyak manusia yang masuk Jannah, maka beliau menjawab :
“Takwa kepada Allah dan akhlaq yang baik”, beliau ditanya pula tentang penyebab yang menjadikan banyak manusia masuk neraka, maka beliau menjawab “mulut dan kemaluan” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad,, Ibnu Hibban dan Bukhori).
2. Akhlaq yang mulia merupakan penyebab seorang hamba dicintai Allah
Rasulullah Saw bersabda :
أَحَبُّ النَّاسِ إِلىَ اللهِ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Hamba-hamba Allah yang paling dicintai-Nya adalah yang paling baik akhlaqnya diantara mereka” (HR. Ibnu Hibban)
3. Akhlaq yang mulia merupakan penyebab seorang hamba dicintai
Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari Kakeknya, bahwa dia mendengar Rasulullah Saw. Beliau Saw bersabda :
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَسَكَتَ الْقَوْمُ فَأَعَادَهَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا قَالَ الْقَوْمُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَحْسَنُكُمْ خُلُقًا
“Maukah Aku beritahukan kepada kalian orang yang paling aku cintai diantara kalian dan yang paling dekat dengan majelisnya dariku di hari kiamat? Para sahabat terdiam hingga beliau mengulanginya dua kali dan ketiga kali, mareka berkata : Benat wahai Rasulullah. Rasulullah saw bersabda : yaitu yang paling baik akhlaqnya diantara kalian” (HR. Ahmad)
4. Akhlaq yang mulia mendapatkan timbangan yang paling berat di hari kiamat.
Rasulullah Saw bersabda :
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
“Sesuatu yang paling berat dalam timbangan seorang mukmin di hari kiamat adalah akhlaq yang baik” (HR. Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban dan selain mereka)
5. Akhlaq yang mulia meninggikan derajat seseorang disisi Allah
Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
“Sesungguhnya seseorang itu dengan sebab akhlaqnya yang baik, sungguh akan mencapai derajat orang yang sholat malam dan shaum di siang hari” (HR. Abu Daud, Hakim dan selainnya).
Beliau Saw juga bersabda :
إِنَّ الْمُسْلِمَ الْمُسَدِّدَ لَيُدْرِكُ دَرَجَةَ الصَّوَّامِ الْقَوَّامِ بِآيَاتِ اللَّهِ بِحُسْنِ خُلُقِهِ وَكَرَمِ ضَرِيبَتِهِ
“Sesungguhnya seorang muslim yang dibimbing lurus (oleh Allah) benar-benar akan mencapai derajat ahli shaum dan ahli ibadah (sholat) yang selalu melantunkan ayat-ayat Allah disebabkan karakternya yang mulia dan akhlaqnya yang baik” (HR. Ahmad)
6. Akhlaq yang mulia merupakan sebaik-baik amalan manusia
Rasulullah Saw bersabda :
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - : يَا أَبَا ذَرٍّ أَلاَ أَدُلُّكَ عَلىَ خَصْلَتَيْنِ هُمَا أَخَفُّ عَلىَ الظَّهْرِ وَأَثْقَلُ فِى الْمِيْزَانِ مِنْ غَيْرِهِمَا عَلَيْكَ بِحُسْنِ الْخُلُقِ وَطُوْلِ الصُّمْتِ فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ مَا يَتَجَمَّلُ الْخَلاَئِقُ بِمِثْلِهَا
” Wahai Abu Dzar, maukah aku tunjukkan kepadamu dua hal ; keduanya itu sangat ringan dipikul dan sangat berat dalam timbangan dibandingkan selain keduanya?” Abu Dzar menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.”, beliau bersabda, “Engkau harus berakhlaq yang baik dan harus banyak diam, demi yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidak ada amalan manusia yang menyamai keduanya.” (HR. Ya’la dan Baihaqi)
7. Akhlaq yang mulia menambah umur
8. Akhlaq yang mulia menjadikan rumah makmur
Dari Aisyah ra berkata : Rasulullah Saw bersabda kepadanya:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهَا إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ الرِّفْقِ فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ وَيَزِيدَانِ فِي الْأَعْمَارِ
“sesungguhnya barangsiapa yang diberikan kebaikan dari lemha lembutnya maka telah diberikan kebaikan dunia dan akhirat, dan silaturrahim, khlaq yang baik dan bertetangga yang baik, keduanya menjadikan rumah makmur dan menambah umur” (HR. Ahmad)
4. Hijrah dan jihad dijalan Allah
Hijrah merupakan sebuah kata kunci untuk memunculkan peradaban baru itu. Yang memindahkan masyarakat yang didera berbagai kesulitan, serba kekurangan, yang belum dapat memunculkan kejayaan Islam dan peradaban Islam ke sebuah kawasan baru, pendukung baru, kesituasi baru dimana Islam bisa dimunculkan, diperjuangkan, dimenangkan dan disebarluaskan bahkan menjadi agama abadi yang rahmatan lil alamin.
Didalam Shohih Muslim, Aisyah ra pernah ditanya tentang akhlaq Nabi saw, lalu beliau menjawab bahwa akhlaq Beliau saw adalah Al- Quran, karena segala perintah yang terdapat didalam Al Quran beliau laksanakan dan segala larangan yang terdapat didalamnya beliau tinggalkan.
kata “al khuluqu” dan “al khulqu” berarti dien, tabiat dan sifat hakikatnya adalah potret batin manusia yaitu jiwa dan kepribadiannya.
Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah Rohimahullohu menyebutkan beberapa pendapat tentang definisi akhlaq didalam bukunya Madarijus Saalikin antara lain : akhlaq yang baik adalah berderma, tidak menyakiti orang lain dan tangguh menghadapi penderitaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa akhlaq yang baik adalah berbuat kebaikan dan menahan diri dari keburukan. Ada lagi yang mengatakan, “membuang sifat-sifat yang hina dan menghiasinya dengan sifat-sifat mulia”
Imam Ibnu Qudamah menyebutkan dalam Mukhtashor Minhajul Qoshidiin bahwa akhlaq merupakan ungkapan tentang kondisi jiwa, yang begitu mudah menghasilkan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan, jika perbuatan itu baik maka disebut akhlaq yang baik, dan jika buruk maka disebut akhlaq yang buruk.
Dari beberapa makna akhlak diatas jelas bagi kita bahwa akhlak merupakan ciri dari seorang muslim secara umum, termasuk merupakan kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang wanita muslimah, sehingga dengannya dapat memberikan kebaikan terhadap dirinya, terhadap suami dan anaknya, orang tuanya dan orang lain yang berada dilingkungannya serta masyarakat secara umum.
Keutamaan akhlaq yang baik
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali menyebutkan keutamaan-keutamaan akhlaq yang mulia yaitu :
1. Akhlaq yang mulia merupakan penyebab masuknya orang yang memiliki akhlaq yang mulia tersebut kedalam Jannah (surga)
Nabi saw bersabda :
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Saya adalah penjamin bagi orang yang meninggalkan mira (debat kusir) meskipun ia ada dipihak yang benar, dan dengan rumah di tengah surga bagi siapa yang meninggalkan dusta walaupun sekedar bercanda, dan dengan mendapatkan rumah di jannah yang tertinggi bagi orang yang baik akhlaqnya” (HR. Abu Daud)
Dalam suatu hadits juga disebutkan :
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ الْجَنَّةَ قَالَ التَّقْوَى وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ مَا أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّارَ قَالَ الْأَجْوَفَانِ الْفَمُ وَالْفَرْجُ
Rasulullah saw pernah ditanya tentang perbuatan yang menyebabkan banyak manusia yang masuk Jannah, maka beliau menjawab :
“Takwa kepada Allah dan akhlaq yang baik”, beliau ditanya pula tentang penyebab yang menjadikan banyak manusia masuk neraka, maka beliau menjawab “mulut dan kemaluan” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad,, Ibnu Hibban dan Bukhori).
2. Akhlaq yang mulia merupakan penyebab seorang hamba dicintai Allah
Rasulullah Saw bersabda :
أَحَبُّ النَّاسِ إِلىَ اللهِ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Hamba-hamba Allah yang paling dicintai-Nya adalah yang paling baik akhlaqnya diantara mereka” (HR. Ibnu Hibban)
3. Akhlaq yang mulia merupakan penyebab seorang hamba dicintai
Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari Kakeknya, bahwa dia mendengar Rasulullah Saw. Beliau Saw bersabda :
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَسَكَتَ الْقَوْمُ فَأَعَادَهَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا قَالَ الْقَوْمُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَحْسَنُكُمْ خُلُقًا
“Maukah Aku beritahukan kepada kalian orang yang paling aku cintai diantara kalian dan yang paling dekat dengan majelisnya dariku di hari kiamat? Para sahabat terdiam hingga beliau mengulanginya dua kali dan ketiga kali, mareka berkata : Benat wahai Rasulullah. Rasulullah saw bersabda : yaitu yang paling baik akhlaqnya diantara kalian” (HR. Ahmad)
4. Akhlaq yang mulia mendapatkan timbangan yang paling berat di hari kiamat.
Rasulullah Saw bersabda :
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
“Sesuatu yang paling berat dalam timbangan seorang mukmin di hari kiamat adalah akhlaq yang baik” (HR. Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban dan selain mereka)
5. Akhlaq yang mulia meninggikan derajat seseorang disisi Allah
Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
“Sesungguhnya seseorang itu dengan sebab akhlaqnya yang baik, sungguh akan mencapai derajat orang yang sholat malam dan shaum di siang hari” (HR. Abu Daud, Hakim dan selainnya).
Beliau Saw juga bersabda :
إِنَّ الْمُسْلِمَ الْمُسَدِّدَ لَيُدْرِكُ دَرَجَةَ الصَّوَّامِ الْقَوَّامِ بِآيَاتِ اللَّهِ بِحُسْنِ خُلُقِهِ وَكَرَمِ ضَرِيبَتِهِ
“Sesungguhnya seorang muslim yang dibimbing lurus (oleh Allah) benar-benar akan mencapai derajat ahli shaum dan ahli ibadah (sholat) yang selalu melantunkan ayat-ayat Allah disebabkan karakternya yang mulia dan akhlaqnya yang baik” (HR. Ahmad)
6. Akhlaq yang mulia merupakan sebaik-baik amalan manusia
Rasulullah Saw bersabda :
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - : يَا أَبَا ذَرٍّ أَلاَ أَدُلُّكَ عَلىَ خَصْلَتَيْنِ هُمَا أَخَفُّ عَلىَ الظَّهْرِ وَأَثْقَلُ فِى الْمِيْزَانِ مِنْ غَيْرِهِمَا عَلَيْكَ بِحُسْنِ الْخُلُقِ وَطُوْلِ الصُّمْتِ فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ مَا يَتَجَمَّلُ الْخَلاَئِقُ بِمِثْلِهَا
” Wahai Abu Dzar, maukah aku tunjukkan kepadamu dua hal ; keduanya itu sangat ringan dipikul dan sangat berat dalam timbangan dibandingkan selain keduanya?” Abu Dzar menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.”, beliau bersabda, “Engkau harus berakhlaq yang baik dan harus banyak diam, demi yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidak ada amalan manusia yang menyamai keduanya.” (HR. Ya’la dan Baihaqi)
7. Akhlaq yang mulia menambah umur
8. Akhlaq yang mulia menjadikan rumah makmur
Dari Aisyah ra berkata : Rasulullah Saw bersabda kepadanya:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهَا إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ الرِّفْقِ فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ وَيَزِيدَانِ فِي الْأَعْمَارِ
“sesungguhnya barangsiapa yang diberikan kebaikan dari lemha lembutnya maka telah diberikan kebaikan dunia dan akhirat, dan silaturrahim, khlaq yang baik dan bertetangga yang baik, keduanya menjadikan rumah makmur dan menambah umur” (HR. Ahmad)
4. Hijrah dan jihad dijalan Allah
Hijrah merupakan sebuah kata kunci untuk memunculkan peradaban baru itu. Yang memindahkan masyarakat yang didera berbagai kesulitan, serba kekurangan, yang belum dapat memunculkan kejayaan Islam dan peradaban Islam ke sebuah kawasan baru, pendukung baru, kesituasi baru dimana Islam bisa dimunculkan, diperjuangkan, dimenangkan dan disebarluaskan bahkan menjadi agama abadi yang rahmatan lil alamin.
Hijrah merupakan sebuah ungkapan yang memindahkan dari periode Mekah ke periode Medinah, dari periode Mekah yang ungkapannya adalah sekedar ’Wahai umat manusia’ pada periode Madinah yang ungkapannya’ Wahai orang-orang yang beriman’. Disini hijrah membawa sebuah peningkatan kualitas kemanusiaan dari sekedar manusia Menjadi manusia yang beriman.
Hijrah juga membawa sebuah perubahan dari sekedar masyarakat yang diam menjadi masyarakat yang berpindah menuju munculnya sebuah peradaban. Itulah sebabnya hijrah Rasulullah berhasil merubah sebuah kota yang namanya Yatsrib menjadi namanya Al Madinah bahkan menjadi Al Madinah al Munawaroh yaitu sebuah kota yang memiliki peradaban yang dicerahkan oleh nilai-nilai Islam.
Salah satu kunci keberhasilan Rasulullah dalam hijrahnya secara konkrit dapat memunculkan persaudaraan ukhuwah dikalangan umat Islam yaitu Muhajirin dan Anshor.
Hijrah membawa kepada persatuan umat. Sekalipun bukan berarti bahwa persatuan itu artinya persetujuan dengan adanya kemungkaran-kemungkaran, tapi persatuan ini dilakukan dalam rangka menegakan syariat Allah dan dalam rangka ber-amar ma’ruf dan nahyi munkar Dengan hijrah ini kita sebagai aktivis partai da’wah harus dapat membuktikan kembali bahwa hijrah adalah sesuatu yang memiliki makna.
Maka sangat benar bila Umar bin Khatab menjadikan hijrahnya Rasulullah SAW sebagai tonggak untuk munculnya penanggalan baru. Artinya ada sebuah kebudayaan baru dan memang hijrah menghasilkan kebudayaan baru.
Hijrah juga memunculkan pemahaman kehidupan plural yang penuh maslahat dalam konteks ketaatan kepada Allah dan Rasulnya. Itulah yang dimunculkan Rasulullah dalam Piagam Madinah Karenanya dalam konteks semacam ini apa yang dahulu dicontohkan Rasullah di Madinah harus dijadikan sebagai rujukan dalam meningkatkan semangat dalam mengisi tahun baru Hijriyyah. Kita semua, para aktivis partai da’wah telah berikrar untuk berjuang mencapai kemulian Islam agar Islam ini menjadi rahmat bagi sekalian alam, oleh karena itu sangat perlu kembali berhijrah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam mewujudkan tatanan dunia baru yang menciptakan sebuah peradaban. Maka selayaknya bila kemudian tahun baru hijrah ini dijadikan sebagai momentum untuk melakukan aktivitas ke depan dengan semangat hijrah menuju Allah dan Rasulnya dengan cara yang diridhoi oleh Allah dan Rasulnya. Insya Allah dengan hasil yang telah dibuktikan oleh Allah dan Rasulnya melalui mujtama madani itu. Selamat berhijrah, selamat berda’wah, selamat bertahun baru hijriyah.
Dari pemahaman hijrah dapat difahami akan manfaat hijrah dalam kehidupan umat manusia, termasuk wanita muslimah, yaitu berusaha menjauhkan diri dari kemaksiatan menuju rahmat Allah, dari murka menuju ridha-Nya, dan bersungguh-sungguh (bermujahadah) untuk menjadikan landasan hidup dalam segala aktivitasnya sehari-hari.
5. Membekali diri dengan ilmu yang bermanfaat
Ilmu merupakan perhiasan tak ternilai bagi muslimah.
Seorang yang mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat harus memiliki pedoman dalam menapaki kehidupannya di dunia. Dan pedoman hidup seorang hamba semua telah diatur dalam syariat Islam.
Seorang yang sukses bukanlah orang yang hidup dengan bersemboyan ‘semau gue’ dengan mengikuti hawa nafsunya, tapi orang yang sukses adalah orang yang mengambil Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw dengan pemahaman Salafus Shalih sebagai pengikat aturan hidupnya. Petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya Saw ini tidak mungkin dapat diketahui tanpa menuntut ilmu syar’i. Karena itulah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah yang baligh dan berakal (mukallaf) untuk menuntut ilmu. Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik ra, Rasulullah Saw bersabda: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ahmad)
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa ilmu yang wajib dituntut di sini adalah ilmu yang dapat menegakkan agama seseorang, seperti dalam perkara shalatnya, puasanya, dan semisalnya. Dan segala sesuatu yang wajib diamalkan manusia maka wajib pula mengilmuinya, seperti pokok-pokok keimanan, syariat Islam, perkara-perkara haram yang harus dijauhi, perkara muamalah, dan segala yang dapat menyempurnakan kewajibannya.
Sebagai hamba Allah, seorang Muslimah wajib mengenal Rabbnya yang meliputi pengetahuan terhadap nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah SWT sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih. Selain itu, ia harus mengetahui bahwa Allah SWT bersendiri dalam Mencipta, Mengatur, Memiliki, dan Memberi Rezeki. Ia pun wajib menunaikan hak-hak Allah, yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, sebagaimana tujuan penciptaannya. Allah berfirman:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS.Adz Dzariyat: 56)
Seseorang tidak akan berada di atas hakikat agamanya sebelum ia berilmu atau mengenal Allah Ta’ala. Pengenalan ini tidak akan terjadi kecuali dengan menuntut ilmu Dien (Agama Islam).
Di samping mengenal Allah, seorang Muslimah juga wajib mengenal Nabi-nya, yaitu Muhammad Saw, karena beliau merupakan perantara antara Allah dengan manusia dalam penyampaian risalah-Nya. Sesuai dengan makna persaksiannya bahwa Muhammad Saw adalah hamba dan Rasul-Nya, maka ia wajib mentaati segala yang beliau perintahkan, membenarkan segala yang beliau khabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang beliau syariatkan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT:
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (QS.Al Hasyr: 7)
Ayat ini merupakan kaidah umum yang agung dan jelas tentang wajibnya seluruh kaum Muslimin mengambil sunnah yang telah tetap dan hadits-hadits shahih dalam aqidah, ibadah, muamalah, adab, akhlak, seluruhnya. Hal ini tidak akan diketahui kecuali dengan menuntut ilmu terlebih dahulu.
Selain mengenal Allah dan Rasul-Nya, seorang Muslimah juga wajib mengenal agama Islam sebagai agama yang dianutnya, dengan memperhatikan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahihah, sehingga ia memiliki pendirian kokoh, tidak mudah terombang-ambing. Dan agar ia berada di atas cahaya, bukti, dan kejelasan dari agamanya.
Sebagai istri, seorang Muslimah dituntut agar menjadi istri yang shalihah, sehingga ia dapat menjadi perhiasan dunia yang paling baik, bukan justru menjadi fitnah atau musuh bagi suaminya. Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ra berkata, Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)
Allah SWT berfirman tentang sifat-sifat wanita shalihah:
“… maka wanita shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara mereka.” (QS.An Nisa’: 34)
Maksud ayat ini diterangkan oleh Asy Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dan Asy Syaikh Salim Al Hilali rahimahumullah bahwa wanita yang shalihah adalah yang menunaikan hak-hak Allah SWT dan mentaati-Nya, mentaati Rasulullah Saw, dan menunaikan hak-hak suaminya dengan mentaatinya dan menghormatinya, serta menjaga harta suami, anak-anak mereka, dan kehormatannya tatkala suaminya tidak ada. Untuk menjadi wanita shalihah yang seperti ini, seorang Muslimah membutuhkan ilmu.
Sebagai seorang ibu, ia mempunyai tanggung jawab mendidik anak-anaknya agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Di bawah kepemimpinan suami, istri adalah penjaga rumah tangga suami dan anak-anaknya, sebagaimana dalam hadits dari Ibnu ‘Umar ra dari Nabi Saw bahwasanya beliau bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْأَمِيرُ رَاعٍ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya, laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, maka setiap kalian adalah pemimpin, akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Hasil didikan seorang ibu terhadap anak-anaknya inilah yang termasuk perkara yang akan ditanyakan oleh Allah kelak di hari kiamat. Karena itulah Muslimah harus menuntut ilmu syar’i sebagai bekal mendidik anak-anak sehingga fitrah mereka tetap terjaga dan menjadi penyejuk hati karena keshalihan mereka.
Di tempat lain, bila seorang Muslimah belum menikah, maka sebagai anak ia wajib taat pada orang tuanya selama tidak memerintahkan kepada maksiat. Allah SWT berfirman:
“Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya….” (QS.Al Ankabut : 8)
Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ra dari Nabi Saw, beliau bersabda tentang dosa-dosa besar atau ditanya tentang dosa besar:
الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ و قَوْلُ الزُّورِ
“Dosa-dosa besar ialah menyekutukan Allah, durhaka pada orang tua, membunuh jiwa (tanpa hak), dan sumpah palsu.” (HR. Bukhari)
Untuk dapat berbuat baik dan menunaikan hak-hak orang tua dengan benar, seorang Muslimah tidak bisa lepas dari ilmu.
Seluruh kewajiban ini harus dapat ditunaikan dengan dasar ilmu. Karena jika tidak, akan terjadi berbagai kesalahan dan kerusakan. Maka tidak heran, bila para Muslimah yang bodoh terhadap agamanya melakukan berbagai praktek kesyirikan dan kebid’ahan.
Akibat kebodohannya pula, banyak Muslimah yang durhaka pada suami atau orang tuanya. Atau terjadi berbagai kesalahan dalam mendidik anak sehingga muncullah generasi yang berakhlak buruk, bahkan bisa jadi durhaka pada orang tua yang telah merawat dan membesarkannya. Karena kebodohannya pula, banyak Muslimah yang tidak mengetahui bagaimana ia harus menjaga kehormatannya, sehingga ia menjadi fitnah dan terjerumus dalam perzinahan dan berbagai kemaksiatan. Kita berlindung kepada Allah SWT dari yang demikian itu.
Usamah bin Zaid ra berkata, telah bersabda Rasulullah Saw:
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
“Aku diperlihatkan penghuni surga dan aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah orang-orang miskin, dan aku diperlihatkan penghuni neraka, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hanya dengan menuntut ilmu, seorang Muslimah akan mengetahui jalan yang selamat. Kaum Muslimah masa kini akan menjadi baik bila mereka mau mencontoh para Muslimah generasi terdahulu (generasi salafuna shalih), mereka sangat memperhatikan dan bersemangat dalam menuntut ilmu.
Dalam sebuah hadits dari Abi Sa’id Al Khudri ra, ia berkata:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَتْ النِّسَاءُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَلَبَنَا عَلَيْكَ الرِّجَالُ فَاجْعَلْ لَنَا يَوْمًا مِنْ نَفْسِكَ فَوَعَدَهُنَّ يَوْمًا لَقِيَهُنَّ فِيهِ فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُن
“Seorang wanita mendatangi Rasulullah Saw dan berkata: ‘Wahai Rasulullah! Kaum lelaki telah membawa haditsmu, maka jadikanlah bagi kami satu harimu yang kami datang pada hari tersebut agar engkau mengajarkan pada kami apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.’ Maka beliau bersabda : ‘Berkumpullah pada hari ini dan ini di tempat ini.’ Maka mereka pun berkumpul, lalu Rasulullah Saw mendatangi mereka dan mengajarkan apa yang telah diajarkan Allah kepada beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw pun sangat bersemangat mengajar para shahabiyah, sampai-sampai beliau menyuruh wanita yang haid, baligh, dan merdeka untuk menyaksikan kumpulan ilmu dan kebaikan. Bahkan beliau Saw memutuskan udzur wanita yang tidak memiliki hijab, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain dari Ummu ‘Athiyah Al Anshariyah radhiallahu 'anha, ia berkata: “Rasulullah Saw menyuruh kami mengeluarkan wanita yang merdeka, yang haid, dan yang dipingit untuk keluar pada hari Iedul Fithri dan Adha. Adapun yang haid memisahkan diri dari tempat shalat, dan mereka pun menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslimin. Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah! Salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.’ Beliau bersabda : ’Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.’ “
Oleh karena itulah, kita dapatkan dalam sejarah Islam, di antara mereka ada yang menjadi ahli fiqih, ahli tafsir, sastrawati, dan ahli dalam seluruh bidang ilmu dan bahasa. Sebagai contoh, Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu 'anha yang dididik dalam madrasah Rasulullah Saw sehingga beliau menjadi wanita yang berilmu dan shalihah.
Imam Az Zuhri rahimahullah berkata : ”Seandainya ilmu ‘Aisyah dikumpulkan dan dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, maka ilmu ‘Aisyah lebih afdhal.”
Bahkan ‘Aisyah merupakan guru dari beberapa shahabat, ia menjadi bahan rujukan mereka dalam masalah hadits, sunnah, dan fiqih. Urwah bin Az Zubair berkata : “Aku tidak melihat orang yang lebih mengetahui ilmu fiqih, pengobatan, dan syi’ir ketimbang ‘Aisyah.”
Para wanita dari kalangan tabi’in juga berdatangan ke rumah ‘Aisyah untuk belajar, di antara muridnya adalah Amrah bintu ‘Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah. Ibnu Hibban berkata : “Dia adalah orang yang paling mengetahui hadits-haditsnya ‘Aisyah.”
Di antara deretan nama wanita generasi terdahulu yang cemerlang dalam ilmu adalah Hafshah bintu Sirin yang masyhur dengan ibadahnya, kefaqihannya, bacaan Al Qur’annya, dan hadits-haditsnya. Begitu pula Ummu Darda Ash Shuqra Hujaimah, ia seorang yang faqih, ’alimah, banyak meriwayatkan hadits, cerdas, masyhur dengan keilmuan, amalan, dan zuhudnya.
Demikianlah --wahai saudariku Muslimah-- mereka adalah contoh terbaik bagi kita dan telah terbukti bahwa Allah SWT mengangkat derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mujadilah: 11)
Hijrah juga membawa sebuah perubahan dari sekedar masyarakat yang diam menjadi masyarakat yang berpindah menuju munculnya sebuah peradaban. Itulah sebabnya hijrah Rasulullah berhasil merubah sebuah kota yang namanya Yatsrib menjadi namanya Al Madinah bahkan menjadi Al Madinah al Munawaroh yaitu sebuah kota yang memiliki peradaban yang dicerahkan oleh nilai-nilai Islam.
Salah satu kunci keberhasilan Rasulullah dalam hijrahnya secara konkrit dapat memunculkan persaudaraan ukhuwah dikalangan umat Islam yaitu Muhajirin dan Anshor.
Hijrah membawa kepada persatuan umat. Sekalipun bukan berarti bahwa persatuan itu artinya persetujuan dengan adanya kemungkaran-kemungkaran, tapi persatuan ini dilakukan dalam rangka menegakan syariat Allah dan dalam rangka ber-amar ma’ruf dan nahyi munkar Dengan hijrah ini kita sebagai aktivis partai da’wah harus dapat membuktikan kembali bahwa hijrah adalah sesuatu yang memiliki makna.
Maka sangat benar bila Umar bin Khatab menjadikan hijrahnya Rasulullah SAW sebagai tonggak untuk munculnya penanggalan baru. Artinya ada sebuah kebudayaan baru dan memang hijrah menghasilkan kebudayaan baru.
Hijrah juga memunculkan pemahaman kehidupan plural yang penuh maslahat dalam konteks ketaatan kepada Allah dan Rasulnya. Itulah yang dimunculkan Rasulullah dalam Piagam Madinah Karenanya dalam konteks semacam ini apa yang dahulu dicontohkan Rasullah di Madinah harus dijadikan sebagai rujukan dalam meningkatkan semangat dalam mengisi tahun baru Hijriyyah. Kita semua, para aktivis partai da’wah telah berikrar untuk berjuang mencapai kemulian Islam agar Islam ini menjadi rahmat bagi sekalian alam, oleh karena itu sangat perlu kembali berhijrah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam mewujudkan tatanan dunia baru yang menciptakan sebuah peradaban. Maka selayaknya bila kemudian tahun baru hijrah ini dijadikan sebagai momentum untuk melakukan aktivitas ke depan dengan semangat hijrah menuju Allah dan Rasulnya dengan cara yang diridhoi oleh Allah dan Rasulnya. Insya Allah dengan hasil yang telah dibuktikan oleh Allah dan Rasulnya melalui mujtama madani itu. Selamat berhijrah, selamat berda’wah, selamat bertahun baru hijriyah.
Dari pemahaman hijrah dapat difahami akan manfaat hijrah dalam kehidupan umat manusia, termasuk wanita muslimah, yaitu berusaha menjauhkan diri dari kemaksiatan menuju rahmat Allah, dari murka menuju ridha-Nya, dan bersungguh-sungguh (bermujahadah) untuk menjadikan landasan hidup dalam segala aktivitasnya sehari-hari.
5. Membekali diri dengan ilmu yang bermanfaat
Ilmu merupakan perhiasan tak ternilai bagi muslimah.
Seorang yang mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat harus memiliki pedoman dalam menapaki kehidupannya di dunia. Dan pedoman hidup seorang hamba semua telah diatur dalam syariat Islam.
Seorang yang sukses bukanlah orang yang hidup dengan bersemboyan ‘semau gue’ dengan mengikuti hawa nafsunya, tapi orang yang sukses adalah orang yang mengambil Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw dengan pemahaman Salafus Shalih sebagai pengikat aturan hidupnya. Petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya Saw ini tidak mungkin dapat diketahui tanpa menuntut ilmu syar’i. Karena itulah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah yang baligh dan berakal (mukallaf) untuk menuntut ilmu. Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik ra, Rasulullah Saw bersabda: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ahmad)
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa ilmu yang wajib dituntut di sini adalah ilmu yang dapat menegakkan agama seseorang, seperti dalam perkara shalatnya, puasanya, dan semisalnya. Dan segala sesuatu yang wajib diamalkan manusia maka wajib pula mengilmuinya, seperti pokok-pokok keimanan, syariat Islam, perkara-perkara haram yang harus dijauhi, perkara muamalah, dan segala yang dapat menyempurnakan kewajibannya.
Sebagai hamba Allah, seorang Muslimah wajib mengenal Rabbnya yang meliputi pengetahuan terhadap nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah SWT sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih. Selain itu, ia harus mengetahui bahwa Allah SWT bersendiri dalam Mencipta, Mengatur, Memiliki, dan Memberi Rezeki. Ia pun wajib menunaikan hak-hak Allah, yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, sebagaimana tujuan penciptaannya. Allah berfirman:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS.Adz Dzariyat: 56)
Seseorang tidak akan berada di atas hakikat agamanya sebelum ia berilmu atau mengenal Allah Ta’ala. Pengenalan ini tidak akan terjadi kecuali dengan menuntut ilmu Dien (Agama Islam).
Di samping mengenal Allah, seorang Muslimah juga wajib mengenal Nabi-nya, yaitu Muhammad Saw, karena beliau merupakan perantara antara Allah dengan manusia dalam penyampaian risalah-Nya. Sesuai dengan makna persaksiannya bahwa Muhammad Saw adalah hamba dan Rasul-Nya, maka ia wajib mentaati segala yang beliau perintahkan, membenarkan segala yang beliau khabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang beliau syariatkan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT:
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (QS.Al Hasyr: 7)
Ayat ini merupakan kaidah umum yang agung dan jelas tentang wajibnya seluruh kaum Muslimin mengambil sunnah yang telah tetap dan hadits-hadits shahih dalam aqidah, ibadah, muamalah, adab, akhlak, seluruhnya. Hal ini tidak akan diketahui kecuali dengan menuntut ilmu terlebih dahulu.
Selain mengenal Allah dan Rasul-Nya, seorang Muslimah juga wajib mengenal agama Islam sebagai agama yang dianutnya, dengan memperhatikan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahihah, sehingga ia memiliki pendirian kokoh, tidak mudah terombang-ambing. Dan agar ia berada di atas cahaya, bukti, dan kejelasan dari agamanya.
Sebagai istri, seorang Muslimah dituntut agar menjadi istri yang shalihah, sehingga ia dapat menjadi perhiasan dunia yang paling baik, bukan justru menjadi fitnah atau musuh bagi suaminya. Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ra berkata, Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)
Allah SWT berfirman tentang sifat-sifat wanita shalihah:
“… maka wanita shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara mereka.” (QS.An Nisa’: 34)
Maksud ayat ini diterangkan oleh Asy Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dan Asy Syaikh Salim Al Hilali rahimahumullah bahwa wanita yang shalihah adalah yang menunaikan hak-hak Allah SWT dan mentaati-Nya, mentaati Rasulullah Saw, dan menunaikan hak-hak suaminya dengan mentaatinya dan menghormatinya, serta menjaga harta suami, anak-anak mereka, dan kehormatannya tatkala suaminya tidak ada. Untuk menjadi wanita shalihah yang seperti ini, seorang Muslimah membutuhkan ilmu.
Sebagai seorang ibu, ia mempunyai tanggung jawab mendidik anak-anaknya agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Di bawah kepemimpinan suami, istri adalah penjaga rumah tangga suami dan anak-anaknya, sebagaimana dalam hadits dari Ibnu ‘Umar ra dari Nabi Saw bahwasanya beliau bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْأَمِيرُ رَاعٍ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya, laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, maka setiap kalian adalah pemimpin, akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Hasil didikan seorang ibu terhadap anak-anaknya inilah yang termasuk perkara yang akan ditanyakan oleh Allah kelak di hari kiamat. Karena itulah Muslimah harus menuntut ilmu syar’i sebagai bekal mendidik anak-anak sehingga fitrah mereka tetap terjaga dan menjadi penyejuk hati karena keshalihan mereka.
Di tempat lain, bila seorang Muslimah belum menikah, maka sebagai anak ia wajib taat pada orang tuanya selama tidak memerintahkan kepada maksiat. Allah SWT berfirman:
“Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya….” (QS.Al Ankabut : 8)
Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ra dari Nabi Saw, beliau bersabda tentang dosa-dosa besar atau ditanya tentang dosa besar:
الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ و قَوْلُ الزُّورِ
“Dosa-dosa besar ialah menyekutukan Allah, durhaka pada orang tua, membunuh jiwa (tanpa hak), dan sumpah palsu.” (HR. Bukhari)
Untuk dapat berbuat baik dan menunaikan hak-hak orang tua dengan benar, seorang Muslimah tidak bisa lepas dari ilmu.
Seluruh kewajiban ini harus dapat ditunaikan dengan dasar ilmu. Karena jika tidak, akan terjadi berbagai kesalahan dan kerusakan. Maka tidak heran, bila para Muslimah yang bodoh terhadap agamanya melakukan berbagai praktek kesyirikan dan kebid’ahan.
Akibat kebodohannya pula, banyak Muslimah yang durhaka pada suami atau orang tuanya. Atau terjadi berbagai kesalahan dalam mendidik anak sehingga muncullah generasi yang berakhlak buruk, bahkan bisa jadi durhaka pada orang tua yang telah merawat dan membesarkannya. Karena kebodohannya pula, banyak Muslimah yang tidak mengetahui bagaimana ia harus menjaga kehormatannya, sehingga ia menjadi fitnah dan terjerumus dalam perzinahan dan berbagai kemaksiatan. Kita berlindung kepada Allah SWT dari yang demikian itu.
Usamah bin Zaid ra berkata, telah bersabda Rasulullah Saw:
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
“Aku diperlihatkan penghuni surga dan aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah orang-orang miskin, dan aku diperlihatkan penghuni neraka, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hanya dengan menuntut ilmu, seorang Muslimah akan mengetahui jalan yang selamat. Kaum Muslimah masa kini akan menjadi baik bila mereka mau mencontoh para Muslimah generasi terdahulu (generasi salafuna shalih), mereka sangat memperhatikan dan bersemangat dalam menuntut ilmu.
Dalam sebuah hadits dari Abi Sa’id Al Khudri ra, ia berkata:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَتْ النِّسَاءُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَلَبَنَا عَلَيْكَ الرِّجَالُ فَاجْعَلْ لَنَا يَوْمًا مِنْ نَفْسِكَ فَوَعَدَهُنَّ يَوْمًا لَقِيَهُنَّ فِيهِ فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُن
“Seorang wanita mendatangi Rasulullah Saw dan berkata: ‘Wahai Rasulullah! Kaum lelaki telah membawa haditsmu, maka jadikanlah bagi kami satu harimu yang kami datang pada hari tersebut agar engkau mengajarkan pada kami apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.’ Maka beliau bersabda : ‘Berkumpullah pada hari ini dan ini di tempat ini.’ Maka mereka pun berkumpul, lalu Rasulullah Saw mendatangi mereka dan mengajarkan apa yang telah diajarkan Allah kepada beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw pun sangat bersemangat mengajar para shahabiyah, sampai-sampai beliau menyuruh wanita yang haid, baligh, dan merdeka untuk menyaksikan kumpulan ilmu dan kebaikan. Bahkan beliau Saw memutuskan udzur wanita yang tidak memiliki hijab, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain dari Ummu ‘Athiyah Al Anshariyah radhiallahu 'anha, ia berkata: “Rasulullah Saw menyuruh kami mengeluarkan wanita yang merdeka, yang haid, dan yang dipingit untuk keluar pada hari Iedul Fithri dan Adha. Adapun yang haid memisahkan diri dari tempat shalat, dan mereka pun menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslimin. Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah! Salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.’ Beliau bersabda : ’Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.’ “
Oleh karena itulah, kita dapatkan dalam sejarah Islam, di antara mereka ada yang menjadi ahli fiqih, ahli tafsir, sastrawati, dan ahli dalam seluruh bidang ilmu dan bahasa. Sebagai contoh, Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu 'anha yang dididik dalam madrasah Rasulullah Saw sehingga beliau menjadi wanita yang berilmu dan shalihah.
Imam Az Zuhri rahimahullah berkata : ”Seandainya ilmu ‘Aisyah dikumpulkan dan dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, maka ilmu ‘Aisyah lebih afdhal.”
Bahkan ‘Aisyah merupakan guru dari beberapa shahabat, ia menjadi bahan rujukan mereka dalam masalah hadits, sunnah, dan fiqih. Urwah bin Az Zubair berkata : “Aku tidak melihat orang yang lebih mengetahui ilmu fiqih, pengobatan, dan syi’ir ketimbang ‘Aisyah.”
Para wanita dari kalangan tabi’in juga berdatangan ke rumah ‘Aisyah untuk belajar, di antara muridnya adalah Amrah bintu ‘Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah. Ibnu Hibban berkata : “Dia adalah orang yang paling mengetahui hadits-haditsnya ‘Aisyah.”
Di antara deretan nama wanita generasi terdahulu yang cemerlang dalam ilmu adalah Hafshah bintu Sirin yang masyhur dengan ibadahnya, kefaqihannya, bacaan Al Qur’annya, dan hadits-haditsnya. Begitu pula Ummu Darda Ash Shuqra Hujaimah, ia seorang yang faqih, ’alimah, banyak meriwayatkan hadits, cerdas, masyhur dengan keilmuan, amalan, dan zuhudnya.
Demikianlah --wahai saudariku Muslimah-- mereka adalah contoh terbaik bagi kita dan telah terbukti bahwa Allah SWT mengangkat derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mujadilah: 11)
No comments:
Post a Comment