Perang
Uhud merupakan satu dari sekian episode dan mata rantai perjuangan yang tiada
henti atau terputus untuk membela nilai aqidah dan negara Islam yang
baru saja lahir, melawan kekuatan batil yang begitu bergelora untuk
menghancurkan Islam dan umatnya, sekaligus membalas kekalahan kemusyrikan dan
pendukungnya.
Perang
ini merupakan ujian besar bagi para mujahidin yang dipimpin langsung oleh
Rasulullah SAW yang begitu gigih dan sabar bersama mereka. Mereka tidak pernah
merasa putus asa ketika mengalami kekalahan pasukan, sebagaimana pula mereka
tidak merasa bangga dengan kemenangan. Sebab mereka betul-betul yakin dan
beriman bahwa kemenangan berasal dari Allah, dan jalan dakwah menuju kebenaran
masih panjang, dimana kekalahan dan kemenangan bisa saja terjadi. Orang mukmin
berada di antara dua kebaikan dari Allah. Dia bisa mengambil pelajaran dari
perubahan masa, dari setiap kekalahan dan kemenangan hingga oirentasi dan
tujuan utamanya terwujud nyata.
Perang
Uhud terjadi pada bulan Syawal tahun ketiga hijrah, setahun setelah umat islam
memperoleh kemenangan besar di perang Badar.
1.
Kekalahan besar yang dialami
kafir Quraisy pada perang Badar meninggalkan bekas yang memilukan dalam jiwa mereka.
Sehingga timbul keinginan besar untuk membalas dendam terhadap umat islam atas
kematian tujuh puluh orang pemuka Quraisy yang membuat penduduk Makkah merasa
sedih atas kematian mereka, dan kemudian melahirkan rasa murka dan rasa ingin
membantai kaum muslimin.
2.
Kemenangan besar yang diperoleh
umat Islam pada perang Badar bergema di seluruh pelosok Jazirah Arab, dan
memberikan iklim politik yang lebih segar kepada umat islam. Hal itu membuat
orang Quraisy berambisi untuk mengembalikan martabat mereka di antara semua
kabilah Arab dengan cara memerangi umat Islam dan melenyapkan eksistensi
mereka, dan untuk membebaskan diri dari kekuasaan umat islam dengan cara
menyerang langsung ke markas mereka di Madinah.
3.
Agresi penyerangan ini
merupakan usaha keras untuk membuka kembali jalur perdagangan menuju negeri
Syam yang berhasil ditutup oleh umat islam untuk perdagangan kaum Quraisy yang
menjadi poros kehidupan dan perekonomian mereka. Jalur darat tersebut berhasil
ditutup oleh umat islam pada saat kemenangan Badar, ketika pasukan yang
dipimpin oleh Zaid Bin Haritsah juga berhasil menutup jalur perdagangan ke
Irak. Sehingga kaum Quraisy terjegal untuk melakukan perdagangan. Hal ini
menunjukkan peranan ekonomi dalam sebuah peperangan.
Kronologis kejadian
1. Kaum Quraisy bersiap untuk
melakukan agresi
Kaum
Quraisy telah menyiapkan pasukan untuk menyerang umat islam. Mereka membekali
para pasukan dengan keuntungan kafilah yang berhasil dilarikan oleh Abu Sufyan
dari tangan umat islam pada perang Badar. Mereka menyiapkan pasukan yang
berjumlah besar dan bekal yang sangat banyak, meminta bantuan kabilah-kabilah
yang bisa mereka gerakkan untuk ikut berperang, juga para pengikut mereka yang
terdiri dari budak-budak habsyi. Mereka juga mengirim beberapa orang untuk mengumpulkan
lelaki arab yang menyerupai gerakan wajib militer saat ini, sebagai persiapan
untuk melakukan penyerangan besar.
Kaum
Quraisy tidak lupa dengan urusan perang batin, sehingga mereka mengajak serta
Abu Izzah sang penyair –yang dibebaskan oleh Rasulullah pada perang Badar- agar
menjadi mediator dalam memberikan pengaruh/motivasi psikis. Para
wanita Quraisy juga bersikeras untuk ikut berperang, untuk membangkitkan
perasaan dan semangat mereka. Hindun Binti Utbah istri Abu Sufyan yang memimpin
mereka.
2. Pasukan Quraisy bergerak menuju
Madinah.
Seluruh
kaum Quraisy keluar bersama para wanita mereka menuju Madinah di bawah tiga
panji. Panji yang terbesar dikomando oleh Thalhah Bin Abu Thalhah dengan jumlah
pasukan sebanyak 3000 orang. 100 orang dari mereka berasal dari Tasqif penduduk
Thaif. Sisanya penduduk Makkah, mulai dari pemuka kaum hingga para hamba
sahaya. Mereka membawa perlengkapan perang dan senjata yang sangat banyak.
mereka menggiring 200 ekor kuda dan 3000 ekor keledai. Bahkan di antara mereka
terdapat 700 orang pasukan yang memakai baju perang. Dan Abu Sofyanlah yang
menjadi panglima pasukan.
3. Bagaimana berita penyerangan ini
sampai kepada Rasulullah SAW?
Berita ini sampai kepada Rasulullah SAW melalui pamannya Abbas Bin
Abdul Mutthalib. Peranannya ini sangatlah penting. Beliau mengirim surat kepada Nabi SAW
melalui seorang lelaki dari kabilah Ghifar yang mengabarkan secara mendetail
tentang keluarnya pasukan Quraisy yang diperkirakan sampai ke Madinah dalam
tiga hari. Dan dari balik salah satu lembah Makkah berita sampai kepada
Rasulullah melalui Amr Bin Salim AL-Khuza’i.
Pasukan
Quraisy terus merangsak hingga sampai di Al-Aqiq. Kemudian mereka singgah di
lereng gunung Uhud, kira-kira 5 mil dari kota
Madinah.
Rasulullah
SAW sebagai panglima umat islam telah mengirim mata-mata menuju Aqiq untuk
mencari berita. Beliau mengutus Anas dan Mu’nas keduanya anak Fadhalah. Beliau
juga mengutus Al-Hubab bin AL-Mundzir.
Dengan
cara itu, berita penting tentang musuh bisa terkumpul, berita yang saling
membenarkan satu sama lain. Sebagai Panglima Rasulullah SAW tidak merasa cukup
dengan satu sumber berita tentang hal genting seperti ini, agar bisa
mempersiapkan segala sesuatu dengan matang.
Salmah
Bin Salamah datang tergesa-gesa dari ujung kota
mengabarkan bahwa pasukan Quraisy telah dekat dan hampir memasuki kota Madinah. Beritapun
tersebar dengan cepat dan membuat umat islam cemas akan akibat penyerbuan yang
dilancarkan oleh kaum Quraisy ini dengan persiapan yang belum pernah terjadi
sebelumnya dalam sejarah peperangan bangsa Arab.
Kaum
muslimin tetap berada di masjid dengan memegang senjata. Mereka mencemaskan
Rasul yang mereka cintai melebihi kecintaan mereka terhadap diri mereka
sendiri. Madinah dijaga ketat sepanjang malam. Persiapan dan pertahanan pun
ditingkatkan.
4.
Rasulullah SAW
bermusyawarah dengan umat Islam.
Pada hari yang
mencekam ini, Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabatnya untuk meminta
pendapat mereka tentang masalah genting ini, bermusyawarah untuk menghadapi
musuh. Diantara mereka terdapat orang-orang yang memiliki ide cemerlang.
Bersama mereka juga – sesuatu dengan tabiat realita – ada orang munafik yang
menampakkan keislaman, namun mereka menyembunyikan permusuhan dan kebencian
terhadap Rasulullah dan risalah Islam.
Pendapat
sahabat terpecah dan berbeda, antara keluar menghalau musuh - seperti yang
mereka lakukan sebelumnya dan memperoleh kemenangan – dan antara tetap bertahan
melawan musuh dari dalam benteng Madinah atau yang dikenal dengan perang di
tengah kota .
Rasulullah SAW berpendapat untuk tetap tinggal di Madinah dan membiarkan orang
kafir Quraisy tetap di luar kota .
Apabila musuh berusaha menyerang kota ,
maka kaum muslimin lebih mampu menghalau dan menghancurkan musuh mereka.
Di antara
kelebihan bertahan, bahwa kaum muslimin sendirilah yang telah memilih medan
perang yang seluk-beluknya belum dikenal oleh musuh, semua orang bisa ikut
melakukan perlawanan, di dalam kota kuda tunggangan tidak merasa panik, kaum
muslimin berada di tempat strategis dalam benteng dan di atas loteng-loteng
yang tinggi. Makanan, minuman dan senjata selalu ada bersama mereka.
Ini adalah
pendapat sahabat-sahabat Rasul terkemuka dari kalangan muhajirin dan Anshar.
Pendapat ini yang diterapkan oleh Abdullah Bin Ubay Bin Salul ketika mengajak
orang-orang tetap tinggal dalam Madinah. Apabila musuh datang, para lelaki
membunuhnya di sela-sela rumah atau di jalanan. Para
wanita dan anak-anakpun bisa menghujaninya dengan batu. Sehingga dengan cara
ini musuh tidak bisa melawan kecuali kabur tunggang-langgang.
5.
Mayoritas berpendapat
untuk keluar menghadapi musuh.
Namun
kebanyakan pemuda Islam memilih keluar untuk menggempur musuh ditempat mereka
singgah. Agar mereka tahu bahwa kaum muslimin tidak pengecut dan tidak takut
menghadapi musuh. Mereka tidak senang mendengar orang-orang berkata bahwa orang
kafir Quraisy bersama para sahaya mereka mampu menahan kaum muslimin di dalam kota , dan kejadian ini
akan berdampak buruk bagi masa depan Islam dan umatnya.
Seluruh hati
bergetar, dan ruh-ruh seakan terbang mendengar hadits tentang mencari syahid.
Seolah mereka telah menyaksikan surga yang disiapkan untuk para mujahidin.
Khaitsamah Bin
Abu Saad Bin Khaitsamah berkata: “Semoga Allah memberikan kita kemenangan atas
mereka, atau Allah karuniakan yang lain, yaitu syahid. Gugur sebagai syahid
luput dariku pada perang, padahal saya sangat mendambakannya. Bahkan saking
kuatnya tekad, saya sampai membuat undian dengan anakku siapa yang akan keluar
ke medan
perang. Waktu itu nama anakku yang keluar, dan dia pun mendapat karunia syahid
dari Allah. Semalam saya melihat anakku dalam mimpi. Ia berkata: “Susullah dan
temani kami di surga! Sungguh saya telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan
Allah kepadaku menjadi kenyataan.” Wahai Rasulullah, saya sangat rindu untuk
menemaninya di surga. Usiaku sudah tua. Tulangku sudah keropos. Saya rindu
bertemu Tuhanku.”[1]
Pendapat
sahabat yang menyatakan keluar menjadi unggul. Sebagian besar cenderung memilih
keluar untuk menghalau musuh. Rasulullah SAW terus menyampaikan pendangannya
seraya bersabda: “Sungguh saya khawatir kalian mengalami kekalahan.”
Namun mereka
bersikeras untuk tetap keluar. Sehingga tidak boleh tidak harus keluar.
Akhirnya Rasulullah mengalah dan mengikuti pendapat mayoritas. Mulai saat
inilah musyawarah terwujud dan menjadi prinsip masyarakat muslim. Sekali-kali
Rasulullah SAW tidak mengambil kebijakan otoritas dalam satu urusan kecuali
karena berdasarkan wahyu dari Allah.
Al-Maqrisi
berkata: “Ketika mereka enggan kecuali dengan cara itu, Rasulullah menunaikan
shalat Jum’at bersama manusia. Beliau menasehati dan memerintahkan mereka untuk
bersungguh dalam berjihad, dan mengabarkan bahwa kemenangan akan mereka raih
jika mereka bersabar. Orang-orang merasa gembira untuk keluar melawan musuh,
walaupun banyak dari mereka yang tidak senang dengan keputusan tersebut.”
6. Rasulullah SAW bertekad untuk berperang.
Rasulullah SAW
memasuki rumahnya sesudah menunaikan shalat Ashar. Abu Bakar dan Umar ikut
masuk bersamanya. Kemudian keduanya membantu memakaikan baju perangnya.
Rasulullah menghunus pedang dan menyelipkannya di balik baju perangnya.
Sementara orang-orang terus berbicara dan berselisih. Sebagian mereka merasa
telah mendesak Rasulullah SAW untuk keluar kota . Mereka mengira telah menyalahinya.
Ketika
Rasulullah keluar menemui mereka dengan segala perlengkapan perang sambil
menggenggam pedang di tangannya, orang-orang yang semula mengusulkan untuk
melawan musuh di luar Madinah menghampirinya seraya berkata: “Wahai Rasulullah,
tidaklah pantas bagi kami menyalahimu. Lakukanlah apa yang terbaik menurutmu.
Tidak layak kami mendesakmu. Segala urusan hanyalah kepada Allah kemudian
kepadamu.”
Rasulullah SAW
menjawab dengan tegas: “Saya telah mengajak kalian untuk melakukannya, namun
kalian tidak setuju. Tidaklah pantas bagi seorang nabi apabila telah mengenakan
baju perangnya, untuk membukanya kembali hingga Allah memberikan keputusan
antara dia dan musuhnya. Perhatikan apa yang aku perintahkan kepada kalian,
kemudian patuhilah! Kemenangan akan kalian raih selama kalian bersabar.”[2]
Inilah kaidah
dan peraturan yang Rasulullah tetapkan setelah diputuskan dalam syuro. ketika
pendapat mayoritas sudah menjadi keputusan setelah diadakan analisa dan penelitian,
tidak boleh seorangpun membatalkannya. Melainkan semua pihak wajib menerima apa
yang telah menjadi kesepakatan bersama dengan disertai tekad kuat untuk
melakukan dan merealisasikannya secara maksimal dan profesional.
7. Sikap orang-orang munafik dan Yahudi.
Kaum muslimin
berangkat menuju bukit Uhud. Ketika mereka sampai di Syaikhain – nama tempat
sebelum uhud – Rasulullah SAW melihat satu pasukan yang memisahkan diri.
Rasulullah SAW bertanya siapakah mereka? Sahabat menjawab: “Mereka adalah orang-orang
Yahudi yang bersekutu dengan Ibnu Ubay.” Maka Rasullah pun menolak mereka ikut
perang.
Seluruh
pasukan kembali melangkah mengikutinya.
Tiba-tiba Abdullah Bin Ubay Bin Salul memisahkan diri bersama dengan 300
orang pasukan. Ia berkata: “Akankah Rasulullah menentangku dan mengikuti
pendapat para pemuda? Kemudian kembali ke Madinah bersama dengan sepertiga
pasukan.
Begitulah yang kita saksikan dari sikap
pimpinan orang-orang munafik Abdullah Bin Ubay Bin Salul. Ia kembali ke Madinah
setelah Rasulullah menolak orang-orang Yahudi untuk ikut perang. Apakah
gerangan yang bercokol di benak Ibnu Ubay? Makar apa yang telah dia buat
bersama para sekutunya terhadap umat islam?!
8. Rasulullah Sebagai Panglima menyusun
strategi perang.
Kini bersisa
bersama Rasulullah kekuatan yang terdiri dari 700 pasukan. Kekuatan ini yang
akan menghadapi kekuatan musuh yang berjumlah kira-kira 3000 pasukan. Artinya
jumlah pasukan umat islam seperempat dari jumlah pasukan Quraisy dan sekutunya.
Pasukan
muslimin berangkat di waktu subuh hingga mereka tiba di bukti Uhud. Mereka
melewatinya hingga gunung Uhud berada di belakang mereka. Sang Panglima tinggi
menempatkan pasukan panah yang berjumlah 50 orang di atas gunung dan menunjuk
Abdullah Bin Jubair sebagai komandannya. Rasulullah memberikah perintah tegas
kepada mereka untuk tidak meninggalkan tempat baik dalam kondisi menang atau
kalah. Beliau berpesan kepada sang komandan: “Hujani pasukan berkuda musuh
dengan anak panah. Jangan biarkan mereka menyerang kami dari belakang ketika
kami menang atau sedang terdesak. Tetaplah di tempat dan jangan sampai kami
diserang dari arahmu!”
Dengan ini,
berarti Rasulullah mengembankan tugas perang spesifik kepada mereka. Yaitu
menghujani pasukan berkuda musuh dengan anak panah agar mereka tidak bisa maju
menyerang. Dengan begitu, penjagaan tentara islam yang sedang berperang bisa
terwujud dan belakang merekapun aman dari serangan musuh. Tugas mereka
menghalau serangan 200 pasukan berkuda. Sehingga perbandingannya adalah satu
melawan empat orang.
9.
Pasukan Quraisy bersiap untuk perang.
Pasukan
Quraisy mulai menyiapkan barisan mereka. Khalid Bin Walid berada di bagian
sebelah kanan pasukan, Ikrimah Bin Abu Jahal di sebelah kiri, dan pabji perang
diserahkan kepada Abdul ‘Uzza Talhah Bin Talhah. Sedangkan para wanita berjalan
di antara barisan tentara sambil menabuh rebana dan gendang untuk membangkitkan
izzah, mengobarkan rasa perlawanan dan semangat berperang. Mereka berdendang :
Majulah
wahai Bani Abdu Daar..
Majulah
wahai para pembela kejayaan
Gempurlah
dengan segala kekuatan
Yang disambung oleh pasukan Quraisy
dengan nyanyian :
Bila kamu
maju kita akan berpelukan
sambil
menggelar bantal kemenangan
atau kamu mundur, maka kita berpisah
bak perpisahan orang yang tak punya
cinta
10. Putaran Pertama
Quraisy terus
mengingatkan pasukannya akan peristiwa Badar dan semua korban yang terbunuh,
mengobarkan semangat lelaki mereka.
Sedangkan para
tentara muslim, mereka senantiasa mengingat Allah dan pertolongan-Nya.
Rasulullah memotivasi mereka untuk terus berperang, menjanjikan mereka
kemenangan apabila mereka bersabar, dan mengasah semangat mereka untuk
menghadapi musuh yang sangat bengis.
Rasulullah SAW
mengangkat pedang yang ada ditangannya seraya berkata: “Siapa yang akan
mengambil pedang ini dengan haknya?”
Maka majulah
beberapa orang sahabat. Namun Rasulullah tidak memberikannya kepada mereka
hingga Abu Dujanah[3]
bangkit dan bertanya: “Apa haknya wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab:
“Hendaknya engkau menebaskannya kepada musuh sampai tumbang.” Kemudian ia
mengambil pedang itu, mengeluarkan kain merah dan mengikatkannya di kepalanya.
Selanjutnya ia melangkah aneh di antara dua barisan sahabat. Ketika Rasulullah
menyaksikannya, dia bersabda: “Gaya
jalan yang dimurkai Allah kecuali di tempat ini.”[4]
Berkecamuklah
antara antara dua pasukan. Pasukan Quraisy menyerang pasukan muslim dengan
sangat dahsyat yang diperkuat oleh pasukan berkuda dari sebelah kanan, di saat
yang bersamaan budak Quraisy Ikrimah Bin Abu Jahal –yang memimpin pasukan dari
sebelah kiri- berusaha untuk menghancurkan pasukan muslim dari arah mereka.
Barisan musuh
bergerak bak gelombang, kemudian terjadi pertempuran sengit. Namun hujan panah
dan batu menimpa pasukan Quraisy. Ketika itu, Hamzah Bin Abdul Muttalib
meneriakkan seruan perang pada hari Uhud : Musnahkan! Musnahkan! Teriakan itu
menggetarkan hati pasukan Quraisy, membuat Talhah bin Abu Talhah pemegang panji
perang Quraisy balas berteriak: “Siapa yang berani tanding satu lawan satu?”
Ali bin Abu
Thalib melayani tantangannya. Keduanya bertemu di antara dua pasukan. Ali
mendahului dengan menebaskan pedang yang membelah kepala Talhah. Nabi SAW
merasa gembira dan teriakan kaum muslimin menggema : Allah Akbar.. Allah
Akbar.!! Kemudian mereka menyerang. Abu Dujanah yang memegang pedang Rasulullah
menerjang maju. Di kepalanya terdapat ikatan kematian. Tidaklah ia melewati
seorang musuh kecuali ia membunuhnya, hingga ia mampu memporak-porandakan
barisan kaum musyrikin.
Begitulah
ranah perang sengit yang berkecamuk antara dua pasukan. Masing-masing memiliki
motivasi yang kuat untuk meraih kemenangan dan kejayaan. lebih-lebih ketika
melihat sedikitnya jumlah dan minimnya perbekalan kaum muslimin, yang tidak
sepadan dengan jumlah dan perbekalan kaum musyrikin yang begitu banyak. Hal itu
menambah semangat dendam di dalam dada kafir Quraisy, di saat pasukan islam
yang berjumlah kecil berperang untuk mempertahankan aqidah dan untuk
mengharapkan kenikmatan di sisi Allah.
Pasukan
Quraisy berusaha kembali menyerang. Namun kembali mereka tertahan oleh siraman
anak panah yang dilepaskan oleh pasukan panah dan melukai kuda atau orang.
Pasukan kuda lari tunggang langgang yang menyebabkan pasukan musuh menjadi
kocar-kocir. Pada saat itu, pasukan kaum muslimin menyerang ke jantung
pertahanan pasukan Quraisy setelah mengalami kekalahan karena perlawanan sengit
yang dilancarkan pasukan Islam dan jatuhnya semua pembawa panji Quraisy satu
persatu hingga mencapai sembilan orang. Tidak ada seorangpun mampu mendekati
panji itu hingga kejiwaan pasukan Quraisy melemah, semangat juang mereka
kembali ambruk, barisan mereka menjadi kocar-kacir, dan akhirnya mereka tampak
kualahan dan ingin kabur meninggalkan medan
perang. Para wanita mereka terkepung. Mereka
menangis dan mundur karena takut.
Saat itulah,
berhala yang mereka bawa dan yang menjadi sumpah mereka jatuh dari atas bukit.
Pada putaran ini kaum meraih kemenangan besar yang dianggap sebagai kemengan
spektakeler dalam sejarah peperangan mereka.
11. Terbunuhnya Hamzah bin Abdul Muttalib.
Hamzah Bin
Abdul Muttalib di perang –seperti di perang Badar- adalah singa Allah, pedang Al-Haq
yang membunuh setiap orang musyrik yang dijumpainya. Pada perang Badar ia
membunuh Utbah, Bapaknya Hindun Istri Abu Sufyan dan membunuh saudaranya.
Kemudian
Hindun menjanjikan hadian besar kepada Wahsyi Al-Habsyi. Ia adalah budaknya
Jubair Bin Muth’im yang sangat mahir melempar tombak. Hindun merayunya untuk
membunuh Hamzah, dan tuannya berjanji akan memerdekakannya jika ia berhasil.
Wahsyi tidak
menyia-nyiakan peluang ini. Ia berhasil membunuh Sayyid para syuhada’ Hamzah
dengan menghujamkan tombak yang merenggut nyawanya. Kemudian ia mencabut
tombaknya dan kembali dan duduk di kemah kaum Quraisy. Ia membunuh Hamzah hanya
karena ingin menebus kemerdekaannya.
12. Rahasia kemenangan umat islam dalam
putaran ini.
Strategi
perang yang dirancang oleh Rasulullah memiliki pengaruh nyata bagi terwujudnya
kemenangan umat islam. Yaitu ketika Rasulullah menempatkan kelompok pemanah di
barisan belakang dan berperan membidikkan panah ke arah musuh. Sehingga
serangan musuh bisa dipatahkan, terjangan pasukan berkuda juga bisa terhalau,
dan akhirnya pasukan Islam bisa konsentrasi menyerang para pembawa panji
Quraisy hingga serangan mereka hancur berantakan.
Namun rahasia
hakiki bagi kemenangan terletak pada kebenaran dan kekuatan iman. Para mujahidin melawan musuh dengan kekuatan aqidah yang
telah mampu meluluhkan hati mereka. Sehingga kaum musyrik tidak mampu –walau
jumlah empat kali lipat jumlah pasukan Islam- bertahun menghadapi gempuran yang
bertubi-tubi. Pasukan Quraisy menjadi kocar-kacir, para lelaki dan perempuan
menyerah dan kabur meninggalkan harta bawaan mereka menjadi ghanimah bagi umat
islam.
Apabila aqidah
dan iman yang benar telah tertanam kokoh dalam hati seseorang, ia akan
membangkitkan kekuatan di dalamnya. Kekuatan yang terpancar dari kekuatan Dzat
Yang Maha Kuat dan Maha Perkasa. Tidak ada kekuatan lain yang sanggup bertahan
menghadapinya.
13. Putaran kedua.
Pasukan pemanah meninggalkan posisi
mereka dan menyalahi peringatan.
Kaum
muslimin merasa gembira dengan kemenangan yang mereka wujudkan. Mereka silau
melihat harta rampasan perang yang berserakan di medan perang memenuhi lembah, yang telah
ditinggal pergi oleh orang-orang musyrik. Mereka mulai mengumpulkan apa yang
bisa mereka kumpulkan, hingga mereka tersibukkan untuk mengejar musuh dan
menghancurkan kekuatan mereka secara totalitas. Pada saat itu, tangan-tangan
penuh dengan harta rampasan perang, dan pedang-pedang pun berjatuhan.
Ketika
pasukan pemanah yang berada di atas bukit menyaksikan kawan-kawan mereka
mengumpulkan ghanimah, sebagian berbisik kepada sebagian yang lain untuk turun
bergabung dengan pasukan lainnya dan mengumpulkan harta rampasan. Sebagian yang
lain tidak setuju seraya mengingatkan perintah dan pesan sang panglima tinggi
Muhammad SAW untuk tidak meninggalkan tempat dalam kondisi apapun, baik menang
ataupun kalah.
Sang komandan
Abdullah Bin Jubair meminta mereka untuk tidak melanggar perintah Rasulullah
SAW. Namun kebanyakan mereka melanggarnya dan yang tetap di tempat hanyalah
sembilan orang. Selebihnya turun dan ikut serta mengumpulkan harta rampasan.
Mereka pun tersibukkan oleh harta rampasan itu untuk melakukan segala hal.
14. Terjadinya kekalahan.
Abdullah tetap
bersama sekelompok kecil di atas bukit untuk membendung gempuran keras 200
pasukan berkuda yang dipimpin oleh ahli strategi perang Khalid Bin Walid yang
mendapatkan peluang emas ketika menyaksikan pasukan islam sibuk mengumpulkan
harta rampasan di medan perang dan mereka telah membuang senjata.
Dia menganggap
perang belum berakhir. Kemudian dia menyerang pasukan pemanah yang masih
bersisa hingga gugur sebagai syuhada’. Pasukan Quraisy yang menyimpan kusumat
mencabik-cabik jasad mereka, selanjutnya mereka menggempur pasukan Islam dari
belakang. Khalid membekali setiap sukan berkuda dengan pedang, sehingga kondisi
perang menjadi terbalik. Pasukan Islam terpecah dan kocar-kacir di mana-mana.
Khalid
memanggil pasukan Quraisy yang kemudian berkumpul dan kembali menggempur kaum
Muslimin dengan kuat dan sengit dari atas bukit dan dari bawah lembah. Setiap
tentara muslim membuang harta rampasan yang telah terkumpul di tangannya, dan
kembali mengambil senjatanya berusaha mengadakan perlawanan. Namun pasukan
Quraisy yang berjumlah besar berhasil memperok porandakan barisan umat Islam.
Pasukan Islam
pun mengalami kekalahan. 70 orang dari mereka gugur sebagai syuhada. Membuat
mereka berperang mati-matian tanpa kendali. Kini kondisinya menjadi kacau.
Tiba-tiba ada yang berteriak bahwa Muhammad telah terbenuh. Pada saat itulah
kekacauan menimpa semua pasukan islam, gempuran musuh semakin keras, semua
pasukan tergoncang membuat mereka berjuang habisan-habisan, menebas satu sama
lain membabi buta karena rasa lengah dan panik yang menimpa mereka.
Masing-masing mereka ingin menyelamat dirinya kecuali sekelompok kecil yang
masih memiliki akal.
15. Pasukan Musyrikin berhasil menyerang
Rasulullah.
Ketika
mendengar berita kematian Muhammad SAW, pasukan Quraisy langsung menyerbu ke
arah di mana beliau berada. Kala itu Rasulullah hanya dikelilingi 14 orang
sahabat yang berusaha melindunginya dengan jiwa-jiwa mereka. Mereka berusaha
membelah jalan menuju bukit Uhud di tengah badai kedengkian yang dihembuskan
orang Quraisy. Kemudian para sahabat sedikit demi sedikit mulai berkumpul mengelilingi
pasukan kecil yang begitu gigih ini.
Pasukan
musyrikin berhasil mendekati posisi Rasulullah SAW. Salah seorang dari mereka
melemparkan batu yang berhasil memecahkan hidung dan gigi depannya, melukai
wajah dan kedua bibirnya hingga dua bulatan besi yang menutupi mukanya masuk
melukai bagian atas pipinya.
Begitulah luka
yang dialami Rasulullah SAW. Namun beliau masih mampu menguasai dirinya dan
terus berjalan bersama para sahabat di sekitarnya. Beliau terperosok ke dalam
lobang yang dibuat oleh orang-orang musyrik. Serta merta Ali Bin Abu Thalib
meraih tangannya dan Talhah Bin Ubaidillah membantu menaikkannya. Kemudian
terus melangkah mendaki gunung Uhud bersama para sahabat. Selamatlah mereka
dari gempuran musuh yang dengan gigih mendesaknya.
16. Bentuk-bentuk heroisme dan pengorbanan di sekitar Rasulullah SAW.
Sekelompok
kecil pasukan islam ini menganggap perang belum selesai. Baru saja mereka mampu
merubah berat timbangan perjuangan dengan tambahan darah para syuhada. Dengan
darah mereka mampu mengukir sejarah baru. Mereka mati-matian melindungi
Rasulullah dengan bentuk kepahlwananan dan keberanian yang terabadikan dalam
sejarah sepanjang masa.
Inilah Ummu
Ammarah Al-Anshariyah, yang keluar bersama pasukan untuk memberikan minum
kepada para mujahidin yang terluka. Ketika pasukan muslimin mengalami
kekalahan, ia meninggalkan kerjaannya memberi mimun. Kemudian ia menghunus
pedang dan berperang melindungi Rasulullah SAW. Ia ikut melempar panah hingga
badannya terluka. Rasulullah berkata tentangnya: “Tidak seorang pun mampu
melindungiku saat itu seperti yang dilakukan oleh Nusaibah Binti Kaab.”
Abu Dujanah
berdiri melindungi Rasulullah dengan badannya. Ia merunduk ke arah Rasulullah
membiarkan punggungnya menjadi sasaran panah. Sementara Saad Bin Abu Waqash
berdiri di sampingnya terus membidik panah ke arah musuh. Rasulullah memberikan
anak panah kepadanya seraya berkata: “Lemparkan, ayah dan ibuku akan
menebusmu!”
Inilah Anas
Bin Nadlar. Ketika melihat sebagian sahabat, di antaranya Abu Bakar dan Umar
tertunduk sedih karena menduga Rasulullah betul-betul telah gugur, ia berkata:
“Apa yang membuat kalian tertuduk?” Mereka menjawab: “Rasulullah telah
terbunuh.” Ia bertanya kembali: “Apa yang akan kalian perbuat untuk kehidupan
setelahnya? Bangkitlah dan gugurlah sebagaimana beliau gugur!” Kemudian Anas
kembali berperang dengan penuh kegigihan. Ia menggempur musuh dengan cara yang
tiada tara dan ia baru gugur setelah terkena
70 pukulan senjata musuh.
Pasukan
Quraisy merasa lesu menghadapi kegigihan ini. Mereka kelelahan menghadapi
pasukan muslimin. Mereka tertidur pulas, kemudian bangun dan beranjak
pergi.
17. Rasulullah terselamatkan.
Orang-orang
Quraisy yakin bahwa Rasulullah SAW telah mati. Mulailah Abu Sufyan memeriksa
mayatnya di antara mayat-mayat pasukan yang terbunuh. Rasulullah SAW
memerintahkan para sahabatnya untuk menyangkal berita kematiannya agar
orang-orang Quraisy tidak kembali menyerangnya. Namun seorang sahabat Kaab Bin
Malik melangkah ke arah Abu Dujanah dan teman-temannya. Saat itu ia tahu bahwa
Rasulullah belum terbunuh, kemudian berteriak lantang: “Wahai kaum muslimin,
bergembiralah! Ini dia Rasulullah.” Rasulullah berisyarat kepadanya untuk diam.
Namun kabar gembira telah menyeruak ke dalam hati kaum muslimin yang kemudian
bangkit mengitari Rasulullah. Di antara mereka adalah Abu Bakar, Umar, Ali,
Zubar Bin Awwam dan para sahabat yang lain.
Orang-orang
musyrik tidak membenarkan teriakan ini. Mereka mengiranya hanya sebagai
panggilan untuk menyatukan kembali pasukan islam dan semangat mereka yang
sedang tercerai berai. Namun sebagian pasukan Quraisy bergerak menyusul
Muhammad dan rombongannya. Ubay Bin Khalaf berhasil menyusul mereka dan
berteriak: “Hei, mana Muhammad? Saya tidak boleh selamat jika dia selamat.”
Kemudian Rasulullah menikamnya dengan tombak yang membuatnya
menggelepar-gelepar di atas kudanya. Kemudian ia kembali dan tewas di tengah
perjalanan.
Kaum muslimin
tiba di jalan yang pertama. Mulailah para sahabat mengobati dan membalut luka
Rasulullah SAW. Pada saat itu, Khalid bersama pasukannya mendaki bukit. Umar
Bin Khattab bersama sahabat Rasulullah yang lain menghalau serangan dan
berhasil mengusir mereka. Kaum muslimin kembali menaiki bukit. Saat itu
Rasulullah merasakan kelelahan hebat hingga beliau melakukan shalat dzhuhur
dengan cara duduk dan kaum muslimin yang dibelakangnya juga shalat dengan
duduk.
18. Orang-orang Quraisy membalas
dendam kepada para korban yang terbunuh dengan cara memotong-motong mayat
mereka.
Begitulah
gambaran akhir peperangan ini. Pasukan Quraisy menuai buah kemenangan. Mereka
merasa telah berhasil menebus kekalahan yang mereka derita pada perang Badar.
Hindun Binti Utbah bersama para wanita yang lain melangkah menuju mayat para
syuhada untuk mencincang tubuh mereka. Mulailah mereka memotong telinga,
hidung, dan membelah perut mayat para syuhada. Sedangkan Hindun mencabut
jantung Hamzah Bin Abdul Muttalib, kemudian mencabik-cabiknya dengan giginya
dengan penuh rasa kebencian yang mendalam kepadanya. Hal serupa dilakukan oleh
para lelaki Quraisy.
Kaum Quraisy
beranjak pergi setelah menguburkan mayat pasukannya yang tewas. Kemudian kaum
muslimin juga kembali untuk menguburkan mayat para syuhada.
Rasulullah
sangat sedih menyaksikan kondisi mayat pamannya Hamzah. Beliau bersumpah untuk
membalas mutilasi melebih apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy.
Namun beliau menarik sumpahnya, memaafkan mereka dan bersabar. Sebagai aplikasi
dari firman Allah SWT: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah
dengan balasan yang setimpal dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan
tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang
yang sabar. Bersabarlah (wahai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan
dengan pertolongan Allah. Dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran)
mereka dan jangan pula bersempit dada terhadap makar mereka.” (Q.S. An-Nahl
: 126-127)
19. Prosesi penguburan mayat para
syuhada dan kembali ke Madinah.
Rasulullah
memerintahkan para sahabat untuk menguburkan para syuhada sebagaimana mereka
terbunuh. Kemudian kaum muslimin kembali ke Madinah dipimpin oleh Rasulullah
SAW meninggalkan 70 orang syuhada di belakang mereka. Rasa sedih memenuhi
relung hati mereka karena mengalami kekalahan setelah memperolah kemenangan
pada putaran pertama. Itu terjadi karena pelanggaran yang dilakukan oleh
pasukan pemanah, dan sibuknya kaum muslimin mengumpulkan harta rampasan hingga
lalai berperang dan mengejar pasukan musuh.
20. Keluar menuju Hamra’ al-Asad.
Ketika
Rasulullah kembali ke Madinah, ia mendapat penduduknya yang terdiri dari orang
Yahudi, orang-orang munafiq dan musyrikin tidak dapat menyembunyikan
kegembiraan mereka mendengar kaum muslimin mengalami kekalahan. Hampir saja
kekuasaan kaum muslimin tergoyah. Lebih-lebih karena Rasulullah menolak orang-orang
Yahudi ikut berperang bersamanya. Juga karena keluarnya Abdullah Bin Ubay Bin
Salul bersama pasukannya dan tidak ikut berperang hari dengan alasan Rasulullah
tidak mau mendengarkan pendapatnya.
Kaum muslimin
di bawah pimpinan Rasulullah SAW menilai bahwa membiarkan keadaan seperti ini
akan melemahkan pengaruh umat islam di semenanjung arabia, dan bisa menjadi
pemicu orang-orang musyrik merecehkan islam. Sudah tentu hal itu mengandung
bahaya besar bagi islam dan umatnya. Oleh karena itu, sebagai seorang panglima Rasulullah berpikir
tentang masalah ini, menyusun rencana untuk melakukan serangan balik yang bisa
meringankan beban kekalahan pada perang Uhud, mengembalikan kekuatan jiwa kaum
muslimin, mengembalikan pamor dan kekuasaan islam di hati orang-orang yahudi
dan kaum munafiqin.
Pada hari
Ahad, tepatnya malam ke 16 bulan Syawwal. Pasukan muslimin keluar untuk
mengusir musuh. Pasukan yang keluar bersama Rasulullah hanyalah orang-orang
ikut dalam perang Uhud. Mereka keluar sampai ke Hamra’u al-Asad.
Sementara Abu Sufyan dan pasukannya sedang berada di Rauhah. Abu Sufyan mengira
bahwa kaum muslimin datang dari Madinah dengan kekuatan baru, sehingga ia takut
untuk menghadapi mereka.
Ia mulai
berpikir dan menimbang. Kalau memutuskan untuk kabur, seluruh Arab akan
mengatai mereka apa yang inginkan dikatakan tentang umat islam. Kalau ia
kembali untuk menghadapi pasukan islam, kemenangan belum tentu mereka raih.
Pada saat itu, ia memilih menyusun makar dan tipu muslihat. Kemudian ia
mengutus orang bersama orang-orang yang hendak ke Madinah untuk menyampaikan
kepada Rasulullah bahwa telah memutuskan menuju Madinah untuk berperang dengan
kaum muslimin.
Ketika surat sampai kepada
Rasulullah SAW di Hamra’ al-Asad, beliau tidak merasa lemah dan menyerah. Melainkan
beliau tetap di tempat selama tiga hari untuk menunjukkan kekuatan tekadnya
untuk menghadapi tentara Quraisy. Akhirnya Abu Sufyan merasa putus asa dengan
tipu muslihatnya dan pasukan Quraisy memilih kembali ke Makkah ketimbang
kemenangan yang ingin mereka capai.
Rasulullah SAW
juga kembali ke Madinah dan mampu mengembalikan sebagian yang hilang pasca
perang Uhud. Kendati orang-orang munafiq mulai menyalakan perang jiwa yang
tidak sepele dengan umat islam.
21. Beberapa akibatd dari
kejadian perang ini.
Kejadian
perang di Bukit Uhud memiliki faedah dan pengaruh besar bagi Islam dan umatnya.
Berikut ini faedah yang bisa kita simpulkan :
a.
Banyak penduduk Madinah yang
ingkar kepada kaum muslim, walupun kerajaan mereka masih eksis berdiri. Namun
karena Rasulullah bersama para sahabatnya berhasil keluar ke Hamraul Asad, dan
tetap sabar menunggu musuh hingga mereka memilih kembali ke Makkah.
b.
Rasulullah SAW merasa bahwa
kabilah-kabilah Arab mulai berpikir untuk menentang dan menyerangnya, setelah
mereka berdamai dan berjanji tidak melakukan perang dengannya. Bangsa Arab
Badui mulai berani dan pintu harapan pun mulai terbuka untuk menyerang Madinah
dan meraup segala kekayaannya.
c.
Orang-orang yahudi mulai
mengumandangkan cacian dan hinaan atas kekalahan yang menimpa kaum muslimin.
Hubungan mereka pun dengan islam menjadi keruh. Mulailah rasa dengki dan
penghianatan menggerogoti hati mereka, dan membisiki mereka untuk menghancurkan
umat islam.
d.
Orang Badui mulai bergerak
menuju Madinah dan yang pertama kali bersiap untuk memeranginya adalah Bani
Asad. Maka Rasulullah segera mengutus Abu Salamah Bin Abdul Asad memimpin
kurang lebih 150 orang pasukan untuk menghancurkan kekuatan Bani Asad sebelum
mereka menyerang Madinah. Abu Salamah berhasil memporak-porandakan kekuatan
musuh. Ia menggiring ternak mereka dan kembali ke Madinah dengan kemenangan.
Namun ia terluka hebat dan tidak mendapatkan kesembuhan hingga wafat.
e.
Khalid Bin Siyyan berusaha
untuk mengumpulkan pasukan untuk memerangi umat islam. Kemudian Rasulullah SAW
mengutus Abdullah Bin Unais dan berhasil membunuhnya. Khalid berusaha untuk
mengumpulkan beberapa kabilah untuk menyerang Madinah. Oleh karena itu, Bani
Quraisy mulai berpikir untuk menyerang umat Islam. Mereka membantu kabilah
tetangga untuk mengkhianati Rasulullah dengan cara berpura-pura menyatakan
memeluk Islam dan meminta kepada Rasulullah SAW untuk mengutus orang yang bisa
mengajarkan islam sekaligus membacakan Al-Quran kepada mereka. Mereka telah
meminta bantuan Bani Hudzail di sebuah tempat yang bernama Roji’ untuk
menahan para utusan Rasulullah. Empat orang di antara mereka terbunuh, dua
orang lagi ditawan dan dibawa ke Makkah. Keduanya dijual kepada orang-orang
musyrik yang kemudian mereka membunuh keduanya.
f.
Gugur sebagai syuhada dalam
perang ini sebanyak 70 orang. Mereka adalah generasi muslim sekaligus para qurra’
yang terbaik. Rasulullah SAW pernah mengutus mereka untuk menyebarkan islam
kepada beberapa kabilah di Najd , sebagai
jawaban atas permintaan ‘Amir Bin Malik yang menyatakan akan memberikan suaka
kepada mereka. Setelah mereka tiba di Bi’ru Ma’unah, mereka mengutus Haram Bin
Milhan kepada Amir Bin Tufail pimpinan orang kafir untuk menyerahkan surat Rasulullah yang
berisi seruan untuk memeluk islam. Namun Amir Bin Tufail memerintahkan orang
untuk membunuh si pembawa surat .
Kemudian melanjutkan permusuhannya hingga kemudian ia menyeru teman-temannya
dari beberapa kabilah. Setelah itu mereka menyerang para qurra’ dan
membunuh mereka. Tidak ada yang selamat dari mereka kecuali Amr Bin Umayyah Ad-Dhamiri
yang kemudian membawa berita yang sangat mengejutkan ini ke Madinah.
g.
Kaum muslimin merasa sedih atas
perbuatan orang-orang kafir terhadap para utusan Rasulullah yang dibunuh dengan
cara khianat dan keji. Sehingga mereka terus berpikir untuk melenyapkan
pengaruh perang Uhud untuk menyampaikan risalah Allah dengan kembali.
22. Pelajran/ibrah dari perang Uhud.
Perang
dianggap sebagai fenomena besar dalam sejarah kemiliteran umat Islam. Dari
perang ini mereka dapat mengambil petuah dan ibrah, menuai pelajaran yang bisa
memberi petunjuk mereka di tengah kejadian dan cobaan yang pekat mencekam. Di
antara pelajaran tersebut adalah :
a.
Taat kepada pemimpin dan
komitmen melaksanakan perintahnya merupakan kewajiban yang tidak boleh
dilanggar. Karena pemimpinan lazimnya mampu membuat perkiraan atau prediksi
maslahat menurut cara pandangnya yang universal.
b.
Musyawarah merupakan asas
mengambil kebijakan, baik dalam kondisi perang atau kondisi damai. Apabila
hasil musyawarah sudah diputuskan, maka suara yang minoritas dan mayoritas
wajib komitmen dengan keputusan syura dan tidak boleh meninggalkannya.
c.
Tidak sepantasnya kemenangan
pada satu fase menjadi sebab kelengahan dengan membuang senjata sebelum
diperintahkan oleh pimpinan.
d.
Kekalahan dalam satu fase
peperangan bukanlah penyebab keputus-asaan. Melainkan sebagai momentum untuk
memperbaiki kesalahan dan keteledoran.
e.
Sesungguhnya perang adalah
upaya maju menyerang atau mundur bertahan, kekalahan dan kemenangan. Namun
kekalahan yang sebenarnya adalah keputus-asaan jiwa dan hancurnya tekad dalam
hati.
f.
Keimanan kepada takdir Allah
bisa menumbuhkan harapan untuk bangkit dalam jiwa, melahirkan ketenangan dalam
menyelesaikan masalah, sekaligus mendorong diri mencari sarana menuju
kemenangan. Karena pertolongan hanyalah dari Allah SWT.
g.
Wanita muslimah memiliki
peranan yang nyata. Peranan yang harus ditiru oleh para wanita muslimah untuk
merawat pejuang yang terluka, atau menyiapkan senjata perang.
No comments:
Post a Comment