HUSNUL KHULUQ
Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin
Mubarak tentang pengertian Husnul Khuluq, ia mengatakan, wajah yang cerah,
mengerahkan kebaikan, dan mencegah bahaya.
Urgensi Akhlaq yang baik:
Jangan remehkan soal peneguhan akhlak.
Hati sekeras batu milik para kafir Quraisy pun dapat luluh dengan akhlak mulia.
Karena Islam bukan sekedar tujuan tapi juga cara.
Artinya kalau kita mempunyai cita-cita menegakkan Islam maka tidak ada cara
lain untuk mencapai kecuali dengan cara (akhlak) Islam. Hal ini juga
diisyaratkan oleh Allah swt. Dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang keluar
dari rumah-rumah mereka dengan congkak dan ingin dilihat oleh manusia dan
menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah.” (Al-Anfal 47)
Orang-orang kafir, sekalipun
membangkang dan bersikeras memerangi Rasulullah saw., namun mereka tidak kuasa
menampik kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Mengapa?
Apa –selain faktor hidayah dari
Allah swt.- yang membuat hati banyak
orang yang semula lebih keras dari batu, bisa tiba-tiba luluh, dan tak berdaya
selain tunduk dan pasrah kepada seruan Rasulullah saw.? Jawabannya adalah
karena Islam adalah kebenaran mutlak yang pasti sesuai dengan fitrah manusia.
Namun ada faktor lain yang menempati posisi amat bermakna untuk membuat
seseorang tersentuh fitrahnya yakni: akhlak.
Keindahan akhlak yang ditampilkan
Rasulullah saw telah membungkam segala hujjah orang yang mendustakan Rasulullah
saw. Karenanya hal yang paling mungkin mereka tuduhkan kepada Rasulullah saw.
adalah bahwa beliau seorang tukang sihir atau berpenyakit gila. Meski akhirnya
tuduhan itu tak dapat juga mereka buktikan.
Karena itu, semangat menegakkan
kebenaran (baca: syari’at Islam) bukan alasan untuk mengabaikan akhlak islami.
Bahkan justeru semangat itu seharusnya mendorong untuk meningkatkan kualitas
akhlak.
Prinsip itu berlaku universal dan
dipraktikan oleh para nabi sebelum Rasulullah saw. Lihat, bagaimana Allah swt.
mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun untuk menghadapi Firaun. Bukan untuk
semata-mata menawarkan kebenaran, namun untuk menawarkan kebenaran dengan
memakai akhlak. “Pergilah kamu berdua kepada Firaun sesungguhnya dia telah
melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut (kepada Allah).” (Thaha
43-44)
Rasulullah saw. pun mendapat
perintah yang sama. “Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang
yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh dan berkata, sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri. Dan tidaklah sama antara kebaikan
dengan keburukan. Maka tolaklah (keburukan) itu dengan cara yang lebih baik,
maka tiba-tiba orang yang antara kamu dengan dia ada permusuhan menjadi
seolah-olah telah menjadi teman setia.” (Fush-shilat 33-34)
Kedua ayat ini menunjukkan akhlak
dalam berdakwah dengan segala tantangannya sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi seseorang mau menerima kebenaran atau tidak, menjadi tunduk
hatinya atau semakin congkak, menjadi suadara seiman atau semakin menjadi-jadi
permusushannya.
Karenanya, dakwah yang penuh
cacian dan makian, kepada siapa pun: penguasa, kelompok lain yang tidak
sehaluan, orang yang tidak mau mengikuti seruan dakwahnya adalah bertentangan
dengan akhlak Islam. Selain tidak sesuai dengan esensi kebenaran itu sendiri
cacian dan makian itu tidak akan menambah keimanan dan amal. Alih-alih
meningkatkan pemahaman dan kesiapan untuk berjuang, bertambah justeru
penyakit-penyakit hati seperti iri, dengki, kebencian, dan kesumpekan dada.
Langkah menuju Akhlaq yang baik:
Dilakukan dengan dua langkah secara bersamaan.
Langkah pertama adalah takhliyah, yakni membesihkan diri dari segala
akhlak yang buruk. Dan langkah kedua adalah tahliyah menghiasi diri
dengan akhlak yang baik. Dalam konteks perjuangan menghadapi tantangan, Allah menyebut dua sifat buruk secara khusus. Yakni
al-bathar (congkak) dan riya (beramal demi untuk dilihat manusia).
Mengapa dua penyakit hati itu disebut secara khusus?
Kesombongan akan melemahkan posisi da’i dalam
menghadapi tantangan, baik yang muncul karena sebab kelebihan ilmu, wawasan,
atau informasi. Ini sering mengakibatkan dirinya mudah mengambil kesimpulan,
keputusan, atau bahkan memvonis keadaan. Jelas cara ini sangat berbahaya.
Karena dengan cara seperti itu seorang da’i bisa terjebak dalam pandangan yang
over istimasi tentang dirinya dan sebaliknya under estimasi tentang orang lain
dan keadaan yang dihadapinya. Ini pernah menjadi catatan pahit kaum muslimin di
masa lalu, sebagaimana Allah rekam dalam ayat-Nya:
“Sungguh Allah telah menolong kalian di banyak tempat dan
pada hari (perang) Hunain, saat jumlah kalian yang banyak membuat kalian bangga
tapi ternyata tidak berguna sama sekali bagi kalian (jumlah tersebut), dan bumi
kalian rasakan menjadi sempit padahal ia luas, kemudian kalian berpaling dengan
membelakang. Kemudian Allah menurunkan ketenteraman-Nya atas rasul-Nya dan atas
orang-orang beriman dan menurunkan bala tentara yang kalian tidak dapat
melihatnya, dan menyiksa orang-orang kafir. Dan itulah balasan bagi orang-orang
kafir.” (At-Taubah 25-26)
Kesombongan juga bisa muncul dalam bentuk
mengangkat diri sendiri melebihi kapasitas sebenarnya. Sejarah telah
membuktikan bahwa tidak ada kemenangan yang dicapai oleh kesendirian.
Kemenangan Islam adalah kemenangan kolektif dan dihasilkan dari ‘amal jama’i
yang segala keputusannya lahir dari musyawarah (syura).
Riya juga menempati posisi penting dalam
faktor-faktor penyebab kegagalan dakwah dan perjuangan Islam. Sebelum riya itu
berdampak buruk dalam kaitan interkasi sesama manusia, ia terlebih dahulu
merupakan penyakit yang dimurka Allah swt. Sampai-sampai Rasulullah saw.
menjelaskan bahwa alih-alih mendapatkan pahala, orang yang beramal dengan riya
lebih layak menjadi penghuni neraka. Karena memang orang yang riya bukan
mencari ridho Allah dengan amalnya. Atau mencari ridho Allah sambil mencari
pujian manusia. Dan Allah tidak suka cara seperti itu. Lalu, bagaimana bisa
mendapatkan pertolongan Allah swt. jika dalam beramal yang diinginkan adalah
keridhoan manusia?
Sombong dan riya ini merupakan induk dari
akhlak buruk yang akan memunculkan perilaku buruk lainnya. Karena itu dapat
dimengerti jika larangan sombong dan riya kemudian diikuti larangan
menghalang-halangi orang lain dari jalan Allah. Apa maksudnya?
Bukan dakwah dan perjuangannya, tentu, yang
menghalang-halangi manusia dari jalan Allah, melainkan sifat dan akhlak buruk
yang menyertai dakwah dan perjuangan itu. Akhlak buruk bisa menyebabkan orang
lari dari dakwah dan bahkan dari Islam itu sendiri. Dan jika ada orang yang
lari dari Islam gara-gara kita berakhlak buruk kita dianggap telah
menghalang-halangi orang lain dari jalan Allah. Maka, sifat-sifat buruk ini
perlu dibersihkan dari diri kita. Namun tidak cukup dengan hanya takhliyah,
tapi juga dihiasi dengan sikap tahliyah..
Sikap berikutnya adalah tahliyah
yakni menghiasi diri dengan segala akhlak terpuji. Dan Rasulullah saw. telah
melakukan keduanya (takhliyah dan tahliyah), yang karenanya Allah swt.
memujinya, “Dan engkau sungguh memiliki akhlak yang agung.” Allah berfirman,
"Dan
Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Al-Qalam: 4)
Anas ra.
berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا
"Adalah
Rasulullah saw. Itu orang yang paling baik akhlaknya." (Muttafaq
Alaihi).
Macam-macam
sikap tahliyah,
diantaranya;
- Berinfaq, menahan marah, memaafkan kesalahan orang lain meskipun kita ampu membalasnya. Allah berfirman
"(Yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (Ali Imran:
134).
Allah berfirman,
"(yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (Ali Imran:
134).
Abu Huraiah ra. meriwayatkan,
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ
"Seseorang
berkata kepada Rasulullah saw, 'Nasihati aku!' Beliau bersabda, 'Jangan marah!'
beliau mengulang beberapa kali, 'Jangan marah!" (Bukhari).
- Menyuruh kepada yang m’aruf,
berpaling dari orang jahil;
Allah berfirman,
"Jadilah
Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah
dari pada orang-orang yang bodoh." (Al-A'raf: 199).
- Bersikap sabar ;
Allah
berfirman,
"Dan
tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang
lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan
seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu
tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang
besar. (Fushshilat:
34-35).
Allah berfiman,
"Tetapi
orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diutamakan." (As-Syura: 43).
- sopan santun dan telaten
Ibnu Abbas ra.
berkata,
وَقَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِلأَشَجّ عَبْد الْقَيْس إِنَّ فِيك لَخَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ
الْحِلْم وَالْأَنَاةُ
"Rasulullah
saw berkata kepada Asyaj Abdul Qais, 'Pada dirimu ada dua sifat yang dicintai
Allah, yaitu sopan santun dan telaten." (Muslim).
Aisyah ra.
berkata, Rasulullah saw. bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ
"Sesungguhnya
Allah mencintai sikap santun dalam segala hal." (Muttafaq
Alaihi).
- Mempermudah dan tidak mempersulit;
Abu Hurairah
ra. meriwayatkan,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَثَارَ
إِلَيْهِ النَّاسُ ليَقَعُوا بِهِ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَأَهْرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ
أَوْ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا
مُعَسِّرِينَ
"Seorang
Arab Baduwi kencing di masjid dan orang-orang (sahabat) bangkit untuk
menghentikannya. Nabi saw. bersabda, 'Biarkan dia dan siramlah seember air pada
kencingnya atau seember besar air. Karena kalian diutus untuk mempermudah dan
tidak diutus untuk mempersulit." (Bukhari).
Anas ra meriwayatkan dari Nabi saw. Beliau bersabda,
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
"Permudahlah
dan jangan persulit. Berilah berita gembira dan jangan kalian buat mereka
berlari." (Muttafaq Alaihi).
Jarir bin Abdullah ra. berkata, aku mendengar Rasulullah
saw. bersabda,
مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ
"Barangsiapa
diharamkan memiliki kelembutan maka ia diharamkan dari kebaikan." (Muslim).
- berbuat ihsan dalam segala hal
Abu Ya'la Syaddad bin Aus
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
"Allah
menentukan ihsan dalam segala hal, jika kalian membunuh, baiklah dalam
membunuh, jika kalian menyembelih, baiklah dalam menyembelih. Hendaknya salah
seorang di antara kalian menajamkan pisaunya dan menyamankan binatang
sembelihannya." (Muslim).
Aisyah ra berkata,
مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا
فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ
حُرْمَةُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
"Tidaklah Rasulullah diberi pilihan terhadap dua hal
kecuali beliau memilih yang paling mudah selama tidak dasa. Jika ia dosa,
beliau adalah orang yang paling jauh. Rasulullah saw. tidak pernah marah kepada
sesuatu karena dirinya kecuali jika kehormatan Allah dinodai, maka beliau akan
marah karena Allah." (Muttafaq
Alaihi).
Rasulullah Saw memberikan contoh dalam kehidupan
sehari-hari bagaimana berakhlaq yang baik. Seperti penuturan para sabahat di bawah
ini;
Anas berkata;
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ
عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ مَا مَسِسْتُ حَرِيرًا
وَلَا دِيبَاجًا أَلْيَنَ مِنْ كَفِّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلَا شَمِمْتُ رِيحًا قَطُّ أَوْ عَرْفًا قَطُّ أَطْيَبَ مِنْ رِيحِ
أَوْ عَرْفِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَقَدْ خَدَمْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم عَشْرَ سِنِيْنَ فَمَا قَالَ لِي قَطُّ أُفٍّ، وَلاَ قاَلَ لِشَيْءٍ فَعَلْتُهُ: لِمَ فَعَلْتَهُ؟ وَلاَ لِشَيْءٍ لَمْ أََفْعَلْهُ: أَلاَ فَعَلْتَ كَذَا؟
"Aku tidak pernah memegang kain
sutra maupun brokat yang lebih halus daripada telapak tangan Raslullah saw. dan
aku tidak pernah mencium bau yang lebih harum daripada bau Rasulullah saw. Aku
telah melayani Rasulullah saw. selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah
berkata, 'uf' kepadaku dan tidak pernah mengatakan terhadap sesuatu yang aku
kerjakan, 'Mengapa kamu lakukan itu,' serta sesuatu yang tidak aku kerjakan,
'mengapa kamu tidak lakukan itu?"
(Muttafaq Alaihi).
As-Sha'bu bin
Jattsamah ra. berkata,
أََهْدَيْتُ إلى ِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حِمَارًا وَحْشِيًّا فَرَدَّهُ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَلَمَّا أَنْ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا فِي وَجْهِي قَالَ إِنَّا لَمْ نَرُدَّهُ عَلَيْكَ إِلَّا
أَنَّا حُرُمٌ
"Aku memberi hadiah keledai
liar kepada Rasulullah saw namun beliau mengembalikannya. Ketika Rasulullah
melihat perubahan pada wajahku beliau bersabda, 'Kami tidak mengembalikannya
kepadamu kecuali karena hal itun haram (bagi kami)." (Muttafaq Alaihi).
Nawwas bin
Sim'an ra berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ
وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
"Aku bertanya kepada Rasulullah
saw. tentang kebajikan dan dosa. Beliau bersabda, 'Kebajikan adalah akhlak yang
baik dan dosa adalah sesuatu yang mengganjal di dalam dada dan engkau tidak
suka jika dilihat orang." (Muttafaq
Alaihi).
Abdullah bin
Amr bin Ash berkata,
لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ إِنَّ خِيَارَكُمْ
أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
"Rasulullah itu tidak ngelantur
berbicara dan bukan pembual. Beliau pernah bersabda, 'Sebaik-baik kalian adalah
yang paling baik akhlaknya."
Abu Darda' ra
meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda,
أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ
"Yang
paling berat dalam timbangan seorang mukmin di hari Kiamat adalah akhlak yang
baik. Dan Allah itu sangat membenci pembual lagi berkata jorok" (Tirmidzi, hadits shahih).
Kautamaan Akhlaq yang baik
Abu Hurairah ra. meriwayatkan,
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ
الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ
وَالْفَرْجُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ غَرِ يبٌ وَعَبْدُ اللَّهِ
بْنُ إِدْرِيسَ هُوَ ابْنُ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَوْدِيُّ
"Rasulullah
saw. Ditanya tentang kebanyakan hal yang memasukkan orang ke surga. Beliau
menjawab, takwa kepada Allah dan husnul khuluq. Beliau ditanya lagi tentang
kebanyakan hal yang memasukkan orang ke dalam neraka dan beliau menjawab, mulut
dan kemaluan." (Tirmidzi,
hadits shahih).
Abu Hurairah ra. meriwayatkan lagi,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
"Orang-orang
mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya." (Tirmidzi, hadits shahih).
Aisyah ra. berkata,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ
الْقَائِمِ
"Sesungguhnya
seorang mukmin, dengan kebaikan akhlaknya, dapat mencapai derajat orang yang
berpuasa dan qiyamul lail." (Abu
Dawud).
Aisyah ra
berkata, Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ
مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
"Sesungguhnya
Allah mencintai kelembutan dan memberikan, melalui kelembutan, sesuatu yang
tidak diberikan melalui kekerasan, dan yang tidak diberikan melalui yang
lain." (Muslim).
Aisyah ra
berkata, Nabi saw. bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ
وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
"Sesungguhnya
kelembutan itu tidak berada pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidak dicabut
dari sesuatu kecuali memperburuknya." (Muslim).
Abu Umamah Al-Bahili ra. berkata, Rasulullah saw.
bersabda,
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ
تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ
تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ
حَسَّنَ خُلُقَهُ
"Aku
adalah penjamin sebuah rumah di sekitar taman (surga) bagi seseorang yang
meninggalkan perdebatan walaupun ia benar, penjamin rumah di tengah surga bagi
orang yang meninggalkan dusta walaupun ia bercanda, juga menjadi penjamin
sebuah rumah di surga paling atas bagi orang yang memiliki husnul khuluq."
(Abu Dawud dengan sanad shahih).
Jabir ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي
مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ
إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ
وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ
عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ فَمَا الْمُتَفَيْهِقُونَ قَالَ
الْمُتَكَبِّرُونَ
"Yang
paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat denganku tempat
duduknya pada hari Kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya. Yang paling aku
benci di antara kalian dan paling jauh tempat duduknya di hari Kiamat adalah
yang banyak berbicara, yang suka usil, dan orang-orang Mutafaihiq (yang pongah
dengan ucapannya)." Mereka bertanya, "Siapakah orang-orang Mutafaihiq
itu?" Beliau menjawab, "Orang-orang yang sombong." (Tirmidzi, hadits hasan).
Ibnu Mas'ud ra berkata, Rasulullah saw. bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَنْ يَحْرُمُ عَلَى النَّارِ أَوْ
بِمَنْ تَحْرُمُ عَلَيْهِ النَّارُ عَلَى كُلِّ قَرِيبٍ هَيِّنٍ سَهْلٍ
"Maukah
kalian aku beritahu tentang orang yang diharamkan masuk neraka atau neraka
diharamkan terhadap setiap orang yang gampang dekat, lembut perangai, dan
mudah." (Tirmidzi, hadits hasan).
No comments:
Post a Comment