Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Tuesday, August 7, 2012

MA’RIFATU DAKWAH

Urgensi Dakwah dan Landasannya
Dakwah sebagaimana lazim kita ketahui, berasal dari kata da’a yad’u da’watan wadi’ayatan, artinya adalah panggilan, seruan, ajakan dan segala kata yang semakna dengan itu. Dalam lingkup pergerakan Islam kontemporer, dakwah ini bisa diartikan sebagai mengajak manusia dengan hikmah dan pengajaran yang baik sehingga mereka mengingkari thagut dan beriman kepada Allah serta keluar dari kegelapan menuju cahaya Islam. Itu menunjukkan bahwa obyek dakwah pada dasarnya adalah umat manusia seluruhnya, tanpa kecuali. Bukan hanya bagi orang-orang yang sudah beragama Islam namun juga bagi orang-orang yang berada di luar Islam. Terhadap mereka yang sudah beragama Islam diupayakan agar keislamannya semakin baik, sedangkan terhadap mereka yang belum beragama Islam diupayakan agar bisa semakin dekat dengan Islam(1).
Setiap hari kita dihadapkan pada realitas kehidupan yang diwarnai dengan sisi-sisi yang saling berhadapan. Realitas ini akan selalu ada dengan dinamika yang khas. Kebenaran itu bisa terkalahkan oleh kebatilan, kebaikan bisa terkikis oleh kejahatan, kebersihan bisa dimanipulasi oleh kekotoran, namun berlaku pula sebaliknya. Islam memberikan ajaran dalam rangka mengarahkan dinamika tersebut, menuju kondisi yang lebih baik. Dakwah, amar ma’ruf dan nahi munkar adalah ajaran Islam yang memberikan solusi atas dinamika kehidupan kemanusiaan tersebut.
Allah swt telah mewajibkan kaum muslimin dan muslimat untuk menyeru kepada manusia, berdakwah ke jalan Allah sebagaimana firman-Nya:
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (An-Nahl: 125).

Ayat Makiyah tersebut mengandung unsur perintah dari Allah untuk mengajak manusia ke jalan-Nya. Rasullullah saw dan seluruh pengikutnya dari kaum muslimin dan muslimat mukallaf terkena beban kewajiban dakwah. Allah swt juga memerintahkan untuk membentuk umat yang senantiasa melakukan dakwah, amar ma’ruf dan nahi munkar sebagimana firman Allah:

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Ali-Imran: 104)

Para ulama telah bersepakat atas kewajiban dakwah, kendatipun mereka berbeda pendapat mengenai jenis kewajibannya. Sebagian memahami sebagai wajib kifayah dengan berdalih pada makna min dalam ayat waltakumminkum sebagai min tab’idhiyah yang menyatakan sebagian. Sebagian memahami sebagai wajib ‘ain karena mengambil min dalam ayat tersebut sebagai min bayaniyah yang menunjukan penjelasan bukan pembatasan. Dakwah jikapun dipahami sebagai fardu ‘ain atau fardu kifayah, tetap menghajatkan keterlibatan seluruh potensi kaum muslimin. Tidak boleh ada sebagian kaum muslimin yang merasa terbebaskan dari kewajiban dakwah karena telah ada sekelompok orang yang melakukannya(2).

Grand Strategy Dakwah
Perubahan yang dikehendaki oleh dakwah adalah perubahan yang sifatnya luas, bukan individu ataupun golongan, yakni perubahan individu, dari lingkungan terkecil rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara bahkan seluruh dunia dengan segala dimensinya (ekonomi, sosial, politik, budaya, dsb). Maka dakwah meniscayakan strategi yang sedemikian rupa sehingga dakwah dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Dalam kerangka itulah dibutuhkan adanya al-khuthuth al-‘aridah (grand strategy dakwah) yang harus ditetapkan oleh para pemikir dakwah(1).
Pertama, gerakan kultural (strategi mobilisasi horizontal) yaitu penyebaran para da’i ke berbagai kalangan lapisan masyarakat untuk menggerakan peran serta masyarakat dalam mentransformasi diri menuju kondisi sosial-budaya yang Islami. Dalam gerakan kultural ini, para dai secara individu maupun kelembagaan melakukan penyuluhan dan perbaikan terhadap masyarakat secara bottom-up. Dimana mereka juga bergerak bersama-sama dengan masyarakat berpartisipasi dalam membangun seluruh dimensi kehidupan(1).
Kedua, yakni gerakan struktur (mobilitas vertikal), yakni penyebaran kader-kader dakwah ke dalam lembaga-lembaga politik, sosial, budaya, pendidikan maupun sektor lain dalam kerangka melayani, membangun, dan memimpin bangsa melalui makanisme konstitusional. Tujuan dari strategi ini adalah memberikan kontribusi yang nyata dalam membangun sistem, membuat kebijakan politik, regulasi, dan perundang-undangan secara struktural dan secara top-down digunakan sebagai pedoman dalam rangka transformasi terhadap masyarakat. Kedua sayap ini, baik kultural maupun struktural harus berjalan secara sinergi, seirama dalam gerak dan satu tarikan nafas. Ibarat dua sisi mata uang, maka keduanya tidak dapat dipisahkan, jadi komunikasi yang harus dijalin bukan sekedar saling memahami melainkan satu nyawa dalam satu tubuh(1).
Dakwah merupakan merupakan proses at-tahawwul wat-taghayyur yang meniscayakan kekokohan pergerakan, maka perlu dipahami pula tentang pilar-pilar dakwah yang harus dipahami oleh setiap kadernya. Pilar-pilar ini merupakan bingkai yang akan menjadi pijakan dalam setiap gerak dan langkah pergerakan dakwah. Pilar-pilar dakwah secara garis besar dibagi kedalam tiga hal pokok, yakni ilmu, tarbiyah, dan jihad.

Menjadi Pribadi Pembelajar dengan Berdakwah
Selain kewajiban syariat, dakwah juga merupakan kebutuhan manusia secara universal. Artinya, setiap manusia dimanapun dia berada tidak akan pernah bisa hidup tanpa dakwah, bahkan ada filosofi yang mengatakan jika ingin sholeh ya harus berdakwah. Disini dipahami bahwa dakwah adalah human basic need (kebutuhan dasar manusia) sehingga ketika kita merasa kesulitan untuk menjadi baik, maka dakwah inilah yang akan membantu kita memudahkannya. Semakin kita merasa berat meniti jalan Islam, semakin besar pula kebutuhan kita terhadap dakwah.
Suatu kenyataan yang harus kita sadari, jika dengan mengajar kita akan bisa optimal dalam belajar, maka dengan dakwah kita akan bisa lebih optimal menjadi baik sebab ini menyangkut tanggungjawab sosial kita. Artinya jika kita mengajak orang lain pada kebaikan, pada saat yang sama sesungguhnya kita juga mengajak diri kita sendiri untuk menjadi seperti apa yang kita ajakan kepada orang lain. Fitrah kemanusiaan kita akan menggerakkan kita untuk melangkah kesana secara otomatis. Rasa tanggungjawab bukanlah sesuatu yang taken from granted, melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang seiring dengan kedewasaan kemanusiaan kita. Semakin dewasa maka akan semakin besar tanggungjawab kita, dan aktivitas dakwah akan menumbuhkan karakter ini.
Salah satu pilar dakwah adalah ilmu, sehingga aktivitas dakwah juga harus aktif dalam melakukan proses takwin (pembinaan) atas dirinya. Ilmu bagi aktivis dakwah adalah senjata yang harus selalu diasah sehingga tidak tumpul. Pembinaan dalam hal ini menyiapkan pribadi, keluarga dan masyarakat untuk dapat melaksanakan syariat Islam secara kaafah (menyeluruh) dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah yang berperan sebagai pedoman hidup untuk Islam. Pembinaan menjadikan umat taat kepada apa yang didakwahkan. Pembinaan juga merupakan cara yang paling efektif bagi pembentukan kepribadian umat. Sampai-sampai Rasulullah saw mengatakan “Saya tidak melihat cara yang lebih cepat untuk membangun peradaban Islam kecuali dengan cara ini (tarbiyah)” meskipun butuh waktu yang lama untuk mencetak individu berkepribadian Islami, namun tidak ada cara yang lebih cepat selain tarbiyah (pembinaan).
Dakwah adalah jalan orang-orang yang mulia sepanjang masa. Saking mulianya jalan tersebut, Allah swt sampai menyebutnya sebagai jalan yang terbaik. “Siapakah yang lebih baik perkatannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal sholeh dan berkata ‘sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS. Fussilat: 33) Karena itu sangatlah ironis jika ada seorang muslim yang secara sengaja meninggalkan jalan dakwah.
Untuk berdakwah, kita perlu memahami tahapan dakwah. Secara umum, ada dua tahapn dakwah, yakni dakwah umum (ammah) dan dakwah khusus (khoshos). Dakwah ammah adalah dakwah yang ditujukan kepada masyarakat umum tanpa adanya hubungan yang intensif antara da’i (orang yang berdakwah) dengan mad’u (orang yang didakwahi). Sebagian besar fenomena yang ada di masjid-masjid dan media massa adalah contoh dakwah ammah. Follow-up (kelanjutan) dari dakwah ammah adalah dakwah khoshos yakni dakwah yang ditujukan untuk orang-orang yang terbatas dan bersungguh-sungguh ingin mengamalkan Islam. Umumnya da’i dan mad’u dikumpulkan dalam kelompok-kelompok kecil (halaqoh) berjumlah sekitar 3-12 orang. Di beberapa kalangan kelompok-kelompok ini juga biasa disebut mentoring, usroh, liqo’, ta’lim, dll(3).

Persiapan Aktivis Dakwah(5)
1.      Persiapan maknawiyah (spiritual)
Sebagaimana disebutkan dalam kaidah fiqh dakwah pertama alqudwah qobla da’wah (memberikan keteladanan sebelum berdakwah), maka seorang aktivis dakwah harus senantiasa belajar menyelaraskan antara perkataan dan amalnya. “Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab. Apakah kamu tidak berfikir?” (Al-Baqarah: 44) Maka dakwah menuntut sikap ikhlas, tanggungjawab dan tawakal kepada Allah dengan diperkuat oleh hubungan ibadah yang kuat kepada Allah swt.
2.      Persiapan intelektual
Selain persiapan maknawiyah, aktivis dakwah juga harus memiliki wawasan yang luas, sebab banyak hal yang harus diketahui dan dikritisi dengan adanya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya problematika umat dewasa ini.
3.      Persiapan fisik
Fisik juga perlu dipersiapkan, sebagimana Rasulullah saw bersabda “Mukmin yang kuat  itu lebih baik dan lebih disukai disisi Allah daripada mukmin yang lemah, dan meskipun pada keduanya ada kebaikan, ...” (HR Muslim)
4.      Persiapan materi
Dakwah harus berdiri diatas kemandirian ekonomi yang kokoh. Allah tidak pernah melarang umat Islam untuk berusaha menjadi kaya. Justeru Allah memerintahkan kaum muslimin secara langsung atau tidak untuk berusaha menjadi kaya. Perintah-perintah menegakkan shalat dalam Al-Qur’an hampir selalu diikuti dengan perintah untuk mengeluarkan zakat. Itu artinya setiap muslim diwajibkan untuk menjadi muzakki bukan mustahiq, dan itu artinya materi kita harus berkecukupan.

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 111)

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut 2-3)

Paradigma yang harus dipahami dalam dakwah adalah bahwa syiar dakwah adalah semakin komitmen dengan Islam, selalu mengumandangkan hakikat Islam, dan bahwasannya dakwah itu bersumber dari Islam dan aqidahnya. Dakwah juga bersifat menyeluruh, sebagimana Islam juga bersifat universal dan syumuliah sehingga dakwah Islam haruslah menyentuh seluruh aspek kehidupan. Karena itu, orang yang menyeru kepada dakwah dan tarbiyah serta meninggalkan aspek lain seperti politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, atau memberatkan pada bagian-bagian tertentu, mereka adalah orang-orang yang tidak memahami dakwah(6).



Reference:
(1)    Miswan Tahahdi. 2008. Quantum Dakwah dan Tarbiyah. Al-I’tishom: Jakarta Timur
(2)    Cahyadi Takariawan. 2009. Menyongsong Mihwar Daulah. Era Adicitra Intermedia: Solo
(3)    Satria Hadi Lubis. 2003. Menjadi Murobbi Sukses. Kreasi Cerdas Utama: Jakarta Selatan
(4)    Buku Panduan PPK Fakultas Saintek UIN. 2008. Fak Saintek UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta
(5)    Muhammad Abduh. 2004. Memperbarui Komitmen Dakwah. Rabbani Press: Jakarta

No comments:

Post a Comment