Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Sunday, August 5, 2012

MAHASISWA MUSLIM PROFESIONAL YANG BERKARAKTER


Sejak awal, Islam sudah membina manusia untuk menjadi manusia global. Manusia yang diproses malalui mekanisme dakwah dan pendidikan akan melahirkan manusia muslim yang memiliki karakter Islami. Islam dalam ritme kehidupan jelas bukan sekedar simbol, namun dia merupakan aktualisasi yang tercermin dalam berbagai dimensi kehidupannya. Anis Matta(1) menjelaskan bahwa ada tiga tangga untuk mengaktualisasikan Islam dalam berbagai aspek kehidupan seorang muslim, yakni afiliasi, partisipasi, dan kontribusi.
Afiliasi adalah memahami dengan baik alasan kita memilih Islam sebagai agama dan jalan hidup. Disini, seseorang akan memiliki kecenderungan terhadap nilai-nilai Islami. Proses penanaman afiliasi pada seorang muslim setidaknya mampu melahirkan tiga komitmen, yakni komitmen terhadap akidah atau ideologi Islam, komitmen terhadap metodologi/syariah, dan komitmen terhadap sikap/akhlak. Tahapan afiliasi ini merupakan tahapan seseorang untuk membentuk iklim sholeh secara pribadi.
Setelah seorang muslim melalui tahap sholeh secara pribadi dalam lingkaran khusyuk terhadap iman dan amal sholeh, maka ia akan mulai terlibat dalam kehidupan sosial masyarakat muslim sebagai salah satu peserta sosial yang sadar dan proaktif. Sadar dan proaktif disini berarti mampu mendistribusikan kesholehan pribadi kepada orang lain agar terjadi kesalehan secara sosial. Paradigma partisipasi yang harus kita bangun adalah partisipasi integral yang menyangkut semua ranah kehidupan. Dalam tahap ini, seorang muslim perlu memiliki komitmen sense in-group yakni rasa keterlibatan dengan kaum muslimin, merasa sebagai bagian dari kaum muslimin dan memiliki perhatian yang tinggi terhadap problematika kaum muslimin. Selain memiliki sense in-group, partisipasi juga harus memiliki sejumlah pengetahuan sosial humaniora yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuannya agar keterlibatannya dalam masyarakat dapat dilakukan secara terarah, sadar, benar, dan dewasa. Ilmu yang harus dikuasai dalam hal ini yakni komunikasi efektif. Dalam tangga partisipasi ini, seoarng muslim juga harus mengetahui dan menguasai peta dan medan lingkungan sosial budaya tempat kita hidup. Tujuannya agar kita tahu cara memasuki dan mengubah masyarakat ke arah Islam. Pada tangga partisipasi inilah, seorang muslim menjadi dai.
Tangga yang ketiga yakni kontribusi. Kontribusi adalah bahwa seorang muslim harus memilih satu bidang spesialisasi ilmu atau profesi yang diyakini dapat menjadi expert dan unggul. Kemampuan manusia sifatnya terbatas, oleh karena itu, sebagai kontributor hendaknya mengetahui titik kekuatan kita. Kemudian, berikanlah karya terbaik kita kepada Islam sebagai persembahan yang setulus-tulusnya kepada Islam dan umatnya. Dalam hal ini, Anis Matta mengusulkan agar manusia muslim dapat menempati empat bidang kontribusi, yakni wilayah pemikiran/ilmiah (ilmuwan), kepemimpinan, profesional (profesi) dan finansial. Pada tangga kontribusi inilah seorang muslim berperan sebagai mujahid.

Merumuskan Arah Kompetensi untuk Menjadi Mahasiswa Muslim Profesional
Mahasiswa muslim adalah para pemuda yang akan terlibat dalam sektor perjuangan, yakni sektor kemerdekaan dan kebebasan dari berbagai penindasan dan kedzaliman, sektor pemikiran dan opini yang diracuni oleh perang pemikiran dan perang budaya terutama sekuleristik liberalistik, sektor iman dan amal dengan aktivitas pendidikan dan dakwah ke berbagai lapisan masyarakat, dan sektor perubahan melalui kekuatan moral dan intelektualnya untuk mendorong perubahan dalam berbagai bidang kehidupan.
Seorang mahasiswa muslim dirancang untuk mengemban misi peradaban dan kemajuan umat. Model mahasiswa muslim diibaratkan seperti sebuah bangunan yang utuh. Bangunan ini memuat visi, misi, jalan hidup, kompetensi, profesionalitas, kontribusi dan nilai-nilai lain yang seharusnya ada dan mampu membentuk paradigma, mentalitas, dan karakter seseorang tanpa mengesampingkan keunikannya secara individu. Keistimewaan manusia dalam bidang ini adalah suatu kodrati yang membedakannya dari makhluk lain dan menjadi suatu keniscayaan baginya untuk memanifestasikan demi keberlangsungan hidup. Dari fenomena ini, manusia kemudian menyusun pengetahuan tersebut secara sistematis dan terstruktur untuk dijadikan pijakan dalam mempengaruhi kehidupannya yang kompleks ini. Hasilnya, dari pengetahuan ini lahirlah apa yang dinamakan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang terus berkembang pesat sampai saat ini.
Mahasiswa muslim merupakan aset yang sangat berharga bagi umat dan ini adalah hal yang harus dipikirkan secara serius bagi keberlangsungan peradaban umat. Hasil dari suatu pekerjaan sangat ditentukan oleh siapa pelakunya. Identitas diri sebagai muslim bukan hanya sekedar identitas simbol atau label semua umat yang mengaku Islam, tapi dia harus terinternalisasi dalam ruang-ruang kepribadian yang tercermin dalam value and action-nya termasuk dalam ruang aktualisasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika perbaikan diri mahasiswa muslim secara personal dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan, niscaya perbaikan dan pengembangan khasanah ilmu dan teknologi akan segera terwujud. Dengan kata lain lewat sosok ini telah mulai dibangun kembali peradaban untuk menciptakan peradaban baru bagi kebangkitan umat Islam.
Sebagaimana dituturkan di atas bahwa kompetensi merupakan kebutuhan pokok mahasiswa yang memungkinkan dirinya untuk berkontribusi terhadap masyarakat. Kompetensi inilah yang perlu ditempa oleh setiap mahasiswa muslim. Pemberian tutorial sejak dini, penjagaan IPK, bimbingan karier sejak tingkat 2, persiapan paska kampus sejak tingkat 4 adalah bentuk afiliasi dari lingkup kompetensi. Kompetensi juga mutlak diperlukan tatkala alumni melakukan mobilitas vertikal paska kampus. Dimana pada fase ini, mereka akan dihadapkan pada realita dunia profesi.  Setiap sektor profesi (public sector, private sector, dan third sector) membutuhkan kompetensi yang berbeda untuk bisa masuk kedalamnya.
Kompetensi memang tidak dapat diukur hanya dengan value, sebagaimana intelegence juga tidak hanya diukur oleh value (prestasi akademik). Hasil survey Tempo (2007) terhadap realitas dunia profesi memberikan gambaran yang cukup jelas, bahwa untuk menjadi lulusan berkualitas tidak hanya dinilai berdasarkan penguasaan kompetensi akademik spesialisasinya. Aktif berorganisasi menempati prosentase tertinggi (20,38%), kemudian mengasah bahasa Inggris (18,60%), tekun belajar (17,70%), mengikuti perkembangan informasi (15,98%), mengikuti pergaulan luas (15,07%), dan mempelajari aplikasi komputer (12,32%). Sementara hasil survey Tempo (2007) untuk kategori pekerja super, bekerja keras menempati prosentase tertinggi (9,03%), kemudian kepercayaan diri tinggi (8,75%), memiliki visi kedepan (8,37%), bisa bekerja dalam tim (8,07%), memiliki perencanaan matang (7,91%), mau berfikir analitis (7,82%), mudah beradaptasi (7,12%), mampu bekerja dalam tekanan (5,91%), cakap berbahasa Inggris (5,27%), dan mampu mengorganisasi pekerjaan (5,26%)(3).

Menjadi Mahasiswa Muslim Profesional yang Excellent
Karakter-karakter tersebut mempertegas bahwa seorang mahasiswa muslim harus mampu mensinergikan seluruh potensinya untuk menjadi seorang mahasiswa muslim yang profesional dan berkarakter. Kemampuan soft skill seperti yang banyak disebutkan di atas tentu tidak dapat diperoleh dibangku kuliah, maka belajar berorganisasi dan komitmen terhadap pembinaan Islamiyah sangat penting kedudukannya untuk membangun skill ini. Maka, menjadi mahasiswa muslim profesional berkarakter bukan berarti harus study oriented yang benar-benar hanya study, tapi juga diimbangi dengan aktivitas lain yang bermanfaat dan mampu mengasah potensi soft skill sekaligus hard skill.
Reza M. Syarief(4) menyebutkan bahwa ada beberapa indikator yang menentukan sehingga seseorang dikatakan memiliki personal excellent. Pertama, the best appearance, penampilan yang terbaik. Mengapa harus penampilan terbaik? Penampilan memang bukan yang utama, tetapi dia menjadi hal utama di dalam kesan pertama pergaulan. Orang mungkin belum bisa menebak isi hati dan pikiran kita pada pertemuan pertama, tapi yakinlah dia akan punya kesan positif atau negatif dengan menilai penampilan luar kita. Nah disini menjadi satu hal yang sangat penting bagaimana kita membuat penampilan pertama yang positif sehingga orang akan menilai kita baik. Disini berlaku kaidah how to give the first positive impression ‘bagaimana kita bisa memberikan kesan pertama yang positif’ kepada lawan bicara kita.
Kedua, the best attitude, sikap yang terbaik. Jika kita bicara sikap tentu berkaitan erat dengan masalah akhlak. Muslim profesional excellent yang berkarakter harus memiliki suatu sikap yang terbaik dan sikap terbaik ini memiliki sifat-sifat positif. Diantara sikap positif yang harus senantiasa dipupuk adalah sikap positive thinking dan proaktif. Positive thinking adalah bagaimana kita memandang setiap peristiwa kehidupan ini dengan sudut pandang yang tepat, sedangkan proaktif adalah bagaimana kita selalu menghadapi segala macam stimulasi atau rangsangan baik itu yang positif atau negatif (ex: ujian/musibah) dengan sikap positif.
Ketiga, the best achievement, prestasi yang terbaik. The best achievement dipahami prestasi terbaik dalam dua hal, yakni be outstanding person, jadilah kita orang yang diatas rata-rata. Contohnya ketika dosen menyarankan mahasiswanya agar memiliki IPK rata-rata minimal 3,0 maka seseorang dikatakan memiliki outstanding result ketika dia mendapatkan angka IPK nya 3,25 atau lebih besar dari itu. Saat kita diminta menghadiri suatu pertemuan pukul 08.00 dan kita sudah hadir pukul 07.50, maka dikatakan kita sudah termasuk personal excellent with outstanding result. Namun yang terjadi kebanyakan dikalangan mahasiswa adalah sebaliknya, IPK seringkali terjun payung dan yang lebih parah adalah manajemen waktu yang teramat buruk. Prestasi yang kedua yakni be extra ordinary person, jadilah orang yang diluar kebiasaan, sekaligus orang yang luar biasa. Yakinlah, bahwa semenjak kita masih dalam kandungan ibunda, kita adalah manusia yang luar biasa. Betapa tidak, kita lahir sebagai pemenang atas kompetisi jutaan sel sperma atau ovum. Dan kitalah yang menang.
Karakter mahasiswa muslim profesioanl terakhir adalah sebagaimana yang digambarkan oleh Allah berikut :
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushilat: 33)
Membentuk manusia muslim yang berkarakter diperlukan suatu proses kaderisasi. Kaderisasi harus mendapatkan perhatian yang intensif serta untuk mempercepat pertumbuhan umat, sehingga harus dilakukan secara masif. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kaderisasi adalah suatu proses pembinaan atau rekayasa sosial (social engineering) atau proses rekonstruksi untuk membangun inti dari bangunan masyarakat.(2) Maka dapat dikatakan bahwa tahapan pertama yang harus dilakukan untuk membentuk manusia muslim adalah tahapan pembinaan.


Reference:
(1)       M. Anis Matta. 2006. Model Manusia Muslim Abad 21. Syamil Cipta Media: Bandung.
(2)       M. Anis Matta. 2004. Mencari Pahlawan Indonesia. Tarbawi Center: Jakarta.
(3)       Koran Tempo edisi ...... tahun 2007
(4)    Reza M. Syarif. 2005. Life Excellent. Prestasi: Jakarta.

(5)       Slide Presentasi Ellita Permata W. S.S.
(6)       Slide Presentasi Haryandi.

No comments:

Post a Comment