Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Monday, June 4, 2012

Resume Sarana-Sarana Tarbiyah Dzatiyah

Bismillah, ijinkan saya kali ini melanjutkan kembali resume buku berjudul,"Tarbiyah Dzatiyah" pada bab tentang Sarana-Sarana Tarbiyah Dzatiyah..
Dalam buku setebal seratus halaman ini dijelaskan mengenai sarana apa saja yang dapat menjadi jembatan dari tarbiyah dzatiyah.

Sarana Pertama: Muhasabah
Jadilah muslim yang cerdas, walaupun kita tahu bahwa Allah punya malaikat yang menulis seluruh hal serta mencatat perbuatan seberat atom pun. Alangkah cerdasnya jika kita memulai mengevaluasi diri kita sendiri, meneliti keburukan dan kebaikan yang dilakukan sebelum akhirnya kaget dan terperanjat di hari kiamat.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr:18)

Berikut ini panduan muhasabah:
1. Urgensi Muhasabah secara Rutin
Ibnu Al-Qayyim berkata: “Hal yang paling bermanfaat bagi orang ialah duduk sesaat ketika hendak tidur. Ia lakukan muhasabah terhadap dirinyapada saat itu atas kerugian dan keuntungan pada hari itu. Lalu ia memperbaharui taubatnya dengan nasuhah kepada Allah, lantas tidur dalam keadan bertaubat dan bertekad untuk tidak mengerjakan dosa yang sama jika ia telah bangun. Itu ia kerjakan setiap malam. Jika ia meninggal dalam keadaan seperti it, maka ia dalam keadaan bertaubat. Jika ia bangun, ia bangun dalam kedaan siap beramal, senag ajalnya ditunda dan siap mengerjakan perbuatan-perbuatan yang belum ia kerjakan.
2. Skala Prioritas yang Penting
Yang pertama kali perlu dimuhasabahi adalah kesehatan aqidah kita, kebersihan tauhid dari syirik kecil, perbuatan yang melemahkan tauhid. Llu ia memuhasabahi dirinya atas pelaksanaan shalat lima waktu secara berjama’ah, berbakti kepada orangtua dan menyambug hubungan kekerabatan, amar ma'ruf nahi munkar. Lalu muhasabah tentang sejauhmana menghindari hal yang haram dan kemungkaran, Lalu muhasabah tentang ibadah sunnah dan ketaatan lainnya.
3. Jenis-jenis Muhasabah
Menurut Ibnu Al-Qayyim, Muhaabah terbagi kedalam dua jenis. Pertama, muhasabah sebelum berbuat yaitu sesorang berpikir diawal tekad dan keinginannya, serta tidak segera berbuat hingga ia mendapatkan kejelasan bahwa keinginannya itu harus ia kerjakan. Kedua, muhasabah setelah berbuat terbagi dalam tiga bagian yaitu muhasabah atas ketaatan yang ia lalaikan, muhasabah atas perbuatan yang lebih baik tidak ia kerjakan, muhasabah atas hal-hal mubah dan wajar
4. Muhasabah Atas Waktu
“Pada hari kiamat, kedua kaki seseorang hamba tidak dapat bergerak hingga ia ditanya tentang empat hal. Tentang umurnya, untuk apa ia gunakan; masa mudanya, untuk apa ia habiskan; tentang hartanya, darimana ia memperolehnya dan ia belanjakan, dan tentang apa saja diantara ilmunya yang telah ia amalkan” (HR.At-Tirmidzi)
5. Ingat Hisab Terbesar
Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Orang Mukmin itu pengelola dirinya sendiri. Ia menghisab dirinya atas ketaatannya kepada Allah Ta’ala. Hisab sebagian orang dipermudah pada Har Kiamat, karena mereka memuhasabahi diri merekadi dunia dan hisab sebagian orang dipersulit karena mereka mengerjakan banyak hal tanpa muhasabah.

Sarana Kedua: Taubat dari Segala Dosa
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata: “ Segera bertaubat dari segala dosa itu wajib secepatnya dilakukan dan tidak boleh ditunda. Jika taubat ditunda, pelakunya bermaksiat kepada Allah akibat penundan taubatnya. Jika ia bertaubat, ia masih punya kewajiban taubat lain, yaitu taubat dari penundaan taubatnya. Hal ini jarang sekali terbersit di jiwa orang yang bertaubat! Dan, ia tidak bisa selamat dari hal ini, kecuali dengan taubat umum dari dosa-dosa yang ia ketahui atau tidak ia ketahui.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenarnya” (At-Tahrim:8)

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membentangkan tangan-Nya pada malam hari agar pelaku kesalahan disiang hari dapat bertaubat dan membentangkan tanganNya pada siang hari agar pelaku kesalahan di malam hari dapat bertaubat, hingga matahari terbit dari sebelah barat” (Diriwayatkan Muslim)

“Sungguh aku beristighfar kepada Allah sebanyak 100 kali dalam sehari (HR.Muslim)

Sarana Ketiga: Mencari Ilmu dan Memperluas Wawasan
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata: “Ketahuilah, mencari ilmu itu wajib dan ilmu itu menyembuhkan hati yang sakit. Yang paling penting bagi sesorang ialah ia tahu agamanya. Sebab, mengetahui dan mengamalkannya itu jalan masuk syurga. Kiat-kiatnya antara lain:
1. Menghadiri pelajaran-pelajaran ilmiah mingguan yang diselenggarakan ustadz-ustadz di masjid,
2. Menghadiri ceramah ilmiah dan tarbiyah yang diadakan secara rutin di masjid atau yayasan
3. Mebaca buku-buku ilmiah baik ilmu klasik maupun kontemporer
4. Mengunjungi ulama, penyair dan pemikir untuk menimba ilmu, keahlian dan pengalaman mereka, mengadakan dialog, dan diskusi ilmiah dengan mereka.
5. Mendengarkan kaset-kaset ilmiah dan ceramah agama di berbagai displin ilmu
6. Mengikuti siaran Al-Qur’an di radio, TV dan mengambil manfaat dari acara-acara yang positif.
7. Memanfaatkan program-program ilmia di CD dan jaringan informasi internasional
8. Membaca informasi tentang dunia Islam dan kondisi kaum Muslimin di majalah ataupun koran
9. Memanfaatkan dengan baik mater-materi ilmiah, yang disampaikan ustadz, sekolah fakultas, ma’had, dsb

Sarana Keempat: Mengerjakan Amal-Amalan Iman
Cara ini sangat besar pengaruhnya terhadap jiwa, dan dapat membersihkan jiwa, diantaranya:
1. Mengerjakan ibadah-ibadah wajib Seoptimal mungkin
2. Meningkatkan porsi ibadah sunnah
3. Peduli dengan ibadah dzikir: Membaca Al-Quranul karim (dzikir yang utama), dzikir di berbagai kondisi (masuk masjid, masuk rumah dll), Dzikir pada waktu pagi dan sore, Dzikir dengan hitungan tertentu.

“ Ibnu Qayyim berkata: Ada orang yang berjalan kepada Allah Ta’ala dan tiba apadaNya dari semua jalan. Ia menjadikan penyembahanNya sebagai kiblat (poros) hatinya, selalu ingat kepadanya, menginginkannya dimanapun ia berada, dan berjalan bersamanya dimana saja penyembahan berjalan. Setiap kelompok manusia diberi tanda dengan anak panah. Dimanapun (ubudiyah) penyembahan berada, ia ada disana Jika ibadah berupa ilmu, anda menjumpainya pada orang-orang yang berilmu, jika ibadah berupa jihad anda menjumpainya dibarisan mujahidin, jika ibadah berupa shalat, anda menjumpainya pada orang-orang yang khusyuk, jika ibadah berupa dzikir, anda menjumpainya pada orang-orang yang dzikir. Jika ibadah berupa perbuatan baik, anda menjumpainya pada orang yang berbuat baik. Ia selalu bersama ibadah-ibadah dimanapun ibadah hendak pergi dan berjalan dimanapun ibadah menetap. Jika ditanyakan kepadanya perbuatan apa saja yang anda inginkan? ”ia menjawab, ”Aku ingin melaksanakan peintah-perintah Tuhanku dimanapun perintah-perintahNya berada.

Sarana Kelima: Memperhatikan Aspek Akhlak (Moral)
Islam sangat peduli pada aspek akhlak:
”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil” (Al-Hujurat:9)
”Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (Ali Imran:148)
”Sesungguhnya hanya orang orang yang bersabar yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas (Az-Zumar:10)
”Sesungguhnya orang Mukmin pasti mendapatkan orang derajat orang yang puasa dan qiyamul lail, dengan akhlaknya yang baik (HR. Abu Dawud)

Sarana Keenam: Terlibat dalam Aktivitas Dakwah
Dlam surat Al-Ashr disebutkan bahwa orang-orang yang tidak merugi di akhirat adalah orang yang mempunya empat sifat:
1. Beriman kepada Allah SWT
2. Beramal Sholih
3. Berwasiat dalam kebenaran
4. Berwasiat dalam kesabaran

Sifat ketiga dan keempat tidak mungkin terealisir kecuali menunaikan kewajiban berdakwah ke jalan Allah.
Arahan-arahan penting:
1. Merasakan kewajiban dakwah
Katakan, "Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan Hujjah yang nyata ” (Yusuf:108)
2. Menggunakan setiap kesempatan untuk berdakwah
3. Terus menerus, tidak berhenti ditengah jalan
Fenomena aktivis yang futur semakin merebak, ini disebabkan karena kurang begitu komitmen dengan ilmu, iman dan aspek lainnya.
4. Pintu-pintu dakwah itu banyak
Manfaatkan semua sarana, kerahkan potensi yang dimiliki
5. Kerjasama dengan pihak lain
Dakwah membutuhkan potensi jama’iyah (kolektif) agar membuahkan hasil yang maksimal.

Sarana Ketujuh: Mujahadah (Jihad)
Jihad melawan jiwa hingga melaksanakan kewajiban, meninggalkan maksiat, terbiasa mengerjakan ibadah Sunnah, dekat dengan Allah dan merindukan Akhirat
Penjelasan:
1. Sabar adalah bekal mujahadah
2. Sumber keinginan
”Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, Kami pasti tunjukkan mereka ke jalan-jalan Kami dan sesungguhnya Allah pasti beserta orang-orang yang berbuat baik (Al-Ankabut:69)
3. Bertahap dalam melakukan mujahadah
Pepatah mengatakan: ”Perjalanan seribu mil itu dimulai dengan satu langkah”
”Aku mendekat kepadanya sedepa. Siapa mendekat kepada Ku sedepa, Aku akan mendekat selengan. Siapa yang datang kepada Ku dengan berjalan, Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil (HR. Bukhori dan Muslim)
4. Siapa yang mengambil manfaat dari mujahadah?
Tentu diri kita sendiri, jika kita bermujahadah, amal-amal shalih akan diletakkan di timbangan kita bukan timbangan orang lain.

Sarana Kedelapan: Berdoa Dengan Jujur Kepada Allah Ta'ala
"Iman pasti lusuh di hati salah seorang dari kalian, sebagaimana pakaian itu lusuh. Karena itu, mintalah Allah memperbaharui iman di hati kalian" (HR. At-Thabrani)

”Manusia yang paling lemah adalah yang tidak dapat berdoa”

”Dan Tuhan kalian berfirman, ”Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan (doa) kalian (Ghafir:60)

Arahan:
1. Kebutuhan kita kepada Do’a
2. Waktu dan tempat terkabulnya doa
3. Syarat-syarat doa
4. Jangan minta dikabulkan dengan segera
5. Bermanfaatlah untuk anda dan orang lain

No comments:

Post a Comment

Blog Archive