“Dan (kami telah mengutus) kepada kaum
'Aad saudara mereka, Huud. ia berkata, ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak
bertakwa kepada-Nya?’ Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata,
‘Sesungguhnya Kami benar benar memandang kamu dalam Keadaan kurang akal dan
Sesungguhnya Kami menganggap kamu Termasuk orang orang yang berdusta.’ Huud
herkata, ‘Wahai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi
aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat
Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu.’
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari
Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan
kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu
sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuuh, dan
Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuuh itu).
Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Mereka
berkata, ‘Apakah kamu datang kepada Kami, agar Kami hanya menyembah Allah saja
dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka
datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada Kami jika kamu Termasuk orang-orang
yang benar.’ Ia berkata, ‘Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan
kemarahan dari Tuhanmu. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang
Nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, Padahal
Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu),
Sesungguhnya aku juga Termasuk orang yamg menunggu bersama kamu.’ Maka Kami
selamatkan Huud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar
dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan
Tiadalah mereka orang-orang yang beriman.” (Al-A’raf: 65-72)
Pada penggalan surat Al-Qur'an ini
terdapat beberapa pelajaran dan ibrah mengenai kisah Huud as. dan tanggapan
kaumnya terhadap dakwahnya, antara lain:
1.
Pendekatan
maksimal yang dilakukan oleh Huud as. terhadap kaumnya yang masih musyrik. Di
mana ia menyeru kaumnya dengan ungkapan, “Wahai kaumku,” untuk menggait simpati
hati mereka dan untuk mengingatkan ikatan yang menghimpun mereka.
2.
Mempertegas bahwa
tauhid, penghambaan kepada Allah swt., dan pengingkaran terhadap kesyirikan.
Karena kesyirikan itu kedustaan kepada Allah swt.
3.
Huud as. adalah
tokoh pembaru yang tulus; ia tidak mengharapkan balasan berupa jabatan, harta,
atau prestise yang menghiasi jiwa dan mempermainkan pikiran mereka.
4.
Mengingatkan
bahwa hujan lebat yang dapat mereka manfaatkan untuk minum dan bercocok tanam,
adalah balasan atas istighfar dan ketaatan. Bukan karena kesyirikan, kekufuran
terhadap nikmat, dan kedurhakaan. Juga penambahan kekuatan fisik dan akal tidak
terjadi kecuali karena keistiqamahan dan sikap menjauhi kerusakan. Sebab semua
itu terjadi karena rekayasa Allah swt. dan kehendak-Nya.
5.
Bukti kebenaran Huud
as. terdapat pada syari’at dan ajaran-ajarannya yang luhur, bukan pada
mu’jizat-mu’jizat fisik yang selalu dituntut oleh kebanyakan orang, tetapi
setelah datang mereka mendustakannya. Dan, bukti yang berupa ajaran serta
realitas yang terjadi dapat menyingkap fithrah yang sehat serta menggugah
nurani.
6.
Keberanian Huud
as. yang luar biasa. Di mana ia sendirian melawan tokoh-tokoh kemusyrikan
dengan argument-argumen yang dapat meruntuhkan akidah mereka serta menampakkan
kebodohan akal mereka. Inilah keimanan, keperyaan diri, keyakinan pada
pertolongan Allah swt., dan ketentraman menunggu kemenangan dari-Nya. Allah
swt. berfirman, “Sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan
janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.” (Huud: 55)
7.
Akhir perjalanan
orang-orang zhalim selalu tragis, terutama jika mereka menentang para rasul dan
menghalangi sampainya petunjuk kepada umat manusia.
8.
Cara hidup
orang-orang angkuh adalah menyeru pada kejahatan serta kesesatan. Dan, cara
hidup seperti itu akan berujung pada kebinasaan.
9.
Laknat di dunia
selalu menyertai orang-orang yang berbuat sewenang-wenang, melakukan kerusakan,
dan kufur.
10.
Siksa Allah swt.
di akhirat lebih keras dan lebih menyakitkan. Inilah kerugian yang nyata.
Nabi Huud as. memulai dakwah dengan
menyeru kaumnya agar meng-esakan Allah swt. Namun ia disambut dengan cacian,
pengingkaran, dan ejekan. Maka ia pun menjelaskan bahwa dirinya adalah utusan
Tuhan yang menciptakan dan menguasai alam semesta. Ia juga mengingatkan mereka tentang
kisah Nabi Nuuh as. dan nikmat-nikmat yang dianugerahkan kepada mereka. Tetapi mereka
malah bertambah ingkar dan menantang siksa yang diancamkan. Maka siksa itu pun
diturunkan kepada mereka, sehingga mereka tercabut sampai ke akar-akarnya.
Pada penggalan Surat di atas dapat kita
ketahui hal-hal berikut:
1.
Seruan pada
tauhid yang diserukan oleh setiap nabi adalah inti dakwah Nabi Huud as.
2.
Tokoh-tokoh
kaumnya, yaitu para pembesar adalah orang-orang yang paling cepat
mendustakannya. Sebab merekalah yang paling diuntungkan dengan terjadinya
kerusakan.
3.
Mereka menuduhnya
bodoh dan tidak memahami urusan. Sebab keshalihan yang diserukannya dapat
menjadi batu sandungan bagi kesewenang-wenangan dan kezhaliman yang memberikan
keuntungan banyak kepada mereka.
4.
Nabi Huud as.
membalas mereka dengan kebaikan dan memberikan penjelasan kepada mereka bahwa
ia bukan orang yang mengada-ada, sebab sebelumnya Allah swt. mengutus Nuuh as.
Dan, mereka adalah generasi setelah kaum Nabi Nuuh as. yang mendapat nikmat
melimpah.
5.
Asingnya tauhid
bagi mereka adalah pertanda bahwa kebatilan telah menguasai jiwa mereka,
sehingga berubah menjadi kebenaran yang tidak dapat diperdebatkan dan
ditentang.
6.
Pengorbanan
mereka dalam membela kebatilan, meski berujung pada kebinasaan. Serta keheranan
Nabi Huud as terhadap sikap mereka, sebab kebatilan mereka merupakan utopia
yang diada-adakan dan nama-nama yang tidak mempunyai makna.
Kebatilan Selalu Mengantar Pada Kehancuran dan
Hilangnya Nikmat.
“Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata,
‘Sesungguhnya Kami benar benar memandang kamu dalam Keadaan kurang akal dan
Sesungguhnya Kami menganggap kamu Termasuk orang orang yang berdusta.’ Huud
herkata, ‘Wahai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi
aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat
Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu.’
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari
Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan
kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu
sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuuh, dan
Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuuh itu).
Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Mereka
berkata, ‘Apakah kamu datang kepada Kami, agar Kami hanya menyembah Allah saja
dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka
datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada Kami jika kamu Termasuk orang-orang
yang benar.’ Ia berkata, ‘Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan
kemarahan dari Tuhanmu. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku
tentang Nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya,
Padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah
(azab itu), Sesungguhnya aku juga Termasuk orang yamg menunggu bersama kamu.’
Maka Kami selamatkan Huud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat
yang besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami, dan Tiadalah mereka orang-orang yang beriman.” (Al-A’raf: 65-72)
Pertama: Allah swt. memberitahu kepada kita bahwa ia
mengutus Nabi Huud as. kepada kaum ‘Aad. Allah swt. menyebutnya dengan
ungkapan, ‘Saudara mereka’ seolah-olah ada pertalian nasab, sebagaimana
ungkapan, ‘wahai saudara bangsa Arab.’ Untuk menunjukkan kesamaan kebangsaan.
Nabi Huud as. menyeru mereka agar beribadah kepada
Allah swt., sebagaimana yang juga diserukan oleh seluruh rasul. Kemudian ia
mengatakan kepada mereka, “Apakah kalian tidak takut?” melakukan kesyirikan dan
kemaksiatan yang dimurkai Allah swt.
Ini merupakan ungkapan pengingkaran Nabi Allah; Huud
atas adanya kesyirikan dan kemaksiatan di tengah kaumnya. Padahal sebelumnya
Allah swt. menurunkan siksa kepada kaum Nabi Nuuh as. Allah swt. juga berfirman
dalam Surat Huud, “Apakah kalian tidak memikirkan (nya).” (Huud: 15) Artinya, apakah
kalian tidak mempunyai akal yang dapat mencegah kalian dari kedurhakaan kepada
Allah swt. dan pembangkangan terhadap perintah-Nya?
Allah swt. menggunakan dua redaksi yang berbeda untuk
meragamkan manfaat dan mencegah kejenuhan pembaca. Dan, inilah kebiasaan
Al-Qur'an dalam mengungkapkan kisah.
Kedua: Al-Mala’ adalah para bangsawan dan
pembesar. Dan, kaum bangsawan ini dibatasi dengan sifat ‘yang kafir,’ tidak
sebagaimana penyebutan mala’ pada kaum Nabi Nuuh as. Karena sebagian
bangsawan dari kaum Nabi Huud as. beriman dengan risalah yang dibawanya.
Sementara bangsawan dari kaum Nabi Nuuh as. tidak ada yang beriman. Redaksi
seperti ini mirip dengan redaksi dalam firman Allah swt.
“Dan berkatalah pemuka-pemuka
yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat
(kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia, ‘(Orang)
ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, Dia Makan dari apa yang kamu
makan, dan meminum dari apa yang kamu minum’.” (Al-Mu’minun: 33)
Bisa juga pembatasan dengan sifat tersebut dimaksudkan
untuk mencela, bukan untuk tujuan lain.
Kaum ‘Aad mensifati Nabi Allah; Huud dengan
ungkapan, “Sesungguhnya Kami benar benar memandang
kamu dalam Keadaan kurang akal,” untuk memberi kesan bahwa Nabi Huud as.
benar-benar bodoh dan tidak terlepas dari kebodohan. Tidak cukup sebatas itu,
mereka menambah ejekan dengan mengutarakan prasangka bahwa ia pendusta yang
mengaku-aku mendapat risalah dari Allah swt. Dan, ungkapan mereka,
“Sesungguhnya Kami menganggap kamu Termasuk orang orang yang berdusta,” dalam
bentuk jama’ (plural), memberikan kesan bahwa mereka mendustakan seluruh rasul,
di mana Nabi Huud as. salah satu dari mereka.
Nabi Huud as. membalas mereka dengan sangat sopan dan
penuh maaf, tidak membalas mereka dengan ejekan, meski ia mengetahui lawannya
adalah manusia yang paling sesat dan paling bodoh. Dan, adab yang baik dan
akhlak yang mulia seperti ini sangat layak dimiliki oleh para pengusung dakwah.
Ia menjelaskan kepada mereka bahwa dirinya tidak
terjangkiti kebodohan, namun ia adalah utusan Tuhan alam semesta, yang bertugas
menyampaikan risalah Allah swt., pemberi nasihat yang tulus pada kebahagiaan,
dan terpercaya dalam menyampaikan wahyu dari Allah swt.
Ia menyambung pernyataan dengan ungkapan,
“Sesungguhnya aku tidak berdusta kepada kalian, sebagaimana yang biasa kalian
ketahui dalam perjalanan hidupku. Dan, jika akutdk berdusta kepada kalian, maka
bagaimana mungkin aku akan berdusta kepada Allah swt.?”
Ketiga: “Apakah
kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu
yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan
kepadamu?” Artinya, apakah kalian mendustakan dan heran kalau mendapat nasihat
dari Tuhan melalui lisan seorang laki-laki dari kalangan kalian? Kemudian ia
mengingatkan mereka dengan karunia Allah swt. yang telah diberikan kepada
mereka, dengan harapan ada yang dapat mengambil manfaat dari peringatan
tersebut. Ia menyeru mereka agar menghayati bahwa Allah swt. menjadikan mereka
sebagai khalifah di muka bumi setelah kaum Nabi Nuuh as. dan memberi beberapa
keunggulan dari generasi pendahulu, yaitu kekuatan fisik, keluasan kekuasaan,
dan penyebaran peradaban. Kemudian menambahkan seruan agar mereka mau
merenungkan nikmat-nikmat Allah swt. secara umum, sehingga mendapatkan
keberuntungan. Seruan seperti ini mirip dengan seruan yang disampaikan oleh
Nabi Nuuh, “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh
langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya
dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah
dengan sebaik-baiknya, Kemudian Dia mengambalikan kamu ke dalam tanah dan
mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. Dan
Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani
jalan-jalan yang Luas di bumi itu.” (Nuuh: 15 – 20)
Ia meragamkan komunikasi dengan mereka dan mahir dalam
menggunakan metode dakwah. Sekali waktu memberikan ancaman, sekali waktu
memberi kabar gembira, sekali waktu mengingatkan mereka dengan nikmat-nikmat
Allah swt., dan sekali waktu menyampaikan ancaman siksa-Nya.
Keempat: Namun jawban mereka setelah mendapatkan itu
semua adalah, “Apakah kamu datang kepada Kami, agar Kami hanya menyembah Allah
saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami?”
Mereka mengingkari Huud as. yang mengajarkan ketauhidan
dan meninggalkan kesyirikan serta berhala-berhala yang telah disembah oleh
nenek moyang mereka. Setelah itu mereka menantang dengan ungkapan, “Maka
datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada Kami jika kamu Termasuk orang-orang
yang benar.” dalam seruan dan pengakuanmu, bahwa kamu adalah utusan Tuhan alam
semesta.
Rasul menjawab tantangan terbuka tersebut dengan
keyakinan penuh terhadap janji Tuhan-nya dan keperyaan utuh pada kemenangan
yang dijanjikan-Nya, “Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan
dari Tuhanmu.”
Kemurkaan disebut setelah siksa untuk menjelaskan
bahwa siksa tersebut dimaksudkan sebagian balasan yang pasti, yang tidak
mungkin dihilangkan. Kita berlindung kepada Allah swt. dari siksa yang disertai
kemurkaan.
Siksa yang dijanjikan oleh Huud as. adalah siksa yang
dijelaskan oleh Allah swt. dalam Surat Al-Qamar, yaitu firman Allah swt., “Kaum
'Aad pun mendustakan(pula). Maka Alangkah dahsyatnya azab-Ku dan
ancaman-ancaman-Ku. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin
yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus, yang menggelimpangkan
manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang. Maka Alangkah dahsyatnya
azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.” (Al-Qamar: 18-21)
Huud as. mengingkari mereka dengan ungkapan, “Apakah
kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang Nama-nama (berhala) yang kamu
beserta nenek moyangmu menamakannya, Padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan
hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), Sesungguhnya aku juga Termasuk orang
yamg menunggu bersama kamu.”
Akhirnya Allah swt. menyelamatkan Huud as. berserta
orang-orang yang beriman dan menghancurkan musuh-musuhnya dengan angin, “yang
menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka
tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.” (Al-Ahqaf: 25)
***
Allah swt. berfirman, “Dan kepada kaum 'Ad (kami utus)
saudara mereka, Huud. ia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali
tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. kamu hanyalah mengada-adakan saja. Hai
kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain
hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu
memikirkan(nya)?’ Dan (dia berkata), ‘Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu
lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras
atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu
berpaling dengan berbuat dosa.’ Kaum 'Ad berkata, ‘Hai Huud, kamu tidak
mendatangkan kepada Kami suatu bukti yang nyata, dan Kami sekali-kali tidak
akan meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena perkataanmu, dan Kami
sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa
sebagian sembahan Kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.’ Huud
menjawab, ‘Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu
sekalian bahwa Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan,
Dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan
janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakkal kepada
Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak ada suatu binatang melata pun melainkan
Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang
lurus. Jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu
apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. dan Tuhanku akan
mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat
membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha
pemelihara segala sesuatu.’ Dan, tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Huud
dan orang-orang yang beriman bersama Dia dengan rahmat dari kami; dan Kami
selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat. Dan Itulah (kisah)
kaum 'Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai
Rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua Penguasa yang
sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran). Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan
di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah, Sesungguhnya kaum 'Ad
itu kafir kepada Tuhan mereka. ingatlah kebinasaanlah bagi kaum 'Ad (yaitu)
kaum Huud itu.” (Huud: 50-60)
Dengan demikian Nampak jelaslah bahwa persoalan yang diperselisihkan
oleh Huud as. dan kaumnya adalah persoalan ketuhanan dan ketundukan hanya
kepada Tuhan swt. Dan, lebih jelas lagi terlihat dalam firman Allah swt., “Dan
Itulah (kisah) kaum 'Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka,
dan mendurhakai Rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua Penguasa
yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran).” (Huud: 59)
Persoalan mereka adalah kedurhakaan terhadap perintah
para rasul dan ketundukan pada perintah orang-orang yang zhalim. Padahal Islam
artinya ketaatan pada perintah para rasul –karena perintah para rasul adalah
perintah Allah swt.- dan penentangan pada perintah orang-orang zhalim. Inilah
persimpangan jalan antara kaum jahiliyah dan Islam, antara kekufuran dan
keimanan.
Seruan ketauhidan sejak awal menegaskan pembebasan
dari setiap ketundukan kepada selain Allah swt., pembangkangan terhadap
kekuasaan para durjana yang mengaku tuhan, dan menganggap peleburan kepribadian
karena mengikuti orang-orang yang angkara murka adalah criminal, kesyirikan,
serta kekufuran yang layak mendapatkan kebinasaan di dunia dan siksa di
akhirat. Sebab Allah swt. menciptakan manusia dalam keadaan merdeka dan tidak
menghamba kepada seorang pun dari makhluk-Nya, baik pemimpin atau siapa saja.
Inilah kemuliaan yang dikaruniakan Allah swt. kepada mereka. Apabila mereka
tidak menjaganya, maka tiada kemuliaan dan tiada keselamatan bagi mereka di
sisi Allah swt.
Tidak mungkin manusia mengklaim punya kemuliaan dan
memili kemanusiaan, sementara ia menghambakan diri kepada selain Allah swt.
Orang-orang yang rela menghamba kepada sesama tidak
bisa dimaklumi, sebab jumlah mereka banyak dan jumlah orang-orang yang
disembah. Jika mereka mau merdeka, maka mereka akan berkorban untuk membebaskan
diri dari kehinaan diperbudak oleh para diktator.
Kaum ‘Aad telah binasa karena mengikuti intruksi para
dictator yang angkuh .. mereka binasa dengan diiringi laknat di dunia dan
akhirat, “Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu
pula) di hari kiamat.” Tidak hanya sampai di situ, mereka tidak dibiarkan
binasa sebelum tercatat dalam sejarah, hingga menjadi peringatan yang
dikumandangkan ke segenap umat manusia, “Ingatlah, sesungguhnya kaum Ad itu
kafir kepada Tuhan mereka.” Kemudian ditegaskan lagi dengan doa agar mereka binasa.
Dan, pernyataan itu dialamatkan secara tegas kepada mereka, “Ingatlah,
kebinasaanlah bagi kaum Ad (yaitu) kaum Hud itu.”
Pemaparan perjalanan dakwah dengan cara seperti ini
dalam Al-Qur'an, dimaksudkan untuk merumuskan Garis Besar pergerakan aqidah di
sepanjang masa. Bukan hanya untuk gerakan di masa lalu, tetapi juga untuk masa
depan hingga akhir zaman. Bukan hanya untuk jamaah muslimah pertama yang
disebut oleh Al-Qur'an dan yang bergerak melawan kejahiliyahan saat itu, tetapi
untuk setiap jamaah muslimah yang menghadapi kejahiliyahan hingga akhir zamam.
Inilah salah satu yang menjadikan Al-Qur'an sebagai buku dakwah Islam sepanjang
masa. Buktinya adalah pergerakan yang ada di setiap masa.
No comments:
Post a Comment