Setelah Fathu Mekkah, kendali
kekuasaan sepenuhnya ada di tangan Rasulullah SAW. Kaum Musyrikin Quraisy
bertekuk lutut dan mengakui kemenangan dakwah Rasulullah SAW dan kaum Muslimin.
Mereka mulai merapat kepada Rasulullah SAW seraya menyatakan keislamannya dan
siap mendapatkan bimbingan dan pengajaran dari Rasulullah SAW. Padahal
sebelumnya mereka sangat jauh dengan dakwah bahkan selalu berada di barisan
paling depan memusuhi dan memeranginya.
Abu Sufyan tidak memiliki pilihan
lain kecuali mengakui kemenangan dakwah Nabi Muhammad SAW dan menyatakan masuk
Islam, setelah menyaksikan puluhan ribu kaum Muslimin menyeruak di sekitar
Masjidil Haram. Amr bin Ash yang pernah membujuk Najasyi agar mendeportasi kaum
Muslimin yang hijrah ke negerinya Habasyah, juga datang bertekuk lutut kepada Nabi , Ia
langsung menyatakan dirinya ingin masuk Islam, namun Ia risau dengan track
record masa lalunya yang selalu memusuhi Islam. Namun dengan penuh kelembutan
Rasulullah SAW membesarkan hatinya seraya bersabda : “Ya Amr!, Al-Islaamu
yajubbu maa kaana qablahu”, Wahai Amr!, Islam akan menghapus apapun
yang telah terjadi sebelumnya!.
Ikhwah Fillah Rahimakumullah!
Juga tidak ketinggalan Ikrimah
putra Abu Jahal merapat kepada Nabi, meskipun dibarengi dengan perasaan takut
dan khawatir, karena Ia tidak pernah absent berada di barisan paling depan
memerangi kaum muslimin sebagai pelampiasan dendam kesumatnya, terutama setalah
kematian ayahnya dalam perang Badar. Dengan ditemani oleh isterinya Ummu Hakim
yang telah terlebih dahulu masuk Islam, Ikrimah memberanikan dirinya menghadap
Rasulullah SAW. Ternyata di luar dugaan justru rasulullah SAW`menyambutnya
dengan penuh hangat seraya bersabda : “Marhaban birraakibil Muhaajir”, selamat
datang!, wahai si penuggang kuda yang hendak hijrah!. Rasulullah SAW melupakan
masa lalu Ikrimah, bahkan beliau memuliakannya dan mengangkatnya sebagai
“Kaatibul Wahyi”, penulis wahyu, sehingga namanya hingga kini tertoreh dalam
berbagai literature kitab-kitab Tafsir (Kutubuttafaasir)
Ikhwah Fillah!
Hikmah dan pelajaran apa yang
dapat kita petik dari hikmah peristiwa tersebut di atas? Itulah logika
kekuasaan Ikhwah Fillah!. dan pentingnya syaitoroh al wilayah wal hukumah
(penguasaan pemerintahan dan pengendalian otoritas). Yang tadinya kawan menjadi
lawan dan yang tadinya menghindar jadi mendekat dan merapat.
Begitupula Ikhwah Fillah!
Kemenangan dakwah di era mihwar mu’assasy dan mihwar dauly yang tengah kita
jalani sekarang ini, menjadi sangat penting dan signifikan untuk membuka
katup-katup dakwah yang masih tertutup. Kemenangan dakwah dalam kontek saitoroh
al wilayah wal hukumah akan banyak membuka peluang-peluang dakwah yang
sebelumnya sulit diekses, menjadi mudah dan
bebas kendala, baik kendala psikologis maupun kendala kebijakan structural. Saitoroh al
wilayah wal hukumah tidak akan tercapai bila prosedur dan mekanismenya tidak
kita ikuti. Oleh karenanya sementara ini
mau tidak mau kita harus mengikuti prosedur dan mekanisme penguasaan dan
penegndalian wewenang, melalui Pemilihan dan pemungutan suara, baik di even
Pilkada, Pemilu dan Pilpres.
Ikhwah Fillah! Rahimakumullah!
Semakin banyak suara yang
digalang untuk mendukung dakwah ini, maka akan semakin besar peluang dakwah ini
menguasai sektor-sektor penting pemerintahan dan pengendalian sumberdaya
manusia yang ada di dalamnya, dengan kata lain Ikhwah fillah!, dakwah birokrasi
akan berjalan lebih lancar dan kondusif, sehingga pengkaderan di kalangan
birokrat akan semakin terbuka peluang dan kemudahannya. Oleh karena itu ikhwah
Fillah!, penguasaan sector-sektor penting pemerintahan sekali lagi sangat
penting artinya untuk memudahkan kewajiban berdakwah di kalangan birokrasi, dan
hal itu hanya dapat diperoleh dengan kapitalisasi dukungan suara, maka berjuang
untuk menggalang suara public menjadi wajib hukumnya dalam rangka menyempurnakan
kewajiban dakwah birokrasi, dalam kontek “ishlaahul hukumah” hinggga
“ustaadziyyatul aalam”. Sebagaimana kaidah fiqih menyebutkan : “Maa laa
yatimmul waajibu illaa bihi fahuwa waajibun”, Kewajiban yang tidak sempurna
kecuali dengan satu hal yang harus dipenuhi, maka satu hal itupun menjadi wajib
pula”
Pengaruh Pimpinan Birokrat
Ikhwah Fillah!,
Perlu diketahui bahwa budaya organisasi
birokrasi di Indonesia
masih cenderung paternalistic, maksudnya apa yang menjadi keinginan atasan akan
sangat didengar dan dipatuhi oleh bawahannya. Disinilah pimpinan birokrat
memiliki pengaruh dakwah yang kuat kepada bawahannya, sebagaimana pernah
dituturkan oleh seorang yang telah lama berkiparh di dunia birokrasi, dengan
berkali-kali ganti kepemimpinan.. Beliau menceritakan
pengalamannya sebagai seorang birokrat yang mengalami berbagai macam evolusi
dakwah Islam di instansi tempat beliau bekerja. Di masa awal, lingkungannya
masih berbau kejawen, lalu berkembang menjadi Islam abangan, dan seterusnya
mengalami evolusi ke arah yang lebih baik, sehingga menjadi Islam yang `semoga`
kaffah.
Selanjutnya
beliau menekankan, betapa evolusi lingkungan itu bisa terjadi karena pengaruh
pimpinan. Yaitu ketika yang memimpin adalah orang yang jauh dari nilai2 Islam,
maka lingkungan kerjapun akan berbanding lurus. Pada saat instansi beliau
dipimpin oleh orang yang peduli dengan Islam, maka hasilnya, lingkungan
kerjapun berubah menjadi Islami. Sehingga, dari pengalamannya selama bertahun2
bekerja sbg birokrat dengan segala dinamikanya, beliau berkesimpulan bahwa
dakwah birokrat, atau dakwah struktural melalui pimpinan dengan segala keteladanannya,
akan lebih jelas terlihat hasilnya dibanding dakwah kultural. Sebab mental
manusia Indonesia
yang masih mendudukkan jabatan struktural sebagai posisi mulia, hanya bisa
disentuh dan dirubah melalui hal di atas.
Ikhwah Fillah Rahimakumullah!
Alangkah
indahnya bila para birokrat tersentuh oleh dakwah, semakin dini dakwah gencar
diarahakan kepada mereka, maka Insya Allah akan semakin cepat terealisasi
proses “Islahul hukumah “ negeri ini. Dan semakin bertambah jajaran aparatur
pemerintahan yang shaleh di negeri ini,
sehingga pengelolaan Negara dan pemerintahan akan semakin berjalan dengan baik,
dan amanah kepemimpinan akan dijalankan dengan seoptimal mungkin, sehingga
terwujud masyarakat yang adil dan sejahtera. “Baldatun Tahyyibatun wa Rabbun
Ghafur”
Wallaahu
A’lamu bisshawab
Agama dan Kekuasan ibarat saudara kembar. Agama menyiapkan pondasi yang kuat dan bangunan yang indah, kekuasaan menjaganya agar tersu bertahan. Jazakallah atas pencerahannya.. ;)
ReplyDelete