Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Thursday, March 29, 2012

Ujian Sebelum Naik Kelas


(Oleh: Arida Sahputra)

Firman Allah SWT: "Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." (QS Ali Imran: 186)

Menaggapi kritikan dan sudut pandang atau penilaian orang lain terhadap gerakan dakwah ini. Saya ingin berbagi kepada ikhwah mengenai kisah Lukmanul Hakim mengajari anaknya. Sebagai analogi sebagaimana dakwah yang sedang kita jalani ini.

Pernah suatu ketika, Lukmanul Hakim mengajak anaknya berjalan ke pasar. Beliau mengenderai seekor keledai sementara anaknya berjalan kaki menuntun keledai tersebut. Ketika melewati suatu tempat, ia mendengar pembicaraan orang: “Lihat orang tua itu, benar-benar tidak memiliki rasa kasih sayang, anaknya yang kecil dibiarkan berjalan kaki sedangkan dia bersenang-senang menunggang keledai.”

“Wahai anakku, dengarkah engkau apa yang mereka perkatakan itu?” tanya Lukmanul Hakim kepada anaknya. “Dengar ayah,” jawab anaknya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Sekarang engkau naiklah ke atas keledai ini, biar ayah yang menuntunnya,” katanya sambil mengangkat anaknya ke atas keledai, lalu mereka meneruskan perjalanan.

Tidak berapa lama kemudian ketika melewati sekelompok orang, “Lihatlah betapa anak yang tidak pandai mengenang budi ayahnya yang sudah tua, disuruhnya ayahnya menuntun keledai sedangkan dia yang masih muda menunggangnya, sungguh tidak patut,” kata orang-orang tersebut. “Dengarkah engkau apa yang mereka perkatakan?” tanya Lukmanul Hakim kepada anaknya. Anaknya mengiyakan pertanyaannya itu. “Sekarang engkau turun dari keledai ini dan kita sama-sama berjalan kaki,” kata Lukmanul Hakim. Anaknya segera turun dari keldai lalu berjalan bersama beriringan dengan ayahnya menuntun keledai.

Sejurus kemudian mereka bertemu pula dengan sekelompok orang lain. “Alangkah bodohnya orang yang menarik keledai itu. Keledai untuk dikenderai dan dibebani dengan barang-barang, bukan untuk dituntun seperti lembu dan kambing,” kata mereka. “Dengarkah engkau apa kata mereka?” tanya Lukmanul Hakim kepada anaknya lagi. “Dengar, ayah,” jawab anaknya. Lukmanul Hakim berkata: “Kalau begitu marilah kita berdua naik ke atas punggung keledai ini.” Tidak berapa lama setelah itu mereka mendengar sekelompok orang yang lain yang mereka lewati “Sungguh tidak bertimbang rasa mereka ini, keledai yang kecil ditunggangi berdua!” kata mereka. Lukmanul Hakim lalu bertanya kepada anaknya, “Apakah engkau dengar apa yang mereka katakan?” Jawab anaknya: “Ya ayah, saya dengar.” “Kalau begitu marilah kita pikul keledai ini,” kata Lukmanul Hakim.

Dengan bersusah payah mengikat keempat-empat kakinya, akhirnya mereka mampu mengangkat keledai itu. Dan dalam keadaan demikian itu mereka mulai berjalan dengan beban memikul seekor keledai. Ketika sejumlah orang melihat mereka berdua memikul seekor keledai, mereka ketawa terbahak-bahak. “Ha! Ha! Ha! Lihatlah orang gila memikul keledai!” “Dengarkah engkau apa yang mereka katakan?” dia bertanya kepada anaknya lagi. “Dengar ayah,” jawab anaknya. Mereka lalu meletakkan keledai itu ke tanah.

Lukmanul hakim pun kemudian menjelaskan hikmah di sebalik peristiwa tadi: “anakku, begitulah sifat manusia. Walau apapun yang engkau lakukan, engkau tak akan terlepas dari perhatian dan pandangan mereka. Tidak menjadi soal apakah tanggapan dan sikap mereka benar atau salah, mereka tetap akan mengatakannya.” “ingatlah anakku bila engkau telah bertemu kebenaran, janganlah engkau berubah hati hanya kerana mendengar kata-kata orang lain. Yakinlah pada diri sendiri dan gantungkan harapanmu kepada Allah.”

Oleh karena itu, walaupun banyak yang berkomentar dengan dakwah ini, yang mengatakan ini salah, itu salah, seharusnya seperti ini, seharusnya seperti itu. Seharusnya bubar, seharusnya ini menjadi majelis syuro. Seharusnya itu jadi presiden, biarlah mereka berkomentar. Intinya semua keputusan yang kita jalani selama ini adalah berdasarkan syuro. InsyaAllah berkah dengan keputusan syuro itu. Dan kita harus tetap bekerja karena bekerja itu adalah ibadah, anggap saja kritikan itu sebagai pupuk dakwah ini.

Penonton dan Pemain

Dari beberapa peneliti dunia mengatakan kekhilafahan itu akan dimulai dari Asia, Asia itu di Asia Tenggara, Asia Tenggara itu bermula dari Indonesi. Ini bisa jadi karena jumlah penduduk Islam terbesar adalah di Indonesia. Melihat juga dari runutan kehidupan dinuia ini sampai kiamat. Fase-fase keterpurukan Islam sudah sedang berlangsung dan akan tiba kembali kejayaan Islam itu. Oleh karena itu, apakah kita mau sebagai penonton sampai kejayaan itu tiba? Atau mau jadi pemain yang aktif mentransformasi umat Islam sekarang ke Islam sebenarnya.

Memang kita ketahui bersama kalau menjadi penonton itu lebih pandai daripada pemain. Yang biasanya hanya mengritik-mengkritik saja, tetapi tidak mau berbuat. Dari segi jumlah juga sangat berbeda, penonton jauh lebih banyak jumlahnya daripada pemain. Apakah kita hanya mau mengritik saja? Apakah kita hanya ingin melihat saja? Atau mau berbuat?

Hal ini juga merupakan ujian kepada aktivis dakwah, dan apabila kita sabar menghadapinya maka insyaAllah kita akan lulus. Dan apabila sudah lulus dari ujian ini, Allah sudah menyiapkan imbalan atau hadiah kepada kita, yaitu naik kelas. Insya Allah naik,naik, naik. Insya Allah..

Hayoo tetap bekerja, janganlah berubah hati hanya karena mendengar kata-kata orang lain. Yakinlah pada diri sendiri dan gantungkan harapan kita kepada Allah.

Wallahu a'lam bishawab

1 comment:

  1. thanks, pak atas didikan pak arida kpda saya,,
    oya pak ini hsil dari bapak,,
    kapan mampir ke blog eko pak ya
    kawancreative.blogspot.com
    oya jgan lpa di follow back pak ya
    soekroe kashiroe

    ReplyDelete