A. BEBERAPA FAKTA SEJARAH
Pertama
Wafatnya Abu Thalib pada tahun kesepuluh
kenabian Muhammad. Selaina hayatnya, Abu Thalib merupakan pembela Nabi yang
gigih, sehingga orang-orang kafir Quraisy tidak berani mengganggu atau
menyakiti Nabi secara langsung. Abu Thalib adalah seorang yang terhormat di
kalangan mereka. Setelah wafatnya, mulailah. orang-orang Quraisy
menghalangi dan mengganggu Nabi. Sehingga Nabi sangat berduka
dengan kematian pamannya itu.
Akan tetapi sungguhpun begitu, Abu Thalib
hingga menghembuskan nafas terakhir tetap saja tidak mau mengucapkan dua
kalimat syahadat, karena ingin mempertahankan wibawa Bani Muthallib di mata
masyarakat Quraisy secara keseluruhan.
Kedua
Pada tahun yang sama wafat pula isterinya, Khadijah. Dia
adalah srikandi yang mampu meringankan penderitaan Nabi, disebabkan
tindakan kasar orang-orang kafir Quraisy. Tentu kematiannya juga menimbulkan rasa sedih yang
mendalam di hati Nabi Muhammad Saw.
Dengan wafatnya dua orang pembela ini, dinaamailah tahun kesepuluh itu dengan sebutan
tahun dukacita (amul hazni).
Ketiga
Dengan makin meningkatnya gangguan dan
teror serta siksaan kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin, maka hijrahlah Nabi
ke Thaif, dengan harapan akan memperoleh pertolongan serta penerimaan yang
sebaik-baiknya dan orang-orang Bani Tsaqif di situ.
Akan tetapi kenyataan justru sebaliknya,
orang-orang sana mengerahkan anak-anak agar melemparinya dengan batu,
sehingga Nabi menderita luka-luka karenanya. Melihat keadaan demikian, Nabi
pun berlindung di dalam sebuah kebun dan berdo’a kepada Allah Swt.
Do’a dimaksud berbunyi:
“Wahai Tuhanku,
kepada-Mu hamba mengadukan lemahnya kekuatanku, sempitnya upayaku dan hinanya
aku di mata manusia.
Wahai Tuhan, Engkaulah yang
lebih pengasih dan semua pengasih, Engkaulah pelindung onang-onang yang lemah
dan Engkaulah Tuhanku.
Kepada siapakah Engkau
akan men yerahkan din hamba mi ? Kepada yang jauh dan menghadapiku den gan muka masamkah, atau kepada
musuh yang membenciku?
Kalau Engkau tiada memurkaiku, tiadalah mengapa. Tetapi maafmulah yang sangat kudambakan.
Aku benlindung di bawah
nur-Mu yang menerangi semua kegelapan, dan
atasnyalah urusan dunia dan akhi rat akan menjadi baik, agar janganlah kiranya
Engkau tununkan murka-Mu kepadaku.
Untukmulah aku nela
dihinakan, asal saja Engkau masih mencintaiku.
Dan tiada daya dan
upaya, tiada kekuatan, kecuali dan-Mu.”
Pelajaran:
Pertama
Seorang da’i boleh saja mengangkat salah
seorang anggota keluarganya sebagai pelindung, manakala ia bersedia membela pribadi
sang da’i, walaupun dia belum mau menerima isi da’wah sendiri. Fanatisme
kesukuan atau kekeluargaan boleh saja dimanfaatkan sejauh tidak menggerogoti
da’i dan ajaran-ajaran yang dida’wahkannya. Dengan kata lain sejauh tidak menimbulkan
kemungkaran-kemungkaran.
Kedua
Isteri yang saleh dan yakin akan kebenaran
apa yang dida’wahkan suaminya, akan dapat meringankan kesulitan-kesulitan yang
menghalangi da’wah itu, kalau saja dia terlibat dalam cita-cita da’wah itu. Hal
ini akan membantu mengatasi kesu-litan-kesulitan yang
melanda sang suami, sang da’i itu, sehingga dia semakin berketetapan hati untuk
meneruskan cita-cita da’wah. Apa yang telah dilakukan oleh Sayyidatina
Khadijah terhadap Rasulullah Saw. tidak urung lagi merupakan keteladan tentang
bagaimana peran yang dapat dimainkan oleh sang isteri, dalam membela da’wah
untu.k kebenaran dan kebaikan. Peran yang diambil oleh sang isteri dimaksud
tentulah menunjang kesuksesan sang da’i di satu pihak, dan membuatnya
bersemangat untuk terüs menjalankan da’wahnya di lain pihak.
Ketiga
Sedih karena ditinggal pembela da’wah betapapun
sang pembela itu belum beriman terhadap kebenaran isi da’wah dimaksud, dan
sedih karena ditinggalkan sang isteri yang sudah beriman dan ikut bertanggung jawab
terhadap kesuksesan da’wah, tentulah merupakan kesedihan yang timbul dari sikap
ikhlas dan tulus dalam menjalankan da’wah, dan merupakan tanda penghargaan
sang da’i untuk sang isteri yang sanggup berkorban demi kepentingan yang sama.
Inilah dasarnya mengapa Nabi Muhammad Saw. selalu mendoakan Abu Thalib yang
meninggal dalam keadaan belum mengikrarkan dua kalimat syahadat. Tersebutlah
dalam suatu riwayat, Nabi mengucapkan kata-kata sebagai benikut:
“Mudah-mudahafl Allah memberikan nahmat dan
ampunan-Nya bagimu (Abu Thalib). Aku akan selalu menzintakan ampun untukmu, hingga Allah men cegahku.”
Hadits ini pada masa selanjutnya, dijadikan sebagai dasar
hukum oleh kaum Muslimin tentang bolehnya mendoakan nenek moyangnya yang
sudah meninggal, tapi belum masuk Islam. Akan tetapi kebiasaan
seperti ini dilarang oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya: -
“Tiadalah sepatutnya
bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan kepada Allah untuk orang-orang
yang Syirik, walau pun mereka itu kaum kerabatnya sendini, sesudah jelas bagi
meneka, orangorang Musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (At-Taubah: 113)
Dapat dimaklumi jika Rasulullah Saw.
selama hayatnya, senantiasa mengenang jasa-jasa Khadijah, selalu memperlihatkan
kasih sayang dan selalu baik kepada sahabat-sahabatnya semasa hidupnya. Siti
Aisyah sendiri merasa cemburu lantaran seringnya Nabi menyanjung-nyanjung
Khadijah yang justru telah berpulang itu. Imam Bukhani meriwayatkan pertanyaan
Aisyah itu, sebagai benikut:
Aisyah mengatakan: “Cemburuku kepada
isteri-isteri Rasulullah yang lain tidaklah sebesar cemburuku kepada Siti
Khadijah. Memang aku
tidak sempat bertemu muka dengannya, tetapi Nabi sering menyebutnya. Beliau
pernah memotong kambing, dan setelah dipotong-potong dibagikan nyalah dagingnya
kepada sahabat-sahabat Khadijah. Pernah aku mengatakan kepadanya agaknya beliau
(Khadijah) itu merupakan satu-satunya wanita di dunia ini, ya Rasulullah.
Nabi menjawab celotehku itu dengan mengatakan seorang wanita yang demikian demikian
demikian, dan saya dikaruniai keturunan darinya.”
Keempat
Hijrah Rasulullah ke Thaif, setelah
penduduk Makkah tak berkenan kepadanya, menandakan kesungguhan dan kemauan
keras Nabi untuk meneruskan da’wahnya dan menyatakan, beliau tidak mengenal
putus asa, di satu sisi, serta tidak kehilangan akal untuk mencari lapangan
(medan) da’wah yang baru, di lain sisi. Kalau begitu arti yang dapat ditangkap
dari kehijrahan tersebut, maka lain halnya dengan arti yang terkandung dalam
peristiwa pengerahan anak-anak untuk menghajar Nabi ketika berada di Thaif.
Pengerahan mi mengandung makna, kejahatan selalu dilakukan dengan menunggangi
orang-orang yang tidak mengerti apa-apa.
Seterusnya mengalirnya darah dan kaki Nabi
Saw. merupakan peristiwa yang meringankan para da’i akan perlunya ketangguhan
mental dalam melaksanakan da’wah kepada yang haq. Sebab tugas mi selalu dihadapkan kepada tantangan dan gangguan
fisik.
Begitulah kesungguhan Rasulullah Saw.
mengemban misi suci dan Allah Swt. ditengahtengah berbagai kesukaran, suatu
keseriusan yang dicerminkannya dalam doanya ketika menyelamatkan diri di dalam
kebun. Rasulullah tidak berkeberatan terhadap segala siksaan yang diterimanya,
tetapi justru kemurkaan Allah sajalah yang ia takuti. Ia hanya berkepentingan
untuk memperoleh ridha Allah, tidak ridhanya para pemimpin dan pembesar negara
dan kerajaan, dan tidak juga keridhaan masyarakat umum dan orang-orang yang
degil.
Kelima
Mukjizat Isra’ Mi’raj itu mengandung
beberapa rahasia. Tetapi di
sini akan kita lihat tiga saja yaitu:
1. Masalah Masjid Al-Aqsha dan sekitarnya (palestina)
berkaitan dengan persoalan dunia Islam. Oleh karena Makkah telah menjadi pusat
dunuia Islam dan merupakan lambang persatuan, dan membela Palestina adalah juga
berarti membela Islam, maka setiap Muslim wajib melakukan pembelaan itu.
Sebaliknya melalaikan pembelaan, berarti mengenyampingkan Islam, yang dengan
sendirinya akan merupakan dosa yang akan mengundang murka Allah kepada kaum
Mukminin seluruh dunia.
2. Mu’jizat Isra’dan Mi’raj ini menandakan
ketinggian martabat kaum Muslimin, wajibnya
mengutamakan
Islam daripada tuntutan hawa nafsu duniawi dan menegaskan pula, ketinggian
kedudukan dan martabat serta cita-cita Islam itu merupakan monopoli kaum
Muslimin.
3. Mengisyaratkan mungkmnnya dilakukan penjelajahan
ke luar angkasa sepanjang sejarah. Disamping itu diisyaratkan pula mungkinnya
kembali dan penjelajahan angkasa luar ke planet bumi ini dalam keadaan selamat.
Kalau Rasulullah Saw. dulu mengalami hal itu dengan mu’jizatnya, maka bagi
manusia biasa hal tersebut hanya mungkin dengan ilmu dan pemikiran.
Keenam
Diwajibkannya shalat pada waktu Isra’
Mi’raj mengandung hikmah, shalat itu merupakan Mi’raj bagi orang yang beriman.
Seakan Allah hendak mengatakan kepada manusia, kalau Mi’rajnya Rasulullah dijalaninya
dengan jasad dan rohnya, maka kamu (kaum Muslimin) hendaknya menjadikan shalat
lima waktu sehari semalam itu sebagai Mi’rajmu, dengan roh dan kalbumu naik
kepada-Ku. Dan hendaklah pendakian spiritualmu itu merupakan usaha melampaui
nafsu syahwat dan penyaksian sebagian tanda-tanda keagungan, kekuasaan dan
keesaan-Ku. Sebab dengan cara itu sajalah kamu sekalian dimungkinkan
menjadi pengendali segala sesuatu yang ada di bumi ini. Tidak dengan jalan perbudakan, paksaan ataupun
peperangan, melainkan dengan jalan yang baik dan mulia.
Ketujuh
Kontak yang dilakukan
Rasulullah dengan jamaah haji setiap tahun itu menandakan seorang
da’i tidak sepantasnya membatasi sasaran dan lingkup da’wahnya sekitar
orang-orang yang ada di sekelilingnya saja. Sebaliknya ia harus menjangkau
tempat-tempat orang-orang berkumpul atau mungkin berkumpul di situ. Juga tidak
pantas kalau ia cepat putus asa, karena orang-orang enggan menerima ajakannya.
Sebab Allah telah mempersiapkan pengikut-pengikut setia yang tidak terduga
sebelumnya. Dan seringkali sekelompok kecil orang justru berperan besar dalam
mensukseskan da’wah dan memerangi kejahatan, berikut pecinta-pecintanya.
Imannya tujuh orang yang dijumpai Nabi di
Aqabah misalnya, ternyata merupakan cikal bakal kaum Anshar, yang di samping
menjadi penolong kalangan Muhajirin, juga menjadi landasan yang kokoh bagi
berdirinya negara yang memprogramkan penghapusan Syinik dan Musyrik, untuk
selanjutnya membangun kekuasaan iman yang kekal abadi.
HIJRAH DAN MENETAP DI MADINAH
A. BEBERAPA
PERISTIWA PENTING
Pertama
Tersebarnya berita masuk Islamnya
sekelompok penduduk Yatsrib (Madinah), membuat orang-orang kafir Quraisy
semakin meningkatkan tekanan kepada orang-orang Mukmin di Makkah. Lalu Nabi
Saw. memerintahkan mereka agar hijrah ke kota Madinah. Sahabat segera berangkat
menuju Madinah secara diam-diam, agar tidak dihadang oleh musuh. Namun Umar bin
Khattab justru mengumumkan terlebih dahulu rencananya untuk berangkat ke
pengungsian kepada orang-orang kafir Makkah, dikatakannya:
“Siapa di antara kalian yang bersedia
benpisah den gan ibunya, silahkan hadang aku besuk di lembah anu, besuk pagi
saya akan hijrah.” Tidak
seorang pun berani menghadang Uman.
Kedua
mengetahui, kaum Muslimin yang hijrah ke
Madinah itu ternyata disambut baik dan mendapat penghormatan yang memuaskan dari
penduduk, bermusyawarahlah kaum kafir Quraisy di Darun Nadwah untuk
merumuskan cara-cara yang akan diambil untuk membunuh Rasululah Saw. yang
diketahui belum berangkat bersama rombongan sahabat. Rapat memutuskan untuk
mengumpulkan seorang algojo dan setiap kabilah guna membunuh Nabi Saw.
bersama-sama. Pertimbangannya ialah, keluarga besar Nabi (Bani Manaf) tidak
akan berani berperang melawan semua suku yang telah mengutus algojonya
masing-masing. Satu-satunya pilihan yang mungkin mereka ambil ialah rela
menerima diat (denda pembunuhan) manakala ternyata jiwa Nabi dapat
mereka renggut nantinya. Keputusan bersama ini segera dilaksanakan dan para algojo tadi berkumpul
di sekeliling rumah Nabi Saw. Mereka mendapat instruksi: “Keluarkan
Muhammad dari rumahnya dan langsung penggal tengkuknya dengan pedangmu.”
Ketiga
Pada malam pengepungan itu Nabi Saw. tidak
tidur. Kapada keponakannya, Ali Ra. beliau memerintahkan agar tidur
(berbaring) ditempat tidur Nabi dan menyerahkan kembali semua harta titipan
penduduk Makkah yang ada di tangan Rasulullah Saw. kepada masing-masing
pemiliknya.
Nabi keluar dan rumahnya tanpa diketahui
oleh seorang pun di antara mereka, yang sejak senja sudah bersiap-siap untuk
membunuhnya. Beliau pergi menuju rumah Abu Bakar yang sudah menyiapkan dua tunggangan
(kendaraan) lalu segera berangkat Abu Bakar mencarter Abdullah bin Uraiqith
Ad-Daily untuk menunjukkan jalan pintas menuju Madinah.
Keempat
Rasulullah dan Abu Bakar berangkat pada hari
kamis tangal 1 Rabi’ul Awwal tahun kelima puluh tiga dan kelahiran Nabi Saw
Hanya Ali dan keluarga Abu Bakar saja yang tahu keberangkatan beliau berdua
malam itu. Sebelumnya Aisyah dan Asma binti Abu Bakar telah menyiapkan bekal
secukupnya. Kemudian beliau berdua berangkat, bersama penunjuk jalan,
menelusuri jalan Madinah - Yaman,
hingga sampai di Gua Tsur. Nabi dan Abu Bakar berhenti di situ dan penunjuk
jalan disuruh kembali secepatniya guna menyampaikan pesan rahasia Abu Bakar
kepada Putranya, Abdullah.
Tiga malam lamanya Nabi dan Abu Bakar
bersembunyi di gua itu, tetapi setiap malam mereka ditemani oleh Abdullah bin
Abu Bakar yang bertindak sebagai pengamat situasi dan pembeni informasi.
Kelima
Lolosnya Nabi dan kepungan yang ketat itu
membuat kalangan Quraisy hiruk pikuk mencarinya. Jalan Makkah - Madinah sudah dilacak,
tetapi gagal menemukannya. Kemudian ditelusurmnya jalan
Yaman -
Madinah, dengan dugaan Nabi
pasti bersembunyi di Gua Tsur. Setibanya tiem pelacak itu di sana, alangkah
bingungnya mereka ketika meithat mulut gua itu tertutup jaring laba-laba dan
sanang bunung, hal mana menunjukkan tidak ada onang yang masuk ke dalam gua
itu. Mereka tidak dapat melihat apa yang ada dalam gua itu, tetapi orang yang
di dalamnya dapat melihat jelas rombongan yang berada di luar. Waktu itulah
Abu Bakar merasa sangat khawatir akan keselamatan mereka bendua, tetapi
Rasulullah mengatakan kepadanya:
“Hai Abu Bakar, kita ini bendua
dan Allah-lah yangketiganya.”
Keenam
Kalangan kafir Quraisy mengumumkan kepada
seluruh kabilah : “Siapa saja yang dapat menyerahkant Muhammad dan kawannya
(Abu Bakar) kepada kami hidup atau mati, maka kepadanya akan diberikan hadiah
yang bernilai jutaan.” Bangkitlah Suraqah bin Ja’syam mencari dan mengejar
Nabi, dengan harapan akan menjadi hartawan dalam waktu singkat.
Sungguhpun jarak antara Gua Tsur dengan
rombongan Nabi sudah begitu jauh, namun Suraqah ternyata dapat menyusulnya.
Tatkala sudah begitu dekat, tiba-tiba tersungkurlah kuda yang ditungganginya,
sementara pedang yang telah diayunkannya ke arah Nabi tetap terhunus di
tanganunya. Tiga kali ia melibaskan pedangnya ke arah tubuh Nabi, tetapi pada
detik-detik itu pula kudanya tiga kali tensungkur sehingga tak terlaksanalah
maksud jahatnya. Kemudian ia menyarungkan pedangnya dalam keadaan diliputi
perasaan kagum dan yakin, dia benar-benar berhadapan dengan seorang Nabi yang
menjadi Rasul Allah. Ia mohon kepada Nabi agar berkenan menolongnya yakni
mengangkat kudanya yang tak dapat bangun karena kakinya terperosok ke dalam
pasir. Setelah ditolong oleh Nabi, ia meminta agar Nabi berjanji akan
membeninya hadiah berupa gelang kebesaran raja-raja. Nabi menjawab:
“Baiklah.”
Kemudian kembalilah ia ke Makkah dengan
berpura-pura tak menemukan seseorang dan tak pernah mengalami kejadian apa pun.
Ketujuh
Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Madinah
pada tanggal 12 Rabi’ul awal. Kedatangan beliau telah dinanti-nantikan
masyarakat Madinah. Pagi hari mereka berkerumun di jalanan, setelah tengah hari
barulah mereka bubar. Begitulah penantian mereka beherapa han sebelum
kedatangan Nabi. Pada han kedatangan Nabi dan Abu Bakar, masyarakat Madinah
sudah menunggu berjubel di jalan raya yang akan dilalui Nabi lengkap dengan
regu genderang (drum bend). Mereka mengelu-elukan Nabi dan genderang pun
gemuruh diselingi nyanyian yang Sengaja di gubah untuk keperluan penyambutan
itu.
Bulan purnama telah muncul di ten gah-tengah kita,
dan celah-celah bebukitan. Wajiblah kita bensyukun, atas ajakannya kepada
Allah. Wahai onang yang dibangkitkan untuk kami, kau datang membawa sesuatu
yang ditaati.”
Kedelapan
Di tengah perjalanan menuju Madinah, Rasuhillah singgah di Quba’,
sebuah desa yang terletak dua mil di selatan Madmnah. Dibangunnyalah sebuah
Masjid, dan merupakan Masjid pertama dalam scjarah Islam. Beliau singgah di sana selama empat han
untuk selanjutnya meneruskan perjalanan ke Madinah. Pada Jum’at pagi beliau
berangkat dari Quba’ dan tiba di perkampungan Bani Salim bin Auf, persis pada
waktu shalat Jum’at, lalu shalatlah beliau di sana . Inilah Jum’at pertama dalam Islam, dan
karena itu khutbahnya pun merupakan khutbah yang pertama.
Kemudian Nabi berangkat meninggalkan Bani
Salim. Program pertamanya sesampainya di Madinah ialah menentukan tempat,
dimana akan dibangun Masjid. Tempat itu ialah tempat di mana ontanya berhenti setibanya di Madinah.
Ternyata tanah dimaksud milik dua orang anak yatim. Untuk itu Nabi minta supaya
keduanya sudi menjual tanah miliknya, namun mereka lebih suka menghadiahkannya.
Tetapi beliau tetap ingin membayar tanah di maksud seharga sepuluh dinar.
Dengan senang hati Abu Bakar menyerahkan uang kepada mereka berdua.
Pembangunan Masjid segera dimulai dan
seluruh kaum Muslimin ikut ambil bagman, sehingga berdiri sebuah Masjid
berdinding bata, berkayu batang korma dan beratap daun korma.
Kesembilan
Kernudian Nabi mempersaudarakan antara
orang-orang Muhajirin dengan Anshar. Setiap orang Anshar mengakui orang
Muhajirin sebagai saudaranya sendiri, mempersilahkannya tinggal di rumahnya
dan memanfaatkan segala fasilitasnya yang ada di rumah bersangkutan.
Kesepuluh
Selanjutnya
Nabi Saw. merumuskan piagam yang berlaku bagi seluruh kaum Muslirnin dan
orang-orang Yahudi. Piagam inilah yang oleh Ibnu Hisyam disebut sebagai
undang-undang dasar negara dan pemerintahan Islam yang pertama. Isinya mencakup
tentang prikemanusiaan, keadilan sosial, toleransi beragama, masyarakat dan
lain-lain. Saripatinya adalah sebagai
berikut:
1. Kesatuan umat Islam, tanpa mengenal perbedaan.
2. Persamaan hak dan kewajiban
3. Gotong royong dalam segala hal yang tidak
tenmasuk kezaliman, dosa dan permusuhan.
4. Kompak dalam menentukan hubungan dengan
orang-orang yang memusuhi umat.
5. Membangun
suatu masyarakat dalam suatu sistem yang sebaik-baiknya, seluruhnya dan sekokoh-kokohnya.
6. Melawan
orang-orang yang memusuhi negara dan membangkang, tanpa boleh memberikan
bantuan kepada mereka.
7. Melindungi
setiap orang yang ingin hidup berdampingan dengan kaum Muslimin dan tidak
boleh berbuat zalim atau aniaya terhadapnya.
8. Umat
yang di luar Islam bebas melaksanakan agamanya. Mereka tidak boleh dipaksa
masuk Islam dan tidak boleh diganggu harta bendanya.
9. Umat
yang di luar Islam harus
ambil bagian dalam membiayai negara, sebagaimana umat Islam sendiri.
10. Umat non Muslim harus membantu dan ikut
memikul biaya negara dalam keadaan terancam.
11. Umat yang di luar Islam, harus saling
membantu dengan umat Islam dalam melindungi negara dan ancaman musuh.
12. Negara melindungi semua warga negara, baik
yang Muslim maupun bukan Muslim.
13. Umat Islam dan bukan Islam tidak boleh
melindungi musuh negara dan orang-orang yang membantu rnusuh negara itu.
14. Apabila suatu perdamaian akan membawa kebaikan
bagi masyarakat, maka semua warga negara baik Muslim maupun bukan Muslim, harus
rela menenima perdamaian.
15. Seorang warga negara tidak dapat dihukum
karena kesalahan orang lain. Hukuman yang mengenai seseorang yang dimaksud,
hanya boleh dikenakan kepada din pelaku sendiri dan keluarganya.
16. Warga negara bebas keluar masuk wilayah negara
sejauh tidak merugikan negara.
17. Setiap warga negara tidak boleh melmndungi
orang yang berbuat salah atau berbuat zalim.
18. Ikatan sesama anggota masyarakat
didasarkan atas prinsip tolong-menolong untuk kebaikan dan ketaqwaan tidak atas
dosa dan permusuhan.
19. Dasar-dasar tersebut ditunjang oleh dua
kekuatan. Kekuatan spiritual yang meliputi keimanan seluruh anggota masyarakat
kepada Allah, keimanan akan pengawasan dan penlindungan-Nya bagi onang yang
baik dan konsekwen. Kekuatan material, yaitu kepemimpinan negara yang tercerminkan
oleh Nabi Muhammad Saw.
20. gotong royong untuk kebaikan
B. BEBERAPA
PELAJARAN
Pertama
Seorang yang Mukmin yang percaya akan
kemampuannya tentu tidak akan sembunyi-sembunyi beramal. Sebaliknya ia
berterus terang tanpa gentar sedikitpun terhadap musuh, sebagaimana yang
dilakukan Umar bin Khattab sewaktu dia akan hijrah. Dalam kasus ini ada pelajaran, keberanian bisa membuat musuh
merasa ngeri dan gentar. Seandainya orang-orang kafir Quraisy sepakat untuk
membunuh Umar, tentulah mereka mampu melakukan itu. Akan tetapi sikap Umar
yang berarui itulah yang membuat gentarnya kafir Quraisy, dan memang
onang-orang jahat selalu merasa takut kehilangan hidup (nyawa).
Kedua
Ketika ajakan ke arah kebenaran dan
perbaikan sudah dapat dibendung, apa lagi pendukung-pendukungnya sudah dapat
menyelamatkan din, tentulah orang-orang jahat berpikir untuk membunuh pemimpin
da’wah itu. Mereka memperkirakan dengan terbunuhnya sang pemimpin, tamatlah
riwayat da’wah yang dilakukannya. Pemikiran semacam ini selalu ada dalam benak orang-orang yang memusuhi
kebaikan, dan zaman dulu sampai sekarang.
Ketiga
Prajunit yang sungguh-sungguh ikhlas untuk
menyerukan kebaikan tentulah bersedia menyelamatkaku pemimpinnya sekalipun
dengan mengorbankan jiwanya sendiri. Sebab selamatnya pemimpin berarti
selamatnya da’wah. Apa yang telah dilakukar. oleh Au yang tidur di tempat Nabi
merupakan pengorbanan jiwa raga guna menyelamatkan din Rasulullah.
‘Pada malam itu sangat besar kemungkiflan
terbunuhnya Au, karena algojo-algojo yang melakukan pengepungan itu tentu akan
menduga, Mi itulah Nabi. Akan tetapi hal itu tidak merisaukannya sama sekali,
karena yang lebih dipentingkaflflYa ialah keselamatafl Nabi Muhammad Saw.
Keempat
DititipkaflflYa harta benda milik
orang-oraflg Musynik kepada Nabi Saw. sementara golongan mereka sendiri
memusuhi dan berambisi untuk membunuh Nabi, adalah menunjukkan kepercayaafl
mereka akan kelurusan dan Icesucian pribadi Nabi. Mereka juga mengerti benar,
Nabi jauh lebih hebat dan lebih bersih hatinya dan pada mereka sendiri. Hanya
kebodohan, ketidaktahUafl dan keterikatan mereka kepada tradisi-tradiSi dan
kepercayaan kepercayaafl yang salah sajalah yang membuat mereka memusuhi,
menghalangi dan mengusahakan membunuh Nabi.
Kelima
Berpikirnya seorang pemimpin
da’wah atau kepala negara atau pemimpin suatu pergerakan untuk menyelamatkan
din dan ancaman musuh, sehingga ia mengambil jalan lain, tidaklah dapat
dianggap sebagai penakut atau tidak benkonban jiwa.
Keenam
Adanya partisipasi Abdullah bin Abu Bakar,
dalam penencanaan dan pelaksanaan hijrah Nabi, menunjukkan adanya peranan genenasi
muda dalam mensukseskan da’wah. Mereka merupakan penunjang
yang dapat diandalkan bagi mempercepat proses kesuksesan.
Pejuang-pejuang Islam yang pertama dahulu, seluruhnya tendiri dan
pemuda. Rasulullah berumur empat puluh tahun, ketika dibangkitkan menjadi Nabi.
Abu Bakar berumur tiga puluh
tahun, sementara Ali paling muda di antara mereka. Demikian pula Usman, Abdullah bin Mas’ud, Abdurrahman bin Auf, Arqam
bin Abu Arqam, Sa’id bin Zaid, Bilal bin Rabah, Amman bin Yasir dan lain-lain, seluruhnya adalah
pemuda-pemuda. Mereka sanggup memikul tanggung jawab da’wah dengan segala
pengorbanan dan berbagai macam denita, dan ternyata mereka mampu memenangkan
Islam. Dengan kesungguhannya beserta kaum Muslimin lainnya berdirilah negara
Islam, ditundukkanlah berbagai negeri, dan sampailah Islam ke tangan
generasi benikutnya, hingga kini.
Ketujuh
Partisipasi Aisyah dan Asma binti Abu Bakar dalam pelaksanaan
hijrah Nabi Saw. mengisyaratkan, kaum wanita bukannya tidak diperlukan dalam
suatu perjuangan. Kaum hawa yang berperasaan halus itu mudah diberi
kepercayaan. Mereka banyak sekali membantu sang suami mengurusi anak-anak dan
keluarga.
Dalam pada itu perjuangan kaum wanita di zaman Rasulullah dahulu
mengesankan kita sekarang, suatu gerakan Islamiyah akan berjalan seret dan
kurang membekas di kalangan masyarakat, manakala di dalamnya kaum wanita belum
ikut ambil peranan. Bila sudah, maka itu berarti terbentuknya suatu genenasi
wanita atas dasar keimanan, akhlak mulia, kesabaran dan kesucian. Mereka akan
lebih mudah menyebarkan nilai-nilai luhur yang dibutuhkan oleh dunia dewasa ini ke dalam masyanakatnya
sesama kaum wanita, ketiinbang kaum pnia. Tetapi hal ini tidak berarti mereka
boleh untuk tidak menjadi isteni dan ibu rumah tangga yang baik.
Dalam rangka mendidik generasi muda, pada zaman Nabi, kaum wanita ini telah memberikan
sumbangafl yang tinggi nilainya. Merekalah yang banyak berbuat untuk
menumbuhkan suatu generasi penerus yang berakhlak Islam, mencintal Islam dan
Rasulnya serta berjuang untuk Islam. Untuk ini dapatlah dikatakan, kaum
wanita itu lebih berhasil membentuk sebaik-baik generasi penerus perjuangan
Islam. Kini kita harus belajar dan sejarah di atas, harus benusaha membawa kaum
waiuta dan ibu-ibu, gunamencetak mereka menjadi perancang panji-panji Islam di
tengah-tengah masyarakat, mengingat kuantitasnya melebihi separoh penduduk
dunia. Hal itu menuntut kita untuk mendidik putni-putni dan saudari-saudanj,
lembaga-lembaga pendidikan Islam, guna mempelajani berbagai ajanannya.
Banyaknya jumlah mereka yang paham akan agama Islam, hukum, sejarah dan
lain-lain ilmu, dan banyak mereka yang berakhlak seperti akhlak Nabi Saw. dan
isteni-istenmnya, tentulah kita akan dapat lebih cepat lagi memacu perbaikan
yang berdasarkan ajanan Islam dan menciptakan masyarakat yang mentaati selunuh
ketentuannya.
Kedelapan
Tidak terlihatnya Nabi Saw. oleh mata orangorang yang mengejarnya
di Gua Tsur, dan adanya sarang laba-laba serta sarang-sarang burung yang sedang
bertelur seperti dalam cenita, kedua-duanya merupakan contoh adanya pentolongan
Ilahi kepada Rasul-Nya dan bagi pembela-pembela agama-Nya. Allah Swt. tidak
membiarkan cita-cita itu gagal di tangan onang-onang Musyrik. Ia selalu akan
membeni jalan bagi hamba-hamba-Nya yang ikhlas karenanya.
Allah
Swt. berfirman:
“Sesungguhnya Kami pasti menolong Rasul-nasul Kami
dan onang-onang yang beniman, di dunia mi dan di akhinat nanti.” (Gha
fir: 51).
Kesembilan
Kekhawatiran Abu Bakar Ra. kalau musuh melihat mereka yang
bersembunyi di dalam gua adalah menunjukkan betapa sayangnya sang pengawal
kepada pimpinannya yang sedang terancam bahaya, melebihi sayangnya terhadap
dirinya sendiri. Seandaiٌya ia mementingkan din sendini, tentulah dia tidak bersedia menemani
Rasulullah dalam suatu perjalanan yang penuh bahaya itu. Ia bukannya tidak
tahu, manakala Nabi Saw. tertangkap dan dibunuh, maka dia pun akan dibunuh.
Kesepuluh
Jawaban Rasulullah yang bermaksud menenangkan Abu Bakan pada saat
itu merupakan kata-kata yang menunjukan betapa yakin-Nya Nabi Kepada Allah yang
pasti menolong hamba-Nya dan betapa tulusnya beliau bertawakkal kepada-Nya. Dan
menupakan bukti nyata kebenaran da’wah kenabiannya. Betapapun beliau dalam
keadaan sangat sulit dan terjepit, namun dia yakin, Allah Swt. tidak pernah
melepaskannya sesaat pun, karena dirinya itu diutusNya untuk menjadi rahmat
bagi semesta alam.
Di
sinilah beda Nabi dengan orang yang setengah-setengah dalam menyenu mلnusia ke jalan Allah dan juga
dengan orang yang benpura-pura.
Kesebelas
Apa yang telah terjadi atas din Suraqah yang gagal
total membunuh Nabi Saw. juga merupakan bukti kenabian Nabi Saw. Setiap kali ia
mengarahkan kudanya ke arah tubuh Nabi, terjerembablah kuda itu dan kakinya
tenggelam ditelan pasin. Tapi jika diputar haluan, kembalilah kuda itu bangun
dan berjalan seperti biasa. Bukankah ini pentolongan Allah Swt. kepada
Rasul-Nya? Ambisi Suraqah untuk memperoleh hadiah yang melimpah sebagaimana
yang dijanjikan pemimpin-pemimpin kafir Qunaisy, temyata tidak dapat
mengalahkan kekuasaan Allah yang menghendaki keselamatan Rasul-Nya. Oleh karena
usahanya mengejar Nabi itu demi harta benda, maka ia pun merasa puas dengan
janji Nabi untuk menghadiahkan sesuatu kepadanya.
Keduabelas
Janji Rasulullah akan menghadiahkan kepadanya pakaian kebesaran
kaisar, setelah kegagalan Suraqah itu adalah juga suatu mu’jizat yang dimiliki
Nabi. Seonang manusia biasa yang sedang lan dan kepungan musuhnya tentulah tidak
lagi sempat membayangkan, dia akan mampu menaklukkan dan menampas mahkota raja.
Tetapi kanena beliau memang benar-benar seorang Nabi, masth segarlah dalam
benaknya, pada akhinnya beliau akan dapat menaih mahkota naja-raja, dan apa
yang dijanjikannya kepada Suraqah niscaya akan benanbenar tenlaksana.
Dalam suatu peperarigan yang dimenangkan oleh umat Islam benikut
harta nampasan yang tertimbun, terlihatlah oleh Suraqah sepasang gelang raja.
Lalu ia minta kepada Umar bin Khattab agar gelang itu diberikan kepadanya,
sebagai realisasi janji Rasulullah kepadanya dulu. Umar pun memenuhi
permintaan itu dengan disaksikan oleh sahabatsahabat Nabi lainnya.
Ketigabelas
Kegembinaan peduduk Madinah dengan kedatangan Rasulullah Saw.
menupakan kegembinaan yang sesungguhnya bagi kaum Muhajinin dan Anshar, tetapi
semu bagi kaum Yahudi. ‘Mereka turut bergembira di lahinnya, tapm dengki di
dalam batinnya, karena orang yang mereka sambut itulah yang akan mengambil
alih kepemimpinan dan kewibawaan yang selama irü ada di tangan mereka. Bagi
orangorang Yahudi Madinah, kedatangan Rasulullah itu akan membuat meneka tidak
lagi bisa berbuat seenaknya terhadap jiwa dan hanta benda nakyat.
Sungguh pun kedengkian dan keengganan tunduk kepada hukum pada
mulanya berhasil mereka tutup-tutupi, namun akhinnya terbuka juga. Isi piagam
pensaudaraan yang telah mereka sepakati di hadapan Nabi dan kaum Muslimin dulu
mulai diingkarmnya satu persatu. Ini berarti, mereka tidak rela dan tidak suka hidup damai. Memang
meneka rupanya sejak dulu selalu ingin mengobarkan api peperangan. Akan tetapi
api yang dikobarkannya itu akan selalu dapat dipadamkan, sebagaimana dijanjikan
Allah Swt. dalam firman-Nya:
“Setiap kali meneka
mengobankan api pepenangan, maka setiap kali itu pula Allah memadamkannya.” (AlMaidah: 64)
Keempatbelas
Dan penistiwa hijnah ke Madinah nyatalah
yang pentama kali dilakukan oleh Rasulullah ialah membangun Masjid. Selama
empat han benmalam di Quba’, dibangunnya Masjid Quba’. Selanjutnya beliau
membangun sebuah Masjid di perkampungan Barn Salim, yang terletak antana Quba,
dan Madinah. Begitu pula di Madinah sendiri. Yang pertama kali dilakukannya
ialah membangun Masjid Madinah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya Masjid dalam Islam.
Semua ibadat yang terdapat dalam Islam bertujuan
untuk mensucikan jiwa, meningkatkan akhlak, mempenkuat pensaudaraan dan
kegotongroyongan antara sesama Muslim. Shalat berjamaah, shalat Jum’at dan
shalat dua han raya adalah cenminan persaudaraan sosial, persatuan kata dan
tujuan dengan demikian tidaklah teningkari lagi Masjid itu membawa misi sosial
kemasyanakatan dan kerohaniaan yang sangat besan maknanya bagi masyarakat
Islam.
sejarah menyatakan dan Masjidlah tentara
Islam berangkat untuk menyebanluaskan hidayah Allah (agama Islam) ke seluruh
penjuru dunia. Dan Masjidlah diolah dan dikembangkan kebudayaan Islam. Abu
Bakar, Umar, Ali, Khalid, Said, Abu Ubadah dan lain-lain pembesar dalam sejarah
Islam adalah tamatan madrasah Islamiyah yang berpusat di Masjid.
Hal lain yang perlu dicatat ialah Masjid
menupakan sarana pendidikan Islam yang bensifat masal dan mingguan. Setiap
minggu (yaitu pada han Jum’at) dicanangkan seruan untuk mengikis habis
kemurtgkaran di samping perintah untuk menegakkankebenaran dan keadilan. Dan
dalam Masjid itu diberikan pula peningatart bagi orang yang lupa pada Islam,
diserukan persatuan umat, diprotes segala bentuk kezaliman berikut
pelaku-pelakunya. Bukankah dulu dan Masjidlah digalang persatuan dan semangat
juang umat Islam untuk mengenyahkan penjajah, baik yang bernama impenialisme
Perancis, Inggris, belanda dan konco-konconya, maupun yang bennama Zeonisme
Yahudi? Jika dewasa ini Masjid tidak difungsikan
sebagaimana mestinya lagi, maka itulah kesalahan khatib-khatib yang rela
membelokkan ajaran agama, hanya karena keselamatan pribadi dan kepentingan
perut dan kedudukannya.
Sangat beruntung jika dalam keadaan tidak
berfungsinya Masjid-masjid dewasa ini bangkit ulama, yang ikhlas demi Allah, menyerukan agar kembali menjadikan
Masjid sebagai sentral da’wah Islamiyah. Dan sanalah kita bina masyarakat
Islam, kita bina dan cetak kader-kaden, dan kita siapkan pahlawan-pahlawan
agama. Dan sanalah kita penangi kejahatan dan kemungkaran, guna memudahkan
terbentuknya masyarakat Islam yang diidamidamkan. Kemudian pendinian seperti ini disadari dan dilanjutkan oleh generasi muda Islam
yang sudah benilmu dan berakhlak bagaikan akhlaknya Rasulullah Saw.
Kelimabelas
Pensaudaraan yang dibina Rasulullah antana
kaum Muhajirin dan Anshar adalah juga merupakan kenyataan dan keadilan Islam
yang berpnikemanusiaan bermoral dan konstruktif. Kaum Muhajinin telah
meninggalkan negeni kelahirannya dengan tidak membawa hanta benda, sedangkan
kaum Anshan nata-rata merupakan orang-orang kaya dengan hasil pertanian dan
industri.
Oleh karena itu pantaslah jika mereka
turun tangan mengatasi kesulitan-kesulitan yang didenita oleh
saudara-saudaranya yang Muhajinin, baik perbuatan yang berkeadilan sosial, yang
melebihi keadilan sosial yang diajankan oleh Islam dan dipraktekkan oleh Nabi
Saw ini?
Atas dasar di atas dapatlah dikatakan,
onangorang yang mengingkari adanya keadilan sosial dalam Islam, adalah onang
yang memutarbalikkan fakta setidak-tidaknya, benmaksud agar ajaran ini ditinggalkan sedikit demi sedikit, atau agar orang
yang belum memeluknya sama sekali menjadi
tidak senang kepadanya. Kalau orang yang mengingkannya itu adalah onang Islam
sendini, maka pastilah mereka itu onang yang jumud (tidak mengerti) yang
tidak suka akan kata “keadilan sosial” itu saja. Sejarah telah membuktikan hal ini, Nabi Saw. sendiri telah menegakkannya dan
sekaligus menjadikannya landasan bagi berdininya masyarakat dan negara Islam
yang dipimpinnya sendini.
Keenambelas
Dalam piagam persaudaraan antara kaum
Muhajinin dan kaum Anshar, di satu pihak, dan piagam kenjasama antara kaum
Muslimin dengan non Muslim di lain pihak, terdapat sejumlah bukti yang
menunjukkan Daulah Islamiyah itu ditegakkan di atas pninsip keadilan, asas
hubungan antara Muslimin dan non Muslimin adalah perdamaian. Dalam piagam
tersebut ditegaskan pula kebenanan, keadilan, gotong royong dalam kebaikan dan
dalam mengikis segala akibat yang ditimbulkan oleh kemungkaran, yang telah
melanda masyanakat menupakan thema-thema yang selalu dibawa oleh agama Islam.
Daulah Islamiyah itu, dimana dan kapan pun adanya, haruslah ditegakkan di atas
pninsip-prinsip yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya. Pninsippninsip
dimaksud tentulah yang terbaik di antana prinsip-pninsip kenegaraan yang ada
dan dipnaktekkan dewasa ini. Usaha-usaha masyarakat Islam adalah sangat
relevan dengan penkembangan pemikiran
manusia tentang kenegaraan, hal mana
masyarakat Islam sendiri harus mencontoh ajaran Islam sendini.
Di negeri Islam, kaum Muslimin tetap
dilarang mengganggu kawan-kawannya yang non Muslim, dilarang menganggu gugat
keyakinan lain itu dan dilarang memperkosa hak-hak mereka. Mengapa orang-orang
masih tidak setuju memberlakukan hukum Islam di negerinya masing-masing,
padahal hukum Islam ii cukup adil, benar, kokoh, mementingkan keadilan sosial
yang berasaskan persaudaraan, cinta mencintai dan tolong menolong?
Kepada selunuh umat Muslimin patutlah dipeningatkan,
penjajahan, dalam segala bentuk dan manifestasinya, tidaklah akan terkikis
habis, melainkan dengan cara menerapkan Islam. Inilah inti perjuangan kita semua dewasa ini.
Perhatikan firman Allah berikut ini:
“Sekinanya penduduk
negeri sudah beniman dan bentaqwa, pastilah akan Kami limpahkan kepadanya
kebenka tan dan langit dan bumi.” (Al-A’raf: 96)
~ .
“Dan yang Kami
penintahkan ini adalah jalan yang
lurus, maka tunutilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain,
kanena jalan-jalan yang lain itu mencerai-benaikan kamu dan membelokkan dan
jalanNya.” (Al-An’am:
153)
“Dan siapa saja yang bentakwa kepada Allah,
niscaya Dia dican membenikan jalan keluan. Dan membeninya rezki dan jalan yang
tiada disangka-sangka, dan siapa saja yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Ia
akan mencukupkan kepenluan nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan u rusa n yang
dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah men gadakan ketentuan bagi segala
sesuatu.” (At-Thalaq: 2-3)
“Dan siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya
Dia, menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (At-Thalaq: 4)
No comments:
Post a Comment