Muhammad Hamid Abu An-Nasr, lahir pada
tanggal 25 Maret 1913, di kota Manfaluth, propinsi Asyuth, Mesir.
Sebuah daerah yang tumbuh di dalamnya Muhammad Hamid Abu An-Nasr, yang
didirikan oleh kakeknya yang bernama Abu An-Nasr; seorang yang alim,
Azahriy (ulama al-Azhar), penyair dan penulis dan merupakan salah satu
pencetus kebangkitan kesusasteraan di Mesir di era Khadiwi Ismail, ikut
juga berpartisipasi dalam penyusunan revolusi Arab, dan akhirnya
Al-khadiwi Taufiq memutuskan untuk menentukan tempat tinggalnya di
Manfelot , namun kemudian disingkirkan dengan cara diracun dan pada
akhirnya meninggal pada akhir 1880.
Muhammad
Hamid Abu Nasr hidup dalam keluarga yang kuat dengan kehidupan agama,
sastra, dan politik. Dan hal tersebut diterjemahkan dalam
partisipasinya mendirikan asosiasi keagamaan, dan forum kesusasteraan
dan berpartisipasi dalam sistem politik; sehingga beliau dipercaya
menjabat sebagai Amin mali (bendahara) Asosiasi Pemuda Islam, dan Ketua
Asosiasi Reformasi Sosial Masyarakat dan anggota Komite Sentral delegasi
di Manfelot.
Pada tahun 1933 menerima
sertifikat kompetensi, dan menjadi anggota dari Asosisasi Reformasi
Sosial Masyarakat di Manfalout tahun 1932, dan anggota dari Syubbanul
Muslimin tahun 1933, dan Pada 1934 – 1935 M melallui temannya al-marhum
ustadz Mohamed Abdul Dayem mendapat kabar bahwa mursyid pertama Ikhwanul
Muslimin Hassan al-Banna akan berkunjung ke Jam’iyyah Syubbanul
Muslimin di Asyuth, lalu beliau berbicara melalui telepon dengannya dan
memintanya untuk untuk mengunjungi Manfalut untuk menyampaikan
pidatonya disana. Dan setelah menyampaikan pidatonya mereka bertemu dan
berdikusi bagaimana caranya mengembalikan umat Islam kepada Islam yang
benar, dan saat itu beliau berkata kepada Imam Hasan Al-Banna berkata;
namun hal ini bukanlah cara yang tepat untuk mengembalikan umat Islam
pada masa keemasan dan kemuliaan masa lalu, beliau -Hasan Al-Banna-
berkata kepadanya: jadi menurutmu bagaimana? Dan pada saat itu Muhammad
Hamid Abu Nashr, berkata:” Saya pada waktu itu sangat berjiwa muda, dan
senjata tidak pernah lepas dari saya seperti dalam menyambut pengunjung
yang mulia yang saya cintai sebelum saya melihatnya. Saya berkata
kepadanya: jadi satu-satunya cara untuk kembali kepada kemuliaan umat
seperti masa lalu adalah ini… saya menunjukkan kepadanya senjata. Lalu
beliau beliau turun dari tempat tidurnya seakan mendapatkan jawabannya,
dan mendapatkan apa yang diinginkan, dan beliau berkata kepada saya:
kemudian apa lagi? … bicaralah… lalu saya mendapatkan ucapan sebagai
jawaban darinya dengan jelas, sambil mengeluarkan mushaf dari kopernya.
Beliau berkata: apakah kamu mau berjanji dengan dua ini; mushaf dan
senjata? Saya berkata: ya, dengan penuh kekuatan dan perasaan… dan saya
tidak mensifatinya, kecuali karena karunia Allah yang berlimpah, dan
kebahagiaan yang abadi yang di inginkan Allah melalui ilmu-Nya. Dan
setelah selesai berbaiat dengan bentuk seperti tadi. Secara santai imam
Hasan Al-Banna berkata: selamat, semoga Allah memberkahi, inilah awal
kemenanganmu”.
Dakwah beliau
- Ustadz Muhammad Hamid bertemu
dengan imam Syahid Hasan Al-Banna, pendiri dakwah Ikhwanul Muslimin di
akhir tahun 1933, dan membaiatnya untuk bekerja di jalan Allah di bawah
bendera dakwah yang penuh berkah ini.
-
Ustadz Muhammad Hami adalah orang yang pertama kali bergabung pada
barisan dakwah Ikhwanul Muslimin di daerah perkampungan Mesir.
-
Menjadi ketua cabang di Manfaluth hingga menjadi anggota dalam lembaga
pendiri (majelis syura), kemudian setelah itu menjadi anggota maktab
Irsyad umum jamaah.
- Menghadapi
penangkapan dan penjara serta dijatuhi hukuman pada tahun 1954 dengan
hukuman kerja paksa selama 25 tahun, dan berlalu hukuman padanya 20
tahun di penjara Mesir dalam keadaan tegar dan kuat tidak pernah luntur
dan gentar dalam berdakwah dan tidak pernah lunak walau terus berhadapan
dengan rintangan, cobaan dan fitnah, sehingga beliau keluar dari
penjara pada tahun 1974 untuk melanjutkan kontribusi dan jihadnya untuk
meninggikan bendera Islam.
-
Beliau terus melakukan dakwah dan kepemimpinannya hingga beliau diangkat
menjadi mursyid am Ikhwanul muslimin menggantikan ustadz Umar
At-Tilimsani pada tahun 1986.
Ustadz
Muhammad Hamid adalah orang pertama yang selalu menemani pendiri jamaah
Ikhwanul Muslimin, dan menjadi penopang harakah pada tahun 30-an, hidup
bersamanya dalam penuh ujian bahkan berbagai rintangan dengan penuh
kesabaran dan ikhlas, tidak pernah luntur azimahnya walau harus hidup di
penjara, dan tidak pernah melemah walau harus berhadapan dengan
kerasnya fitnah dan cobaan, sehingga beliau menjadi qudwah dalam
keikhlasan dan kejujuran iman.
Beliau memenuhi janjinya dalam
berbaiat, bersungguh-sungguh dalam ide dan pikirannya, membawa dengan
gigih amanah risalah sekalipun telah berumur 80 an tahun..
Salah
seorang penulis Islam berkata: “Saya melihatnya beliau adalah sosok
yang memiliki fanatisme keimanan, berjiwa dan semangat muda, berani
seperti pahlawan, bijaksana laksana syeikh, kaya akan pengalaman, penuh
dengan cahaya iman, memiliki kasih sayang laksana orang tua, kecintaan
laksana seorang al-akh, interaksi yang jujur laksana seorang sahabat,
memiliki bimbingan laksana seorang guru, kebaikan yang memberikan
teladan, keikhlasan sang murabbi, selalu memberi dengan penuh wibawa
dan kharisma, akhlaq yang mulia, seakan sosok yang memiliki
kesempurnaan, tampak pada wajahnya menghadapi kegamangan dakwah dengan
penuh kesungguhan dan optimisme, dengan akhlaq yang mulia, penuh kasih
sayang, cinta, wibawa, dermawan, ikhlas dan kebapakan”.
Beliau
adalah saksi sejarah pada masanya yang secara sempurna menceritakan
peristiwa dan kejadian yang dialami, dan bagaimana berpegang teguh pada
dakwah di tengah masyarakat dan politik terakhir kali hingga masuk pada
dewan kota dan desa, di bawah kehidupan parlemen, hidup pada masa yang
penuh tipu daya, fitnah, mengada-ada dan penuh rekayasa, berhadapan
dengan vonis dan tuduhan-tuduhan lainnya. Beliau adalah teladan dalam
berbagai sikap walau tubuhnya semakin melemah oleh karena banyaknya
ujian, siksaan dan usia, hingga akhirnya beliau kembali kepada yang Maha
Kuasa, bertemu dengan Rabb-nya setelah memberikan pengorbanan dengan
jiwa dan ruh dengan penuh jihad, gigih, sabar dan memenuhi janji dalam
dakwah.
Jamaah Ikhwanul Muslimin pada masa kepemimpinannya
Jamaah Ikhwanul Muslimin di
bawah kepemimpinan ustadz Muhammad Hamid berhadapan dengan banyak
peristiwa terutama dalam kancah politik, secara kongkret pada masa
beliau tokoh-tokoh yang muncul dalam pemilihan persatuan profesi,
club-club pendidikan pada universitas dan lembaga-lembaga sosial
lainnya.
Jamaah Ikhwanul Muslimin
pada masa kepemimpinannya ikut turun dalam pemilu anggota dewan tahun
1987 dan berkoalisi dengan partai al-amal dan al-ahrar, sehingga
berhasil memasukkan 36 orang anggota Ikhwan menjadi anggota parlemen.
Dan untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Ikhwanul Muslimin masuk ke
DPR dan menjadi pemimpin oposisi dalam bentuk yang kongkret, sebagaimana
saat itu jamaah ikut dalam melakukan perbaikan majelis syura pada tahun
1989, dan mengikuti pemilu parlemen pada tahun 1990 dan bersama-sama
ikut menjadi oposisi dengan partai-partai lain dalam menentang terus
diterapkannya undang-undang darurat dan tidak adanya jaminan yang cukup
untuk dilangsungkannya pemilu yang bersih… dan pada tahun 1992 jamaah
Ikhwanul Muslimin juga ikut dalam pilkada yang ada di Mesir.
Dan pada tahun 1993 pemimpin
jamaah menolak pengangkatan presiden Husni Mubarak untuk yang ketiga
kalinya sehingga membuat marah pemerintah saat itu, dan memasukkan 82
orang dari pimpinan Ikhwanul Muslimin pada daftar yang akan diajukan ke
mahkamah militer pada tahun 1995, dan menjatuhkan hukuman penjara
terhadap 54 orang dari mereka dalam persidangan ilegal. Kemudian
Ikhwanul muslimin juga ikut dalam pemilihan majelis syura (MPR) yang
dilaksanakan pada tahun 1995.
Aktivitas politiknya.
Abu An-Nasr pada awal
kehidupannya telah ikut serta dalam amal sosial dan amal-amal Islami
lainnya, sehingga beliau dapat mencapai berbagai jabatan penting,
seperti sebagai:
- Anggota dalam jam’iyah Islah ijtima’i di Manfaluth, tahun 1932
- Anggota jam’iyah syubbanul muslimin, tahun 1933
- Anggota jamaah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1934
- Anggota maktab irsyad jamaah Ikhwanul Muslimin.
- Mursyid am Ikhwanul Muslimin setelah meninggalnya Umar At-Tilimsani, tahun 1986
Berada dalam penjara
Abu Hamid Abu An-Nasr bersama
dengan kawan-kawannya dari maktab Irsyad serta yang lainnya dari anggota
jamaah Ikhwanul Muslimin ditangkap pada tahun 1954 saat terjadi
bentrokan revolusi Mesir dengan jamaah Ikhwanul Muslimin dan dijatuhi
vonis dengan hukuman kerja paksa seumur hidup. Dan beliau tetap ditahan
hingga akhirnya dibebaskan pada masa presiden Anwar Sadat.
Kembali dalam kancah politik dan dakwah
Setelah keluar dari penangkapan,
beliau kembali pada aktivitas dakwah dalam jamaah Ikhwanul Muslimin,
dan kemudian dipilih menjadi mursyid Ikhwanul muslimin setelah ustadz
Umar At-Tilimsani meninggal pada tahun 1986. Dan pada masa
kepemimpinannya banyak anggota Ikhwan yang masuk dalam parlemen dan
menjadi anggota dewan Mesir, dan jamaah menyaksikan akan perkembangan
dan kemajuan yang gemilang pada masa kepemimpinannya.
Wafatnya:
Muhammad Hamid Abu An-Nasr wafat dalam usia 83 tahun, yaitu tepat pada hari sabtu pagi tanggal 20 Januari 1996.
Buku-buku karangan beliau:
- Hakikat al-khilaf baina “Al-Ikhwan al-muslimin” wa Abdul Nasser.
izin copy ya akhi...jzklh
ReplyDelete