“Orang yang tidak memiliki apa-apa, tidak akan dapat memberi
apa-apa.”
Pertama kali mendengar ungkapan di atas, yang terlintas di otak
saya adalah bahwa ungkapan ini mencerminkan satu kesombongan seorang kaya.
Mencoba merenung lebih jauh, ternyata saya telah terjebak dalam sebuah
kedangkalan pemikiran. Memberi, terkadang memang menimbulkan konotasi yang
berkaitan dengan materi. Padahal, tidak selamanya aktivitas memberi itu harus
diidentikkan dengan harta benda. Semua hal yang membutuhkan interaksi antara 2
pihak atau lebih, selalu akan bersinggungan dengan kata ‘memberi’ dan
‘menerima’. Pertolongan, informasi, nasehat, perhatian, cinta adalah beberapa
hal yang bisa kita ‘beri’ dan kita ‘terima’, tanpa harus berwujud suatu materi.
Tetapi ada satu kesamaan di antara semua pemberian itu. Ketika kita ingin
memberi, kita harus terlebih dahulu memiliki apa yang ingin kita berikan
itu.
Kali ini, lagi-lagi, kita bicara tentang CINTA. Tema universal ini
memang tidak akan pernah bosan dan usang untuk dibahas. Tapi di sini saya tidak
ingin membicarakan tentang keromantisan cinta seorang laki-laki dan perempuan.
Saya teringat lirik sebuah lagu ketika saya sekolah dulu:
Don't search in
the stars for signs of love, just look around your live you'll find enough. (Se
A Vida E – Pet Shop Boys)
Ya. Lihatlah ke sekitar kita. Sangat banyak
cinta yang telah kita peroleh. Cinta dari kedua orang tua kita, kakak dan adik
kita, sahabat-sahabat, guru, tetangga, bahkan dari orang-orang yang tidak pernah
kita duga sebelumnya, mereka senantiasa memberikan cintanya kepada kita.
Sebagian mungkin tidak tercetus secara lisan, tapi getaran itu tetap tertangkap
melalui tindakan mereka, dan mewarnai hari-hari kita. Bahkan dari makhluk selain
manusia pun, kita senantiasa mendapatkan cinta itu.
Ingatkah bahwa
matahari hari ini masih bersinar untuk membantu proses fotosintesis tumbuhan,
yang kemudian menghasilkan O2 untuk kita hirup? Ingat juga ketika semalam kita
memandangi bulan yang menebarkan cahaya dengan cantiknya untuk menemani
kegelapan sang malam? Bahwa angin laut dan gelombang telah dan akan senantiasa
membantu manusia dalam menepikan ikan untuk ditangkap? Atau perasaan senang kita
saat tergelak memperhatikan seekor kucing yang terbelit benang rajutan? Atau
kedamaian yang kita rasakan saat melihat sepasang angsa berenang dengan
anggunnya di tengah danau? Subhanallah....
"Dan Dia telah menundukkan
untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat)
daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. Al-Jaatsiyah:
13)
Begitu banyak energi cinta yang telah ditransfer ke dalam kehidupan
kita, bukankah akan sangat adil jika kita ingin membalas semua cinta itu dengan
energi yang sama, atau bahkan lebih besar? Seorang sahabat pernah
menyebutkan,
“Jangan pernah lupa bahwa di alam ini berlaku hukum
kekekalan energi. Setiap energi yang kita keluarkan untuk sekitar kita, ia tidak
akan pernah hilang menguap begitu saja. Energi itu pasti akan kembali kepada
kita, terkadang setelah bertransformasi ke dalam bentuk yang lain.”
Saya
termenung mendengar pernyataan itu. Bukan, bukan suatu pamrih yang terbaca
darinya, tapi tersirat sebuah ketulusan yang luar biasa. Cukuplah kita
mengharapkan ‘pengembalian’ energi itu dalam bentuk pahala dan catatan amal
kebaikan di sisi Allah SWT.
“Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan
dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini.
Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” (QS. Mukmin: 17)
Sampai titik
ini, semoga secara diam-diam telah terbersit di hati kita sebuah keinginan untuk
membagi energi cinta itu, lalu bersama-sama kita bertanya: Bagaimana caranya?
Maha Besar Allah yang telah menyiapkan jawaban atas pertanyaan
itu:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak
Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang."
(QS. Maryam: 96)
Subhanallah... Lihatlah! Ternyata rasa kasih sayang itu
akan Allah tanamkan ke dalam hati orang-orang yang beriman dan beramal soleh.
Tentu saja rasa kasih sayang yang dimaksud di sini adalah yang sesuai dengan
syariat Islam, kasih sayang yang bernilai ibadah, menjadikan orang-orang yang
melaksanakannya mendapat naungan Allah pada hari dimana tiada naungan kecuali
dari-Nya, kasih sayang yang membawa orang-orang yang melaksanakannya naik ke
atas mimbar cahaya dan membuat iri para nabi dan syuhada.
Manusia adalah
makhluk sosial. Setiap hari kita dituntut untuk berinteraksi dengan berbagai
macam orang. Mulai dari membuka mata, hingga ketika kita akan menutupnya untuk
menunaikan hak istirahat tubuh di waktu malam, kita senantiasa akan bertemu
dengan berbagai macam orang. Berinteraksi, sesungguhnya adalah salah satu cara
kita untuk memberi energi cinta kepada sekitar kita.
Pada alam kita
memberi cinta, dengan menjaga keseimbangannya dan tidak membuat kerusakan. Pada
hewan dan tumbuhan pun kita memberi cinta, dengan memberikan hak mereka ketika
menjadi tanggungan kita, menampakkan akhlak yang terbaik. Dan pada manusia,
transfer energi cinta itu dapat kita lakukan dalam berbagai cara, baik langsung
maupun tidak.
Izinkan saya menganalogikan hati manusia seperti sebuah
kolam penampungan. Di dasar kolam itu, terdapat banyak keran yang dapat
dibuka/tutup untuk pengaturan keluarnya isi kolam. Tentu saja, keran itu akan
mengalirkan apa yang ditampung dalam kolam hati kita. Dan sebuah keniscayaan
akan berlaku, ketika keran tersebut dibuka terus-menerus tanpa ada aliran masuk
kembali, kolam itu akan menjadi kering. Maka, berinteraksi adalah aktivitas kita
dalam membuka ‘keran’ untuk mencurahkan energi cinta. Dan agar kasih sayang
sebenarnya yang teralirkan, ‘kolam’ tersebut haruslah diisi dengan materi yang
sama, yaitu cinta dan kasih sayang.
Kembalilah sejenak untuk membaca
firman Allah di atas. Untuk menanamkan rasa kasih sayang di hati kita, kuncinya
adalah beriman dan beramal soleh. Sahabat... mari me-recharge energi cinta kita
hanya dari sumber cinta yang abadi, Dia Yang Memiliki cinta tak terperi, cinta
yang sangat sempurna. Mari, kita isi kembali energi cinta di hati kita dengan
shalat-shalat khusyu' kita, tilawah-tilawah tartil kita, shaum sunnah kita,
sedekah dan infak kita hari ini, doa-doa panjang kita di waktu malam, serta dari
semua pos ibadah dan amal soleh yang telah Allah sediakan bagi
kita.
Karena, untuk membuka ‘keran’ pencurahan energi cinta dari ‘kolam’
penampungan yang ada pada hati ini, terlalu sombong rasanya jika kita tidak
pernah mengisi kolam tersebut dengan energi cinta dari-Nya. Ya, jika kolam itu
sudah kering, apa yang bisa kita bagi?
Wallahua'lam bi shawab
Monday, May 14, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Archive
-
▼
2012
(162)
-
▼
May
(22)
- Ingin Menjadi Ulama Hadis
- Kayyis Tertarik di Atletik
- Mulai Banyak Peminat
- Islam Kami
- DAKWAH AKADEMIS DI MIHWAR DAULI
- 10 MUWASHOFAT MARHALAH MUNTASIB
- 10 MUWASHOFAT MARHALAH MUAYID
- 10 MUWASHOFAT MARHALAH TAMHIDI
- Mursyid 'Am Kedelapan: Dr. Muhammad Badi
- Mursyid 'Am Ketujuh: Muhammad Mahdi Akif
- Mursyid 'Am Keenam: Ma'mun al-Hudhaibi
- Mursyid 'Am Kelima: Mustafa Masyhur
- Mursyid 'Am Keempat: Muhammad Hamid Abu Nasr
- Cleopatra Stratan Penyanyi Cilik
- Energi Cinta
- Mursyid 'Am Ketiga: Umar At-Tilmisani
- Mursyid 'Am Kedua: Hassan Al-Hudaibi
- Mursyid 'Am Pertama
- Iman dan Tekad Perubahan
- Biografi Sayyid Quthb
- Dr. Yusuf Al-Qaradhawi
- SEJARAH KEHIDUPAN IMAM SYAHID HASAN AL-BANNA
-
▼
May
(22)
No comments:
Post a Comment