(Oleh: Ariel Kahhari)
Presiden adalah orang yang dicintai rakyatnya. namun kedatangannya di suatu tempat kerap berjarak. Hanya orang tertentu yang dapat dekat disaat Rakyat membutuhkan tempat curhat. Tapi inilah protokoler yang diterapkan di negeri ini. Keselamatan presiden adalah segalanya. Warga diminta ikhlas dan legowo jika ada hal yang tidak berkenan.
Hampir satu jam aku menunggu seorang teman di sebuah cafe di kawasan Lamprit Banda Aceh. Pukul dua belas ini aku mau mewancarainya terkait pemberian gelar Doktor Honoris Causa bidang perdamaian untuk Presiden SBY oleh Universitas Syiah Kuala. Dari Black Berry Messenger yang dikirimkan kepadaku, dia tidak sepakat jika gelar itu diberikan kepada orang nomor satu di negara ini. Pas menurutku. Karena sudah beberapa orang yang kuwawancarai semuanya sepakat. Agar seimbang aku membutuhkan tanggapan berbeda.
Kameraman yang dari tadi menunggu berulangkali menanyakan posisi temanku ini. Aku mencoba menelepon tapi tidak diangkat. SMS yang kukirim juga tidak dibalas. Aku tau partner kerjaku ini mulai panik. Hari ini semua kameramen dikantorku punya jadwal yang padat. Banyak berita yang harusdicover. Wajar aku kira, pasalnya Presiden SBY mau berkunjung ke Aceh. Kegiatan presiden di Aceh mulai dari menerima gelar Doktor perdamaian, membuka Pekan Kebudayaan Aceh ke enam hingga Shalat Jumat di Mesjid Raya Baiturrahman.
Sedang di Jambotape, macet total. Sebuah pesan singkat masuk ke HP ku. Aku baru tau jika temanku terjebak macet di Simpang Jambo Tape. Padahal dari simpang itu menuju tempatku sangat dekat. Hanya beberapa ratus meter saja. Pada siang hari kawasan Jambo Tape memang kerap macet. Karena di jam tersebut banyak pekerja kantoran yang pulang istirahat siang atau anak anak yang pulang sekolah. Kemacetan tampak begitu panjang.
Tapi sejauh yang aku lihat, hari ini kemacetan tidak hanya terjadi di simpang Jambo Tape. Hampir disetiap ruas jalan. Baik di jalan utama maupun bukan. Polisi sedari tadi tampak hilir mudik. Mengatur lalu lintas, menutup jalan atau mengawal pejabat. Pukul satu siang nanti Presiden tiba di Banda Aceh.
Aku membatin. Apa seribet ini jika seorang presiden datang mengunjungi suatu tempat? Bukankah presiden adalah orang yang dicintai rakyatnya. Kenapa harus dibuat berjarak. Tapi ya sudahlah, mungkin protokoler dinegeri ini memang sudah diset sedemikian rupa. Keselamatan presiden adalah segalanya. Warga diminta ikhlas dan legowo jika ada hal yang tidak berkenan.
Temanku akhirnya tiba. Sebelum kuwawancara dia sempat mengeluh dengan jalanan yang macet.Macetnya parah jelasnya. Wawancarapun berlangsung singkat. Setelah itu temanku pulang disusulkameraman ku. Sementara aku tetap disini, menyusun naskah berita yang akan naik siar sore nanti.
Jika menyimak setiap bagian cerita yang ada dalam kunjungan Presiden, ini sama halnya dengan sebuah drama. Ada pelakon, alur, tempat hingga pesan yang disampaikan. Drama juga sama dengan sandiwara. Hanya berdurasi singkat. Diisi dengan akting yang sebelumnya sudah dilatih. Setingan tempatnya pun juga telah dipersiapkan dengan baik. Semua nya didesain untuk menyempurkan aksi dalam sebuah drama.
Sembari menyusun naskah, aku coba mengecek perkembangan Banda Aceh jelang kedatangan Presiden melalui status yang diupdate teman temanku di facebook. Beberapa diantara mereka menyambut baik kedatangan Presiden. Tapi yang menolak juga banyak. Beberapa temanku mengeluhkan pengamanan yang super ketat.
Lewat chatting facebook, aku menyapa temanku yang tengah berada di daerah kampus Darussalam. Dia bercerita jika kampus sudah “hijau” alias dipenuhi anggota TNI. Malamnya Presiden akan menerima penghargaan gelar Doktor Perdamaian dari Kampus Unsyiah. Dari surat kabar aku tau jika sebanyak 2500 personil TNI dan Polri dikerahkan untuk menjaga keselamatan dan kenyamaan SBY selama di Aceh. Lagi lagi aku berpikir, bukankah SBY menjadi jawara pada saat Pemilihan Presiden 2009 silam. Suara rakyat Aceh bulat diberikan untuk nya. Lalu kenapa kondisinya jadi seperti ini. Bagaimana caranya supaya rakyat dapat bertegur sapa dengan pak Presiden. Lagi lagi Keselamatan Presiden adalah segalanya.
Rencananya Presiden akan menginap di Banda Aceh. Artinya pengamanan pun akan ekstra ketat. Jauh sebelum Presiden tiba, petugas keamanan sudah disebar dibeberapa titik di Banda Aceh. Bahkan kawasan yang dekat dengan hotel tempat Presiden menginap pun turut dijaga. Sejumlah anggota TNI tidur beratapkan langit.
Memang jika menyimak setiap bagian cerita yang ada dalam kunjungan Presiden, ini sama halnya dengan sebuah drama. Ada pelakon, alur, tempat hingga pesan yang disampaikan. Drama juga sama dengan sandiwara. Hanya berdurasi singkat. Diisi dengan akting yang sebelumnya sudah dilatih, bahkan hanya untuk sebuah senyuman. Setingan tempatnya pun juga telah dipersiapkan dengan baik. Semua nya didesain untuk menyempurkan aksi dalam sebuah drama.
Tapi benarkan pak SBY ke Aceh hanya sekedar menampilkan drama??
Presiden adalah orang yang dicintai rakyatnya. namun kedatangannya di suatu tempat kerap berjarak. Hanya orang tertentu yang dapat dekat disaat Rakyat membutuhkan tempat curhat. Tapi inilah protokoler yang diterapkan di negeri ini. Keselamatan presiden adalah segalanya. Warga diminta ikhlas dan legowo jika ada hal yang tidak berkenan.
Hampir satu jam aku menunggu seorang teman di sebuah cafe di kawasan Lamprit Banda Aceh. Pukul dua belas ini aku mau mewancarainya terkait pemberian gelar Doktor Honoris Causa bidang perdamaian untuk Presiden SBY oleh Universitas Syiah Kuala. Dari Black Berry Messenger yang dikirimkan kepadaku, dia tidak sepakat jika gelar itu diberikan kepada orang nomor satu di negara ini. Pas menurutku. Karena sudah beberapa orang yang kuwawancarai semuanya sepakat. Agar seimbang aku membutuhkan tanggapan berbeda.
Kameraman yang dari tadi menunggu berulangkali menanyakan posisi temanku ini. Aku mencoba menelepon tapi tidak diangkat. SMS yang kukirim juga tidak dibalas. Aku tau partner kerjaku ini mulai panik. Hari ini semua kameramen dikantorku punya jadwal yang padat. Banyak berita yang harusdicover. Wajar aku kira, pasalnya Presiden SBY mau berkunjung ke Aceh. Kegiatan presiden di Aceh mulai dari menerima gelar Doktor perdamaian, membuka Pekan Kebudayaan Aceh ke enam hingga Shalat Jumat di Mesjid Raya Baiturrahman.
Sedang di Jambotape, macet total. Sebuah pesan singkat masuk ke HP ku. Aku baru tau jika temanku terjebak macet di Simpang Jambo Tape. Padahal dari simpang itu menuju tempatku sangat dekat. Hanya beberapa ratus meter saja. Pada siang hari kawasan Jambo Tape memang kerap macet. Karena di jam tersebut banyak pekerja kantoran yang pulang istirahat siang atau anak anak yang pulang sekolah. Kemacetan tampak begitu panjang.
Tapi sejauh yang aku lihat, hari ini kemacetan tidak hanya terjadi di simpang Jambo Tape. Hampir disetiap ruas jalan. Baik di jalan utama maupun bukan. Polisi sedari tadi tampak hilir mudik. Mengatur lalu lintas, menutup jalan atau mengawal pejabat. Pukul satu siang nanti Presiden tiba di Banda Aceh.
Aku membatin. Apa seribet ini jika seorang presiden datang mengunjungi suatu tempat? Bukankah presiden adalah orang yang dicintai rakyatnya. Kenapa harus dibuat berjarak. Tapi ya sudahlah, mungkin protokoler dinegeri ini memang sudah diset sedemikian rupa. Keselamatan presiden adalah segalanya. Warga diminta ikhlas dan legowo jika ada hal yang tidak berkenan.
Temanku akhirnya tiba. Sebelum kuwawancara dia sempat mengeluh dengan jalanan yang macet.Macetnya parah jelasnya. Wawancarapun berlangsung singkat. Setelah itu temanku pulang disusulkameraman ku. Sementara aku tetap disini, menyusun naskah berita yang akan naik siar sore nanti.
Jika menyimak setiap bagian cerita yang ada dalam kunjungan Presiden, ini sama halnya dengan sebuah drama. Ada pelakon, alur, tempat hingga pesan yang disampaikan. Drama juga sama dengan sandiwara. Hanya berdurasi singkat. Diisi dengan akting yang sebelumnya sudah dilatih. Setingan tempatnya pun juga telah dipersiapkan dengan baik. Semua nya didesain untuk menyempurkan aksi dalam sebuah drama.
Sembari menyusun naskah, aku coba mengecek perkembangan Banda Aceh jelang kedatangan Presiden melalui status yang diupdate teman temanku di facebook. Beberapa diantara mereka menyambut baik kedatangan Presiden. Tapi yang menolak juga banyak. Beberapa temanku mengeluhkan pengamanan yang super ketat.
Lewat chatting facebook, aku menyapa temanku yang tengah berada di daerah kampus Darussalam. Dia bercerita jika kampus sudah “hijau” alias dipenuhi anggota TNI. Malamnya Presiden akan menerima penghargaan gelar Doktor Perdamaian dari Kampus Unsyiah. Dari surat kabar aku tau jika sebanyak 2500 personil TNI dan Polri dikerahkan untuk menjaga keselamatan dan kenyamaan SBY selama di Aceh. Lagi lagi aku berpikir, bukankah SBY menjadi jawara pada saat Pemilihan Presiden 2009 silam. Suara rakyat Aceh bulat diberikan untuk nya. Lalu kenapa kondisinya jadi seperti ini. Bagaimana caranya supaya rakyat dapat bertegur sapa dengan pak Presiden. Lagi lagi Keselamatan Presiden adalah segalanya.
Rencananya Presiden akan menginap di Banda Aceh. Artinya pengamanan pun akan ekstra ketat. Jauh sebelum Presiden tiba, petugas keamanan sudah disebar dibeberapa titik di Banda Aceh. Bahkan kawasan yang dekat dengan hotel tempat Presiden menginap pun turut dijaga. Sejumlah anggota TNI tidur beratapkan langit.
Memang jika menyimak setiap bagian cerita yang ada dalam kunjungan Presiden, ini sama halnya dengan sebuah drama. Ada pelakon, alur, tempat hingga pesan yang disampaikan. Drama juga sama dengan sandiwara. Hanya berdurasi singkat. Diisi dengan akting yang sebelumnya sudah dilatih, bahkan hanya untuk sebuah senyuman. Setingan tempatnya pun juga telah dipersiapkan dengan baik. Semua nya didesain untuk menyempurkan aksi dalam sebuah drama.
Tapi benarkan pak SBY ke Aceh hanya sekedar menampilkan drama??
wah saya baru tau nih jadi semuanya sandiwara
ReplyDelete