Pengertian Halaqah
Halaqah Sebagai Sarana Pembentukan Pribadi Muslim
Ada sepuluh muwashafat
atau karakteristik pribadi muslim yang shaleh dengan rincian atau penjabaran
yang sesuai dengan marhalah tamhidi dan muayyid. Sebagai contoh untuk
karakteristik Saliimul Aqidah (aqidah yang bersih/selamat) seorang
pribadi yang shaleh hanya akan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak
berhubungan dan meminta tolong pada jin, tidak meramal nasib dan pergi ke
dukun, tidak memintah berkah ke kuburan atau meminta tolong pada orang yang
sudah mati dan lain-lain.
Para pekerja ini umumnya
memang memiliki taraf intelentualitas yang terbatas karena umumnya lulusan SD,
SLTP atau maksimum SMU, namun tak berarti mereka sulit disentuh dan dibina.
Asal kita bisa mengarahkan dengan pas, faham jadual kerja mereka yang acapkali
berganti-ganti shift, mereka bisa menjadi kader da'wah yang handal dan motor
penggerak paling tidak di kalangan pekerja pula.
Dalam
manhaj 1421 H disebutkan halaqah adalah sarana utama tarbiyah bagi
marhalah tamhidi dan muayyid sebagai media untuk merealisasikan
kurikulum tarbiyah sarana utama berupa halaqah tersebut masih harus
dilengkapi dengan sarana-sarana tambahan agar sasaran tarbiyah yakni
pencapaian muwashafat atau karakteristik di jenjang-jenjang tersebut
dapat tercapai secara optimal. Sarana-sarana tambahan antara lain rihlah,
mukhayyam, daurah, seminar, ta’lim, dan penugasan.
Selain
merupakan salah satu sarana tarbiyah bagi marhalah tamhidi dan muayyid, halaqah
juga dapat didefinisikan sebagai satu proses kegiatan tarbiyah dalam dinamika
kelompok dengan jumlah anggota maksimal 12 orang.
Walaupun
cara mentarbiyah seseorang bisa melalui da'wah fardhiyah misalnya,
halaqah tetap merupakan metode talaqqi wadah yang efektif karena terjadi
proses interaksi yang intensif antara anggota halaqah. Melalui proses
interaksi, tersebut diharapkan terjadi proses saling bercermin, mempengaruhi
dan berpacu ke arah yang lebih baik serta melatih kebersamaan dalam ruang
lingkup amal jama’i.
Dalam
buku Adab Halaqah, Dr. Abdullah Qadiri menegaskan bahwa sasaran utama
belajar mengajar dalam sebuah halaqah haruslah bertujuan akhir
mengokohkan hubungan dengan Allah dan mampu beribadah kepada-Nya, dengan cara
yang diridhai-Nya. Karena beribadah kepada Allah adalah tujuan asasi
diciptakan-Nya manusia.
Halaqah Sebagai Sarana Pembentukan Pribadi Muslim
Halaqah
sebagai sarana utama tarbiyah marhalah tamhidi dan muayyid juga berfungsi
sebagai sarana pembentukan pribadi Muslim yang shaleh. Pribadi-pribadi yang
terbentuk diharapkan memiliki sifat-sifat terpuji, perangai Islam asasi, tidak
terkotori oleh bentuk-bentuk kemusyrikan dan tidak memiliki hubungan dengan pihak-pihak
yang memusuhi Islam. Dalam fase tarbiyah ini diperkenalkan dasar-dasar umum
Islam berupah aqidah, syari’ah, akhlaq dan jihad.
Kemudian
untuk ciri Shahihul Ibadah (ibadah yang shahih) ternampakkan bila ia
berani mengumandangkan adzan, benar-benar ihsan dalam thaharah (bersuci),
bersemangat untuk shalat berjama’ah di masjid, ihsan dalam shalat, berpuasa
fardhu, berzakat dan qiyamul lail / shalat tahajjud minimal 1 kali
sepekan.
Berikutnya
untuk muwashafat Matiinul Khuluq (akhlak yang kokoh, mulia) terjabarkan
dalam sikap dan perilaku yang tidak takabbur, tidak imma’ah (asal ikut,
membeo), tidak berdusta, tidak mencaci maki, tidak mengadu domba, tidak ghibah
(membicarakan keburukan orang lain) dan tidah mematahkan pembicaraan orang
lain.
Selanjutnya,
karakteristik Qadirun ‘alal kasbi (kemandirian) tercermin pada perilaku
peserta halaqah ini bila ia selalu menjauhi sumber penghasilan yang
haram, giat bekerja dan rajin membayar zakat, menjauhi riba, judi dan segala
tindak penipuan.
Ciri Mutsaqaful
Fikri (intelektualitas yang berkembang dengan baik) terwujudkan bila
pribadi ini pandai, cakap membaca dan
menulis, berwawasan luas, pandai menggunakan logika berfikir yang logis dan
metodologis, membaca 1 juz tafsir Al-Qur’an (juz ke 30), memperhatikan
hukum-hukum tilawah, menghafalkan Hadits Arba’in (hadits ke 1-20)
dan mengetahui hukum thaharah (bersuci), shalat dan berpuasa.
Sedangkan
karakteristik Qawwiyul Jismi tertampakkan pada kebersihan badan,
pakaian, tempat tinggal, komitmen terhadap adab makan dan minum sesuai dengan
sunnah, kontinyu olahraga 2 jam/pekan, bangun sebelum fajar, menghindari rokok
dan minuman-minuman yang berkafein.
Selanjutnya
ciri Mujahidin Linafsihi terlihat bila pribadi yang shaleh tersebut
selalu menjauhi segala yang haram, tempat-tempat hiburan maksiat. Sedangkan
karakter Munazhamun fi Syu’unihi tercermin bila peserta halaqah mulai
memperbaiki penampilan ke arah lebih Islami serta kualitas kerja yang rapi dan
profesional.
Kemudian
Muwashafat Harishun Waqtihi (menjaga dan menghargai waktu) nampak bila
pribadi tersebut senantiasa bangun pagi, menghindari kesia-siaan atau hal-hal
yang tak berfaedah serta memanfaatkan waktu untuk beribadah, belajar, mencari
nafkah dan berda'wah.
Akhirnya
ciri ke sepuluh berupa Nafi’un Lighairihi (bermanfaat bagi orang lain)
terjabarkan oleh sosok pribadi shaleh dengan menunaikan hak kedua orang tua,
berpartisipasi dalam kebaikan seperti aktif dalam bakti sosial dan kerja bakti,
pandai membahagiakan orang lain, membantu orang yang membutuhkan dan
sebagainya.
Rukun Halaqah
Halaqah
sebagai proyeksi bayangan sebuah usrah juga memiliki rukun halaqah
sebagaimana halnya usrah yakni : Ta’aruf, Tafahum dan Takaful.
Rukun
pertama (1) Ta’aruf (saling mengenal) adalah sebuah permulaan yang harus
ada dalam sebuah halaqah. Dasar da'wah kita adalah saling mengenal,
seyogyanyalah setiap peserta halaqah saling mengenal dan berkasih sayang dalam
naungan ridha Allah SWT.
Ayat-ayat
Al-Qur’an seperti Al-Hujurat ayat 10 dan 13 serta Ali Imran ayat 103 memberi
arahan pokok bagaimana seseorang harus saling mengenal. Ditambah lagi
hadits-hadits Nabi SAW: “Mukmin dengan mukmin lainnya ibarat satu bangunan
yang saling mengokohkan”, “Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim
lainnya, tidak akan menzhalimi dan menyerahkannya pada musuh” dan “Perumpamaan
orang-orang yang beriman dalam hal cinta, kasih sayang dan kelemah-lembutan
seperti jasad yang satu”.
Ta’aruf
melingkupi saling mengenal mulai hal-hal yang berkaitan dengan fisik seperti
nama, pekerjaan, postur tubuh, kegemaran, keadaan keluarga. Kemudian aspek
kejiwaan seperti emosi, kecenderungan, kepekaan hingga aspek fikriyah seperti
orientasi pemikiran. Selain itu juga hingga mengetahui kondisi sosial ekonomi,
keseriusan dalam beribadah, dan puncaknya sampai mengetahui kondisi “isi
kantong” dan kegiatan harian secara detail sepekan penuh.
(2) Tafahum
(saling memahami). Rasulullah SAW bersabda : “Seorang mukmin itu hatinya
lunak. Tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak dapat menggugah hati”.(HR
Imam Ahmad). Yang dimaksud dengan tafahum adalah :
a. Menghilangkan faktor-faktor penyebab
kekeringan dan keretakan hubungan
b. Cinta kasih dan lembut hati
c. Melenyapkan perpecahan dan perselisihan
karena pada hakikatnya perbedaan itu bukan pada masalah yang sifatnya
prinsipil.
Jika
itu sudah terwujud maka tafahum akan mampu memberikan arahan-arahan positif
berupa :
a. Bekerja demi tercapainya kedekatan cara
pandang
b. Bekerja untuk membentuk keseragaman pola
pikir yang bersumberkan pada Islam dan keberpikan pada kebenaran
c. Mempertemukan ragam cara pandang atas 2 hal
yang sangat penting yakni :
1. Skala
prioritas amal
2. Tahapan-tahapan
dalam beraktivitas
d. Menuju
puncak tafahum yakni memiliki kesatuan hati dan mampu berbicara dengan bahasa
yang satu
(3) Takaful (saling menanggung beban). Hendaknya
sesama peserta halaqah dilatih untuk saling memikul beban saudaranya.
Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang
yang berjalan dalam rangka memenuhi hajat saudaranya lebih baik baginya dari
I’tikaf satu bulan di masjidku ini”, kemudian hadits lainnya “Barangsiapa
memasukkan kegembiraan kepada satu keluarga Muslim Allah tidak melihat balasan
baginya kecuali surga”
Takaful memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut :
1 Saling mencintai, adanya
kasih sayang dan keterkaitan hati.
2. Bahu membahu dalam
berbagai pekerjaan yang menuntut banyak energi
3. Tolong menolong sesama
muslim
4. Saling menjamin (takaful)
dalam ruang lingkup halaqah baik dengan murabbi maupun dengan sesama peserta
halaqah.
Adab-adab Halaqah
Agar sebuah halaqah dapat dikategorikan sebagai halaqah
muntigah (berhasil guna) tentunya ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh
semua komponen halaqah dalam hal ini adalah murrabi dan mutarabbi.
Dr. Abdullah Qadiri dalam buku Adab Halaqah
menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah:
1. Serius dalam segala urusan, menjauhi senda gurau dan
orang-orang yang banyak bergurau. Yang dimaksudkan serius dan tidak bersenda
gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menajdi kaku, tegang, dan
gersang, melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih sayang, gurauan
yang tidak melampaui batas atau berlebih-lebihan. Jadi canda ria dan gurauan
hanya menjadi unsur penyela/penyeling yang menyegarkan suasana dan bukan
merupakan porsi utama halaqah.
2. Berkemauan keras untuk memahami aqidah Salafusshalih
dari kitab-kitabnya seperti kitab Al-’Ubudiyah. Sehingga semua peserta
halaqah akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan aqidah.
3. Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah
dan Sunnah Rasul-Nya dengan jalan banyak membaca, mentadabbur ayat-ayatnya,
membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits dan lain-lain.
4. Menjauhkan diri dari sifat ta’asub (fanatisme
buta) yang membuat orang-orang yang taqlid terhadap seseorang atau
golongan telah terjerumus ke dalamnya karena tidak ada manusia yang ma’shum
(bebas dari kesalahan) kecuali Rasulallah yang dijaga Allah. Sehingga apabila
ada perbedaan pendapat hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal
dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya kebenaranlah yang wajib diikuti, oleh karenanya
tidak boleh mentaati makhluk dalam hal maksiat pada Allah.
5. Majlis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah
dan namimah terhadap seseorang atau jama’ah tertentu. Adab-adab Islami
haruslah diterapkan antara lain dengan tidak memburuk-burukan seseorang.
6. Melakukan Ishlah (koreksi) terhadap murabbi
atau mutarabbi secara tepat dan bijak karena tujuannya untuk mengingatkan dan
bukan mengadili.
7. Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat dan menetapkan skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya.
Selain adab-adab pokok tersebut, secara lebih spesifik
ada adab yang harus di penuhi oleh peserta/anggota halaqah terhadap diri mereka
sendiri, terhadap murabbi, dan sesama peserta halaqah. Mula-mula seorang
peserta halaqah hendaknya memiliki kesiapan jasmani, ruhani, dan akal saat
menghadiri liqa halaqah ia semestinya membersihkan hati dari aqidah dan
akhlaq yang kotor, kemudian memperbaiki dan membersihkan niat, barsahaja dalam
hal cara berpakaian, makanan dan tempat pertemuan. Selain itu juga besemangat
menuntut ilmu dan senantiasa menghiasai diri dengan akhlaq yang mulia.
Selanjutnya terhadap murabbi hendaknya ia tsiqah (percaya)
dan taat selama sang murabbi tidak melakukan maksiat. Lalu berusaha konsultatif
atau selalu mengkomunikasikan dan meminta saran-saran tentang urusan-urusan
dirinya kepada murabbi. Selain itu ia juga berupaya memenuhi hak-hak murabbi
dan tidak melupakan jasanya, sabar atas perlakuannya yang boleh jadi suatu saat
tidak berkenan, meminta izin dan berlaku serta bertutur kata yang sopan dan
santun.
Dan akhirnya adab terhadap kolega, rekan atau sesama
peserta halaqah: mendorong peserta lain untuk giat dan bersungguh-sungguh dalam
mengikuti tarbiyah. Lalu tidak memotong pembicaraan teman tanpa izinnya, selalu
hadir tidak terlambat dan dengan wajah berseri, memberi salam, bertegur sapa
dan tidak menyakiti perasaan. Selain itu terhadap lingkungan di sekitar tempat
halaqah berlangsung, hendaknya semua peserta halaqah selalu menunjukkan
adab-adab kesantunan, mengucapkan salam, meminta izin ketika melewati mereka
dan pamit bila akan pulang serta melewati mereka lagi.
Agenda Aktivitas
Halaqah
Agenda aktivitas halaqah atau baramij halaqah
adalah sesuatu yang harus dirancang dan direncanakan dengan matang dan seksama.
Ayat Al-Qur’an di surat Al-Hasyr ayat ke 18 yakni: “Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kepada Allah, hendaklah setiap diri memperhatikan bekal
apa yang sudah dipersiapkannya untuk hari esok, bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”, mengingatkan bahwa
agenda aktivitas halaqah harus di “planning”, direncanakan dengan baik
agar ia tidak sekedar menjadi tempat temu kangen, ngobrol-ngobrol yang tentu
arah dan sedikit diselingi dengan materi tarbiyah, lalu diakhiri dengan makan
siang.
Kita tidak bisa mengatakan: “Ah bagaimana nanti saja”,
melainkan kini paradigmanya harus dibalik: “Bagaimana nanti seandainya tidak
direncanakan dengan baik”.
Agenda aktivitas ini bisa direncanakan dan dibuat dalam
rentang waktu per pekan, per bulan atau per tiga bulan dan kalau perlu agenda
acara atau baramij selama 1 tahun penuh sudah dirancang sebelumnya.
Terlepas dari rancangan agenda acara yang setahun sekali
atau sebulan sekali, yang jelas baramij halaqah yang pokok, yang harus
ada dan secara tertib dilaksanakan setiap pekan adalah sebagai berikut:
- Iftitah
(pembukaan) bisa berupa taujih (pengarahan) dari murabbi atau sekilas
info berupa analisis atas masalah da'wah atau kejadian-kejadian yang actual di
masyarakat.
- Infaq,
kotak infaq (sunduq infaq), diedarkan di awal acara selagi konsentrasi
para peserta halaqah masih penuh, karena jika dikahir acara dikhawatirkan
konsentrasi sudah buyar, ada saja yang lupa atau peserta-peserta sudah
terlanjur bubar.
- Tilawah dan
tadabbur. Hendaknya ditunjuk koordinator yang mengawasi yang dipilih
dari peserta halaqah yang paling baik bacaannya. Hendaknya semua menyimak dan
dilanjutkan bersama-sama mentadabburinya agar diperoleh keberkahan dan rahmat
dari Allah.
- Talaqqi
madah, murabbi lalu menyampaikan materi tarbiyah untuk marhalah tamhidi dan
muayyid secara disiplin dan cermat agar muwashafat yang diharapkan dari materi
tersebut dapat terwujud dalam diri peserta halaqah.
- Mutaba’ah/pemantauan
dan diskusi
- Ta’limat/pemberitahuan-pemberitahuan
tentang rencana-rencana berikut atau info-info penting yang mendesak
- Ikhtitam
berupa do’a penutup yakni do’a rabithah atau do’a persatuan hati.
Selain agenda pokok rutin yang dilaksanakan per pekan,
acara yang secara rutin sebulan sekali dilakukan juga dapat direncanakan secara
baik. Misalnya acara jalasah ruhi atau buka shaum sunnah sebukan sekali.
Atau ziarah sebukan sekali bergiliran ke tempat setiap peserta halaqah dengan
tujuan mempererat ukhuwwah. Acara yang diselenggarakan bisa berupa saling tukar
hadiah. Bisa juga acara ziarah itu berupa ziarah yang insidental dan tidak
direncakan seperti menjenguk peserta halaqah yang sakit atau melahirkan.
Kemudian sebulan sekali bisa pula dilakukan acara
diskusi, bedah buku, penugasan kliping atau daurah “upgrading”
dengan mengundang guru dari luar. Setiap tiga bulan sekali atau 6 bulan sekali
bisa diadakan acara rihlah atau piknik bersama ke puncak atau pantai
misalnya. Acara-acara sepertiini bisa menjadi sarana taqwim/penilaian
yang efektif karena seseorang akan terlihat sifat aslinya bila sedang menjadi
musafir juga akan terlihat apakah ia mau berinisiatif berkerjasama dsb.
Untuk mengasah kepekaan dan tanggung jawab sosial,
peserta halaqah dilatih untuk rutin, memberikan bantuan dan mengunjungi panti
asuhan atau yatim piatu, bakti sosial atau penjualan sembako murah, khitanan
massal dan pengobatan gratis di daerah kumuh dan penggalangan dana bagi Mujahid-mujahid
di dunia Islam seperti Palestina, Ambon
dll.
Sementara untuk melatih dan meningkatkan kemampuan da’wiyah
bisa berupa penugasan untuk mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an),
membina remaja masjid dsb.
Acara tahunan berupa Tarhib Ramadhan dan ‘Idul
Fitri bisa disemarakkan dengan menjadikan ifthar shaim untuk dhu’afa,
musafir atau piknik bersama dan pemberian Kiswatul ‘Id dalam acara
misalnya Gebyar ‘Idul Fitri (Gembira bersama yatim di saat ‘Idul Fitri)
Selanjutnya karena tarbiyah melingkupi 3 aspek yang ada
pada manusia yakni jasmani, rohani dan intelektualitas (jism, ruhi dan fikri),
maka agenda acara yang dibuatpun harus memperhatikan dan mengasah ketiga aspek
tersebut.
Di aspek jasmani bisa berupa penyuluhan pola hidup dan
pola makan yang sehat, pemeriksaan kesehatan dan olahraga yang rutin seperti
senam bagi wanita dan sepakbola, jalan kaki atau bulu tangkis bagi laki-laki.
Aspek fikriyah bisa diasah dengan sering menjadi
panitia atau peserta seminar bedah buku, membaca kitab-kitab Hadits dan Sirah
Nabawiyah, biografi sahabat-sahabat Rasulullah SAW dengan sumber-sumber
rujukan seperti Riyadhus Shalihin, Sirah Ibnu Hisyam, Fiqh Sirah M. Ghazali,
Said Ramadhan Al-Buthi, Fiqh Sirah Munir Muhammad Ghadban, Manhaj Haraki Lis
Sirah An-Nabawiyah.
Berikutnya aspek ruhiyah dapat disentuh dengan
daurah-daurah ruhiyah, daurah “upgrading”, tahsin dan tahfizh,
mutaba’ah tilawah, membaca Ma’tsurat, shaum sunnah, ifthar
shaim, bergaul, ziarah ke orang-orang shaleh, membaca kitab Targhib wa
Tarhib.
Sebagai pelengkap agar peserta halaqah juga memiliki skill
atau ketrampilan, faktor fanniyah pun perlu diasah dengan mengadakan
kursus dan pelatihan masak memasak, jahit menjahit, kewiraniagaan, mengemudi
motor atau mobil dan jurnalistik.
Bila baramij halaqah tersebut direncanakan dan
dilakksanakan secara baik, cermat dan konsisten agar ahdaf halaqah terealisir.
Kiat Memenej/Menata
Halaqah Dengan Baik
Keberhasilan pembentukan halaqah-halaqah muntijah tak
pelak lagi ditentukan oleh tiga faktor dominan, yakni faktor murabbiyah,
faktor mutarabiyyah atau mad’u dan faktor manajemen/penataana
halaqah yang disebut juga sebagai idarah halaqah.
Kemampuan seorang murabbi dalam menata halaqah-halaqah
yang dimilikinya tentu saja sangat diperlukan, Namun hal itu perlu didukung
oleh mekanisme penataan yang manhaji di dalam usrah tempat murabbi itu berada.
Oleh karena itu konsep idarah halaqah (penataan halaqah) yang
dimaksudkan di sini adalah dalam konteks usrah.
Dalam sebuah usrah harus ada syu’un tarbiyah yang
menjadi koordinator penataan halaqah-halaqah yang dimiliki oleh anggota-anggota
usrah. Akan tetapi kesadaran akan pentingnya penataan halaqah harus dimiliki
secara timbal balik oleh syu’un tarbiyah maupun oleh para murabbi. Misalnya
syu’un tarbiyah berkewajiban memutaba’ah, memantau pertumbuhan, perkembangan
dan problematika halaqah-halaqah yang dimiliki anggota-anggota usrah.
Sebaliknya para murabbi berkewajiban memberi laporan secara rutin perkembangan
dan problematika para mad’u atau anggota-anggota halaqah yang dimilikinya baik
secara lisan maupun dalam bentuk laporan tertulis.
Oleh sebab itu sarana idarah halaqah yang perlu dimiliki
setiap usrah adalah Buku Halaqah. Buku halaqah ini sangat penting dan
berguna baik untuk keperluan mutasi (perpindahan anggota-anggota
halaqah) maupun taqwim (penyeleksian kenaikan marhalah).
Dalam panduan idarah halaqah tercatat beberapa fungsi
syu’un tarbiyah yang ternyata mencakup rumus dasar ilmu manajemen POAC (Planning,
Organizing, Actuating, Controlling).
Fungsi pertama adalah planning (perencanaan). Usrah
dengan koordinator syu’un tarbiyah membuat perencanaan program-program yang
diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta-peserta seperti daurah
tarqiiyah, daurah sakinah, daurah tarbiyatul aulaad, daurah ketrampilan
rumah tangga, daurah tahfizhul qur’an, daurah pembekalan siyasi
dan lain-lain.
Halaqah Marhalah
Tamhidi dan Muayyid
Fungsi berikutnya adalah organizing (pengaturan).
Untuk tujuan percepatan atau pematangan halaqah-halaqah tertentu, usrah dengan
koordinator syu’un tarbiyah dapat melakukan reformasi misalnya memindahkan dan
mengelompokkan peserta-peserta halaqah tertentu ke dalam halaqah tertentu. Dan
kemudian menunjuk salah seorang anggota pilihan untuk menjadi murabbi pada
halaqah tersebut. Pemindahan anggota halaqah pra tamhidi ke dalam halaqah
tamhidi setelah dimusyawarahkan dalam usrah. Sedangkan pemindahan anggota
halaqah tamhidi ke halaqah muayyid dilakukan setelah lulus taqwim usrah.
Selanjutnya fungsi actuating ialah bagaimana
syu’un tarbiyah sebagai koordinator bidang tarbiyah berupaya mengaktualisasikan
potensi SDM yang dimilikinya, baik para muntadhim anggota usrah maupun para
muayin dalam halaqah-halaqah yang dimiliki muntadhim-muntadhim tersebut.
Terakhir adalah fungsi controlling atau
pemutaba’ahan. Syu’un tarbiyah berfungsi memantau perkembangan dan problematika
anggota-anggota halaqah yang berada dalam areal tanggung jawabnya.
Ketentuan-ketentuan lain dalam panduan idarah halaqah yang perlu diperhatikan
adalah kewajiban para murabiyyah buku halaqah bulanan yang juga harus dimutaba’ah
oleh syu’un tarbiyah. Kemudian ketentuan bahwa perpindahan anggota halaqah
tamhidi dan muayyid pada lintas manapun harus selalu disertai buku halaqah.
Bila butir-butir dalam panduan idarah halaqah diterapkan
secara konsisten sambil mengharapkan daya dukung Ilahiyah, insya Allah
tujuan berupa akselerasi pertumbuhan muntadhim-muntadhim yang berkualitas akan
tercapai sehingga semakin banyak pemikul-pemikul beban atau pendukung-pendukung
da’wah yang akan muncul. Dan pada akhirnya akan mempercepat terealisirnya
tujuan jama’ah yaitu Iqamatud dien dan Khilafah Islamiyyah.
Karakteristik Halaqah
Pada Segmen-segmen Tertentu
Secara prinsip tidak ada perbedaan mendasar antara
halaqah yang satu dengan yang lain walaupun peserta-pesertanya terdiri dari
segmen masyarakat yang berbeda misalnya segmen akhwat dan mahasiswa.
Sebenarnya juga tidak ada keharusan bahwa halaqah harus
homogen atau terdiri dari peserta-peserta halaqah yang sejenis atau seprofesi,
namun memang lebih mudah buat seorang murabbi untuk mengarahkan bila dalam satu
kelompok halaqah tidak terdapat kesenjangan intelektualitas, pemikiran atau
perbedaan latar belakang yang mecolok.
Oleh karena itu kita mengenal adanya halaqah buruh,
pelajar, mahasiswa atau akhwat dan halaqah akhwat masih bisa dirinci halaqah
akhwat yang mahasiswi, buruh atau pelajar. Sesuai dengan perbedaan taraf
inetelektualitas, kedewasaan dan latar belakang memang ada perbedaan spesifik
di antara jenis-jenis halaqah tersebut.
Halaqah Pelajar
Dalam hadits disebutkan tujuh golongan yang akan mendapat
naungan Allah di mana tidak ada naungan selain naungan Allah, di antaranya
adalah pemuda yang tumbuh berkembang dalam ibadah dan pemuda yang lekat hatinya
dengan masjid. Pelajar sebagai awal dari rentang usia seorang pemuda atau lazim
pula disebut ABG (Anak Baru Gede) berada di masa-masa transisi/pubertas.
Masa-masa ini sulit karena kematangan biologis, seksual pada diri mereka tidak
dibarengi kematangan ruhani dan fikriyah (intelektualitas) sehingga
dampak berupa kenakalan remaja, tawuran, keterjeratan/keterperangkapan pada
narkoba dan pergaulan bebas semakin marak.
Seyogyanyalah sejak usia SLTP dan SMU, mereka mulai
dilirik dan dibidik sebagai sasaran da'wah dengan tetap memperhatikan kekhasan
dunia mereka sebagai ABG sehingga acara seperti wisata ruhani, olah raga dan
kesenian dapat digunakan sebagai daya tarik sebuah halaqah pelajar.
Halaqah Mahasiswa
Mahasiswa dikenal sejak dulu sebagai agen perubahan.
Kekhasannya sebagai segelintir elit pemuda yang terdidik, dinamis dan peka serta
memiliki nurani yang tajam membuat ia menjadi sasaran utama da'wah.
Umar ibnul Khathab r.a pernah berkata: “Kalau ingin
menggenggam dunia, genggamlah para pemudanya”. Dan memang sejarah mencatat
setiap terjadi perubahan besar di masyarakat, hampir bisa dipastikan
mahasiswalah ujung tombaknya.
Karena itulah pembinaan halaqah mahasiswa harus
memperhatikan kekhasan mahasiswa berupa aspek intelektualitas dan dinamikanya
yang tinggi. Kegiatan penugasan untuk menjadi peserta atau panitia seminar,
diskusi panel, pentas seni di kampus sendiri atau di kampus-kampus lain sebagai
studi banding adalah sarana yang baik untuk mengasah kemampuan ilmiah, da’wah
dan bekerja dalam sebuah team work.
Selain mereka disupport untuk aktif melakukan da'wah
ammah di lingkungan kampus, mereka pun hendaknya secara berkala di up grade
melalui daurah-daurah tarqiyah (up grading). Dengan kata lain
mereka tetap menjadi sasaran da'wah khosshoh yang utama agar mereka
senantiasa mendapatkan back up/daya dukung ruhiyah yang memadai.
Halaqah Buruh/Pekerja
Buruh yang kini lebih dan ingin dikenal sebagai kelompok
pekerja tak pelak lagi merupakan salah satu komponen masyarakat yang penting
karena merekalah yang turut menggerakkan roda-roda ekonomi dan industri.
Merekapun rentan terhadap hasutan dan penguasaan kaum
sosialis atau marxis yang juga berkepentingan mendekati, menggarap dan membina
para pekerja ini yang mereka anggap dan sebut sebagai kaum proletar.
Bahkan Majalah Ummi dulu sempat mencatat sekitar tahun
1993 – 1996 ketika membuka dompet Bosnia
bagi pembaca yang ingin membantu saudara-saudaranya di Bosnia , bahwa banyak sekali
pekerja-pekerja wanita dari beberapa pabrik tertentu yang rutin menyalurkan
infaq mereka.
Halaqah Akhwat
Seyogyanyalah seorang murabbi bagi halaqah ini adalah
juga akhwat, karena hanya wanitalah yang mengetahui secara lebih mendalam
kekhasan-kekhasan kejiwaan seorang wanita. Kecuali dalam keadaan terpaksa
misalnya ketiadaan akhwat yang mampu.
Walaupun tidak ada perbedaan tugas, kewajiban dan hak-hak
selaku hamba Allah, wanita tetap memiliki hak dan kewajiban yang spesifik
sebagai seorang anak wanita, istri dan ibu. Sehingga selain diajarkan hal-hal
yang pokok seperti aqidah, ibadah dan syari’ah, akhlaq dan jihad, kepada
halaqah akhwat ini juga harus diberikan materi-materi yang dapat mengasah
kewanitaannya seperti daurul mar’ah (peranan wanita), tarbiyatul
aulad (pendidikan anak), Fiqh Nisa’ (fiqh wanita) seperti thaharah
(bersuci), haid dsb dan Tarajimun Nisa’ (biografi wanita-wanita teladan
dalam sejarah Islam).
Bahkan perlu ditambah pula pekan-pekan khusus seperti
pekan terakhir di setiap bulan berupa pembekalan fanniyah yang berkaitan dengan
ke”rabbatul bait”an (kerumahtanggaan) seperti kursus memasak, menjahit,
menata rumah, merangkai bunga dan juga ketrampilan lain seperti memotong rambut
dan mengemudi. Dalam hal evaluasi tarbiyah juga perlu diperhatikan pula tingkat
kepekaan, kedewasaan kewanitaan dan
tingkat kecondongan mereka pada fitrah kewanitaan mereka di samping kekuatan
iman dan kontinuitas ibadah serta keutamaan akhlaq.
Proses pembinaan akhwat perlu memperhatikan peluang
berupa athifiyah (kelembutan) dan kepekaan wanita dalam bersegera
menyambut kebaikan namun ancaman berupa ketidakstabilan emosi dan friksi-friksi
dengan murabiyyah atau dengan sesama peserta halaqah perlu diwaspadai dan
disiasati.
Kendala-kendala seperti cobaan keterlambatan mendapat
jodoh atau bila sudah berumah tangga kekurangcakapan menata beban-beban baru
seperti tugas-tugas kerumahtanggaan dan anak dapat mengendurkan semangat dan
menurunkan aktivitas serta produktivitas akhwat.
Seyogyanyalah halaqah akhwat perlu ditata, direncanakan
dan ditangani secara lebih matang dan serius oleh tenaga-tenaga pembina yang
handal.
sipks
ReplyDeleteminta izin utk dicopy dan dimanfaatkan
ReplyDelete