Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Wednesday, July 31, 2013

Mari Ber-I'tikaf

(Oleh: Dr. Muhammad Yasir Yusuf. MA)
Ketua IKADI Aceh

Subhanallah, tanpa terasa perubahan hari demi hari di bulan Ramadhan 1434 H, telah menghantarkan kita dipenghujung Ramadhan 1434 H. Ada rasa keharuan yang amat dalam dengan berpisahnya kita dengan puasa Ramadhan. Muncul berbagai pertanyaan dalam hati, apakah ibadah yang dilakukan di Ramadhan ini sudah maksimal dan diterima Allah? Apakah Allah masih memberikan peluang bagi kita untuk berjumpa dengan Ramadhan di tahun depan? Apakah Allah telah menghapuskan segala dosa yang kita produksi selama ini?.

Ramadhan hanya tersisa beberapa hari lagi, kita masih punya peluang besar untuk memaksimalkan segala kebaikan di bulan suci ini. Peluang untuk menikmati segala bentuk ibadah dari shalat fardhu, shalat tarawih, membaca al Qur’an dan memberikan kebaikan untuk orang-orang yang ada disekitar kita. Sungguh naïf (rugi) jika peluang yang tersisa ini tidak bisa dimanfaatkan dengan maksimal. Bukankan kita mengharapkan ampunan Allah, kebebasan dari api neraka dan berharap dapat menapaki kaki-kaki kita dalam indahnya taman-taman syurga. 10 hari terakhir di setiap Ramadhan, Allah menghadiahkan kepada kita 1 malam yang lebih baik dari 1000 bulan yaitu malam lailatul qadar. 10 malam terakhir, Rasulullah mengajak semua keluarganya untuk meningkatkan amal ibadah dengan cara ber-i’tikaf di Mesjid.

I’tikaf ialah usaha mendiami dan menetap diri di dalam masjid oleh seseorang yang tertentu dengan cara-cara tertentu, ia juga dikenal dengan "Jiwar" (Al-Majmu' Al-Nawawi, 6: 407). Makna yang lebih sederhana, i’tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Penggunaan kata i’tikaf di dalam Al-Qur’an terdapat pada firman Allah SWT yang artinya: Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa (QS 2:187).

Dalam aturan Islam, seseorang bisa beri’tikaf di masjid kapan saja. Namun dalam konteks bulan Ramadhan, Rasulullah SAW beri’tikaf selama sepuluh hari terakhir. Sehinga kalau diperhatikan diantara amal-amal utama dan menjadi unggulan Rasulullah di bulan Ramadhan adalah i’tikaf. Karena i’tikaf merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi muslim dalam mengevaluasi apa yang sudah dilakukan setahun lepas dan merencanakan serta meningkatkan keberagamaan untuk tahun depan.

Kebanyakan ulama telah berijma’ bahwa i’tikaf khususnya 10 hari terakhir bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Hal ini berdasarkan penuturan A’isyah bahwa Nabi SAW selalu beri’tikaf pada sepuluh akhir pada bulan Ramadhan hingga diwafatkannya oleh Allah SWT, kemudian (diteruskan sunnah) i’tikaf selepasnya oleh para isterinya. (Al-Bukhari, no hadist: 2026, Muslim, no hadist: 1772). Hal ini dilakukan oleh Nabi hingga wafat, bahkan pada tahun wafatnya, Rasulullah beri’tikaf selama 20 hari. Abu Hurairah, berkata : Nabi SAW selalu beri’tikaf pada tiap-tiap Ramadhan sepuluh hari (akhirnya). Manakala pada tahun baginda diwafatkan, baginda beri’tikaf dua puluh hari. (Al-Bukhari, no hadist: 2024).

Adapun tujuan i’tikaf disyariatkan adalah untuk mensucikan jiwa dengan berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam kekusyukan beribadah dan bertaqarrub kepada Allah pada waktu-waktu tertentu akan tetapi teramat tinggi nilainya. Jauh dari rutinitas kehidupan dunia, fokus dengan ibadah disertai dengan berserah diri sepenuhnya kepada Sang Pencipta. Bermunajat sambil berdo’a dan beristighfar kepadaNya sehingga saat kembali lagi dalam aktivitas keseharian dapat dijalani secara lebih berkualitas dan berarti. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Qayyim, “i’tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati ber-i’tikaf dan bersimpuh dihadapan Allah, ber-khalwat dengan-Nya, serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah”.

Adapun tujuan khusus kita beri’tikaf di sepuluh akhir Ramadhan adalah: pertama, menjauhkan diri dari pada kesibukan dunia dan anak isteri, demi mencari kejernihan jiwa dan mengumpulkan kekuatan sebagai bekal dalam menghadapi perjalanan hidup pasca Ramadhan. Kita telah bekerja selama 11 bulan, tiba masanya mengisi perbekalan dan meningkatkan stamina ruhaniah kita dalam menghadapi berbagai problematikan hidup. Kedua, penggalan terakhir Ramadhan adalah pembebasan dari api neraka, maka ini peluang utama untuk memastikan kita tidak lalai untuk menggapai cita dan impian masuk syurga. Ini menjadi tempat kita menumpahkan air mata penyesalan terhadap kekhilafan yang telah kita lakukan guna meraih ampunan dari Allah. Kalaulah ini Ramadhan terakhir bagi kita, maka jangan sia-saikan ia karena tidak ada jaminan kita akan bertemu dengan Ramadhan berikutnya. Ketiga, i’tikaf menjadi sarana utama bagi mendapatkan Lailatul Qadar, hal ini sebagaimana disunnahkan oleh sunnah Rasulullah SAW.

Untuk itu, saudara-saudaraku marilah kita beri’tikaf pada Ramadhan tahun ini. Sebab sangat sedikit kaum muslimin yang mau beri’tikaf pada sepuluh akhir Ramadhan berbanding dengan jumlah kaum muslimin yang menghabiskan malam-malamnya dengan kesibukan berbelanja dan menyiapkan kebutuhan hari raya. Itulah sebabnya Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, “Sungguh heran sekali situasi ummat Islam ! Mereka sanggup tidak beri’tikaf (sepuluh akhir Ramadhan) sedangkan Nabi SAW tidak pernah meninggalkan i’tikaf sejak baginda datang ke Madinah al-Munawwarah hingga Allah mewafatkannya. (Fathul Bari, 285/4). Apakah pastas kita mengaku mencintai Rasulullah, Rasullah tidak pernah meninggalkan i’tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan sedangkan kita enggan melakukannya. Apakah kita yakin dosa-dosa kita sudah diampuni, disaat Rasullah serius meminta ampunan dalam do’a-do’a ketika beri’tikaf, sedangkan kita tertidur dengan nyenyak diranjang yang empuk. Ya Allah bantu kami untuk kuat melaksanakan i’tikaf dan muliakan kami dengan malam lailatul qadar. Wallahu’alam.

Wednesday, July 24, 2013

Menanam Cinta Dibulan Ramadhan, Menuai Harmoni Dibulan Selanjutnya

(Oleh : Arida Sahputra)

Berbicara cinta, tentu tidak ada habisnya. Karena wujud cinta tidak bisa divisualisasikan dan dilihat, tidak bisa diungkapkan dengan kata-katan dan didengar. Tetapi cinta hanya bisa dikerjakann dilakukan dengan perbuatan dan amal.

Cinta itu tidak membutuhkan pengorbanan, karena cinta itu totalitas. Ketika cinta membutuhkan pengorbanan, disitulah kita memulai hitung-hitungan. Ketika kita merasa berkorban disitulah bisa kita nilai keikhlasan kita untuk mencintai-Nya.

Menilik kepada sirah nabi Ya’qub dengan anaknya nabi Yusuf. Ketika mereka dipisahkan berpuluh-puluh tahun, lebih kurang 40 tahun mereka dipisahkan oleh Allah. Nabi Ya’qub tidak kuasa atas terpisahnya nabi ini. Nabi Ya’qub menangis siang malam atas Yusuf, sampai-sampai beliau buta menangisi karena perpisahan ini. Ternyata Allah mempunyai maksud dari perpisahan mereka. Yaitu menguji kesabaran nabi Ya’qub.

Allah itu maha cemburu, ketika cinta seseorang kepada yang lain selain Allah baik itu anaknya sendiri, disaat itulah Allah cemburu. Cobaan ini terjadi hampir pada semua nabi, kepada nabi Ibrahim Allah menyuruh menyembelih nabi Ismail. Kita ketahui bahwa nabi Ibrahim sangat cinta kepada Ismail, disaat nabi Ibrahim ikhlas untuk menyembelih anaknya untuk membuktikan cintanya kepada Allah. Disaat itulah Allah melihat totalitas cinta nabi Ibrahim kepada-Nya.

Ketika itu juga Allah memnurunkan mu’jizat, yaitu dengan digantinya nabi Ismail dengan seekor gibas. Ternyata nabi ya’qub juga diuji dengan hal yang sama. Yaitu dengan mengorbankan anak kesayangannya. Malaikat Jibril memberitahukan hal ini kepada nabi Ya’qub, disaat itu juga nabi Ya’qub bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas kecemburuan ini. Akhirnya nabi Ya’qub mengikhlaskan nabi Yusuf, disaat itulah akhirnya mata nabi Ya’qub sembuh (sudah bisa melihat kembali) dan mereka berdua ditemukan yaitu pada nabi Yusuf sudah menjadi bendahara Mesir yang berhasil.

Dalam kisah yang sama, ketika Zulaikha sangat mencintai nabi Yusuf. Zulaikha menunggu sampai kurang lebih 30 tahun nabi Yusuf. Zulaikha hampir menghabiskan seluruh hartanya, menghabiskan hari-harinya, membuang pangkat dan kebesarannya, sampai-sapai Zulaikha menjadi buta semata-mata untuk mendapatkan Yusuf. Waktu itu Zulaikha masih penyembah Aimun. Dipercaya sebagai dewa mesir kuno yaitu tuhan nenek moyang mereka.

Zulaikha selalu memohon kepada Aimun untuk bisa mendapatkan nabi Yusuf. Tetapi hampir 30 tahun Aimun tidak mengabulkannya. Zulaikhapun cemburu kepada Tuhannya nabi Yusuf. Karena nabi Yusuf sangat mencitai-Nya. Kenapa bisa seorang Yusuf bisa menangis setiap malam menyembahnya. Kenapa bisa nabi Yusuf mencintainya dengan totalitas. Cintanya kepada Tuhan yang maha Esa menyelamatkan imannya dari godaan wanita-wanita penghamba hawa nafsu.

Kecemburuan ini membuat Zulaikha mencari ketenangan jiwa, beliau menyembah Allah di rungan Yusuf sewaktu Yusuf masih sebagai budak di istananya. Zulaikhapun berusaha untuk meningkatkan cintanya kepada Allah. Akhirnya Allah menemukan Zulakha dengan nabi Yusuf yang hampir 36 tahun mereka tidak pernah bertemu. Ketika Zulaikha yang sudah tua renta dan buta itu dipertemukan dengan nabi Yusuf, disaat itulah Zulaikha sujud syukur kepada Allah. Zulaikha mulai sangat mencintai Allah, dan pada akhirnya cinta Zulaikha kepada Allah melebihi besar daripada cintanya kepada nabi Yusuf disaat itulah Zulaikha diberikan mu’jizat, yaitu matanya kembali bisa melihat, dan beliau menjadi muda dan canti seperti beliau muda dulu.

Diakhir kisah ini akhirnya ketika Allah menyuruh Yusuf untuk menikahi Zulaikha. Zulaikha masih tidak mau diganggu selama beberapa hari. Zulaikha masih mahu menyendiri menyembah Allah. Akhirnya Zulaikha menemukan ketentraman ketika mencintai Allah dan mendapatkan nabi Yusuf yang mencintai Allah lebih besar dibandingkan cintanya kepada selain-Nya.

Ramdhan adalah momentum menanam cinta, ramadhan ini adalah bulan akselerasi cinta kepada-Nya. Saya menganalogikan bulan ini sebagai router di dunia jaringan Information Technology (IT), sebagai gardu di dunia kelistrikan. Dimana kabel UTP untuk menghubungkan computer satu dengan computer yang lainnya maksimal 50 meter. Ketika sudah mencapai 50 meter harus diberikan router guna mempercepat kembali pengiriman data. Jika tidak diberikan router maka data bisa lambat bahkan hilang.
Begitu juga dengan listrik, kurang lebih disetiap 50 meter harus ada gardu. Fungsinya selain mengontrol arus listrik juga bisa mempercepat aliran arus listrik yang sudah mulai melemah, mengalirkan listrik dari satu gardu ke gardu yang lain. Sehingga listrik bisa dinikmati oleh kita saat ini. Begitu juga dengan bulan Ramadhan yang didalam mesinnya sengaja diberikan Allah mesin pelipat gandakan fahala. Sehingga motivasi pecinta-Nya bertambah. Dibulan inilah saatnya kita menanam kembali cinta yang sudah mulai lemah, yang sudah mulai lambat. Seihingga nanti cintai ini tumbuh dan akan menuai harmoni pada bulan-bulan selanjutnya hingga menemui gardu yang lainnya, hingga menemui router selanjutnya, hingga menemui Ramadhan berikutnya hingga sampai kepada tujuan Komputer yang dikirim, hingga sampai ke rumah pemakai listrik hingga akhir hidup kita dalam keadaan cinta kepada-Nya masih dalam keadaan yang sangat besar.

Router dan gardu tadi juga berfungsi menarik data, menarik arus listrik yang mau menujunya. Begitu juga bulan Ramadhan, yang kita ketahui bahwa sebelum bulan ramadhan ada bulan Sya’ban, sebelum Sya’ban ada bulan Rajab. Dimana kita ketahui bahwa pada kedua bulan ini diberikan bonus-bonus juga kepada kita agar kita termotivasi untuk menanam cinta kepada-Nya menanti tibanya di bulan Ramadhan.

Dari tentetan kisah dan analogi diatas, bisa kita mengambil kesimpulan bahwa Allah itu maha cemburu. Oleh karena itu jangan sampai cinta kita kepada mahluk-Nya lebih tinggi daripada cinta kita kepada-Nya. Bila mencintai mahluknya cukuplah karena-Nya.

Mari kita jadikan bulan Ramadhan ini menjadi bulan menanam cinta itu dengan mengoptimalkan kerja, amal dan ibadah kepada-Nya. Bila cinta ini sudah tertanam, sudah menjadi kebiasaan, insya Allah pada bulan berikutnya, kebiasaan ini sudah berakar. Dengan kebiasaan itu, hubungan kita dengan amal dan ibadah itu sudah mendarah daging. Sehingga kita tinggal menuai harmoni dari kebiasaan itu pada bulan selanjutnya, hingga kebulan Ramadhan selanjutnya dan hingga pada ajal menjemput kita dalam keadaan cinta power full.

Wallahu a'lam bishawab


Tulisan ini dimuat di:
http://www.pkssumut.or.id/2013/07/menanam-cinta-dibulan-ramadhan-menuai.html
http://www.kabarpks.com/2013/07/menanam-cinta-di-bulan-ramadhan-menuai.html
http://www.pksnongsa.org/2013/07/menanam-cinta-di-bulan-ramadhan-menuai.html
http://www.merdeka.com/kabaranda/menanam-cinta-dibulan-ramadhan-menuai-harmoni-dibulan-selanjutnya/
http://dpcpksjetis.blogspot.com/2013/07/menanam-cinta-di-bulan-ramadhan-menuai.html
http://www.suaraaceh.com/read/07/19/menanam-cinta-di-bulan-ramadhan-menuai-harmoni-11-bulan-kemudian.aspx

http://www.pkspadangpanjang.org/2013/07/menanam-cinta-dibulan-ramadhan-menuai.html

Friday, July 12, 2013

URGENT MANA SHALAT FARDHU DENGAN SHALAT TARAWIH?

Oleh : Arida Sahputra *)

Dari Abu Hurairah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari amal perbuatan manusi pada hari kiamat adalah shalatnya. Rabb kita Jalla wa 'Azza berfirman kepada malaikat-Nya padahal Dia lebih mengetahui; 'Periksalah shalat hambak-Ku, sempurnakah atau justru kurang?' Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allah berfirman, 'periksalah lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah?' Jikalau terdapat shalat sunnahnya, Allah berfirman, ‘Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada shalat wajib hamba-Ku itu dengan shalat sunnahnya.' selanjutnya semua amamalan manusia akan dihisab dengan demikian." (HR. Abu Daud no. 964, At-Tirmizi no. 413, An-Nasai no. 461-463, dan Ibnu Majah no. 1425. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' no. 2571)

Melihat jumlah jamaah shalat sunat tarawih yang lebih banyak daripada jamaah shalat fardhu beberapa malam ini (bulan ramadhan) membuat saya ingin rasanya mengutarakan urgensi dari kedua shalat itu. Dengan niat saling menasehati, karena Allah berfirman "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar - benar dalam kerugian. Kecuali orang - orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, serta nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasihat menasehati dalam kesabaran." (Qs. Al -`Ashr 1- 3 )

Dari hadist diatas kita ketahui bahwa, yang pertama kali dihisab di hari akhir nanti adalah Shalat Fardhu, bila shalat fardhu kita kurang sempurna maka akan disempurnakan dengan shalat sunnah. Artinya adalah kedudukan shalat fardhu lebih prioritas dibandingkan shalat sunnah. Sedangkan shalat sunnah bisa sebagai penyempurna shalat fardhu.

Perlu diketahui bahwa shalat fadhu itu ada 5 yaitu; Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib dan Isya. Sedangkan shalat sunnah itu sangat banyak, antara lain shalat sunnah Tarawih, Rawatib Qabliyah, Rawatib Ba’diyah, Dhuha, Fajar, Witir, Tahajjud, Tahyatul Masjid, Wudhu, dan Qiyamullail. Sehingga shalat fardhu yang 5 diatas lebih utama daripada shalat sunnah yang disebutkan diatas tadi. Dalam tulisan ini penulis bermaksud membadingkan dengan shalat tarawih. Saya tidak mengkerdilkan shalat tarawih, tetapi hanya ingin meluruskan paradigma berfikir kebanyakan kita yang selama ini seolah-olah mementingkan shalat tarawih disbanding shalat fardhu.

Maka tidak sedikit kita melihat jama’ah shalat tarawih lebih banyak daripada jama’ah shalat fardhu. Padahal seharusnya jika pemahaman kita sama mengenai prioritas shalat ini, maka bisa dipastikan sebenarnya lebih banyak jamaah shalat fardhu dibandingkan shalat sunnah lainnya.

Penulis ingin menganalogikan prioritas shalat ini sebagai bangunan rumah. Diibaratkan syahadat (aqidah) itu adalah pondasi, shalat fardhu itu adalah tiang, sedangkan shalat sunnah, puasa, zakat, dan ibadah haji itu adalah papan dan hiasan lainnya yang di tempelkan ke tiang yang berdiri diatas pondasi tersebut. Jika pondasi tidak kuat, jika tiang tidak kuat atau bahkan tidak ada tiang , hendak mahu kemana ditempel papan dan penghias tadi. Tentunya tidak ada tempat bergantung sehingga papan dan perhiasan tersebut sia-sia.

Dengan ini penulis mengajak kita semua mari ramaikan shalat berjamaah fardhu, juga kita ramaikan shalat tarawih dan amalan-amalan lainnya. Sehingga rumah kita disurga nanti kuat dan kokoh serta cantik juga indah karena dihiasi dengan amalan-amalan. Ayoo ke masjid!!!

Semoga tulisan ini dapat merubah paradigma kita yang sudah membumi dan turun temurun. Sesungguhnya juga penulis bukanlah malaikat yang luput dari kesalahan. Bila ada kritik dan masukan untuk perbaikan dari tulisan ini bisa di email ke ari_tkn@yahoo.co.id. Demikian yang dapat saya tulis, semoga bermanfaat.

Wallahu a'lam bishawab


*) Penulis adalah mantan aktivis dakwah kampus juga pernah aktif sebagai ketua BEM dan berbagai wajihah penting di Universitas Syiah Kuala. Beliau hingga sekarang masih aktif sebagai aktivis dakwah. Wajihah dakwah yang di geluti yakni Komite Nasional Untuk Rakyat Palestina (KNRP), Persaudaraan Guru Sejahtera Indonesia (PGSI), Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), dan berbagai wajihah dakwah lainnya. Hari-harinya beliau bekerja sebagai murabbi di Al-Fityan School Aceh.


Tulisan ini juga dimuat di:
http://www.dakwatuna.com/2013/07/15/36771/urgent-mana-shalat-fardhu-dengan-shalat-tarawih
http://www.kabarpks.com/2013/07/jamaah-shalat-tarawih-lebih-banyak-dari_12.html
http://www.pksnongsa.org/2013/07/jamaah-shalat-tarawih-lebih-banyak-dari.html
http://www.merdeka.com/kabaranda/jamaah-shalat-tarawih-lebih-banyak-dari-jamaah-shalat-fardhu-tanya-kenapa.html
http://dakwah.info/supplemen/10-muwasofat/ibadah-yang-sohih/jemaah-solat-tarawih-lebih-banyak-dari-jemaah-solat-fardhu-kenapa/
http://www.suaraaceh.com/read/07/12/mengapa-jamaah-shalat-sunat-tarawih-lebih-banyak-dari-jamaah-shalat-fardhu.aspx

Monday, July 8, 2013

Gayo Menangis

Gempa Aceh Tengah dan Bener Meriah: Hingga Minggu (7/7) tercatat 40 orang meninggal, 63 orang luka berat masih dirawat di RS, 2.362 orang rawat jalan, dan pengungsi mencapai 22.125 orang. Kerusakan rumah mencapai 15.919 unit sedangkan 623 unit bangunan fasilitas umum mengalami kerusakan," kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, dalam siaran pers, Minggu (7/7)

(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)



(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)



(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)


(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

(Sumber foto: Arida Sahputra)

















(Sumber Foto: Ria D)


(Sumber Foto: Ria D)

(Sumber Foto: Ria D)


(Sumber Foto: Ria D)





(Sumber Foto: Ihwan)


(Sumber Foto: Ihwan)


(Sumber Foto: Ihwan)


(Sumber Foto: Ihwan)


(Sumber Foto: Muna)


(Sumber Foto: Muna)


(Sumber Foto: Muna)


(Sumber Foto: Muna)


(Sumber Foto: Muna)


(Sumber Foto: Muna)


(Sumber Foto: Muna)


(Sumber Foto: Muna)

(Sumber Foto: Muna)


(Sumber Foto: Muna)

(Sumber Foto: Muna)

(Sumber Foto: Muna)


(Sumber Foto: Muna)