Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Saturday, October 27, 2012

MERAJUT CINTA TERAKHIR

(Oleh: Arida Sahputra)


Hehehee ^_^
Kali ini akan saya selesaikan tulisan yang membahas Ukhwah Islamiyah ini. Bagi pembaca perdana sebaiknya sebelum membaca tulisan ini membaca “Merajut Cinta” dan “Merajut Cinta ke 2”. Karena tulisan yang berjudul Merajut Cinta Terakhir ini merupakan rangkaian tulisan-tulisan yang direkomendasi diatas.
Pada tulisan ini, saya akan membahas urgensi ukhwah islamiyah dan peneguhan ikatan ukhwah islamiyah. Untuk lebih awal saya membahas urgensi ukhwah islamiyah.

Kenapa penting menjalin Ukhwah Islamiyah? Bagi yang telah membaca tulisan “Merajut Cinta” pasti sudah tergambarkan kenapa menjadi penting untuk menjalin ukhwah Islamiyah. Karena pada tulisan “Merajut Cinta” saya sudah menggambarkan kondisi ukhwah Islamiyah kekinian. Namun pada tulisan kali ini saya akan memaparkan lebih dalam lagi.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa umat Islam menghadapi berbagai permasalahan pada ummat Islam ataupun di antarabangsa terutama setelah jatuhnya kekhalifahan Islam yang terakhir pada tahun 1924. Di kalangan ummat Islam sendiri, umat Islam ketika ini terpecah-pecah menjadi lebih 55 negara  di mana masing-masing bangga dengan negaranya sendiri. Seringkali negara-negara Islam sendiri tidak mempunyai perasaan damai antara satu dengan yang lain. Bahkan tidak jarang pula satu negara dengan yang lain terjadi peperangan kerana hanya satu masalah yang remeh misalnya batas wilayah.

Umat Islam telah kehilangan satu kepimpinan dan akibatnya sering lemah dan tidak berdaya dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Ini dapat dilihat dengan jelas terhadap peristiwa  pembantaian umat Islam yang berlaku di Palestin, Kashmir, Bosnia, Asia Tengah, India dan lain-lain.

Alhamdulillah, tahun terakhir ini telah lahir kepemimpinan yang luar biasa. Yaitu terpilihnya Erdogan sebagai PM Turki, Muhammad Moersi sebagai Presiden Mesir, dan Ismail Haniyeh sebagai PM Palestina. Tampak jelas dalam issue-issue Internasional, ketiga tokoh ini sering membuat pernyataan sikap yang mengejutkan Yahudi dan Barat. Yaitu dengan pembelaan-pembelaannya terhadap Negara Islam juga turut ikut campur tangan dalam menyelesaikan problem-problem yang terjadi di Negara Islam. Semoga 2014 akan lahir pemimpin yang kuat di Indonesia yang akan menguatkan pernyataan sikap yang pro keadilan seperti ketiga tokoh Islma Internasional tersebut. Karena keadilan itu milik semua manusia yang hidup di Dunia ini. Seperti itulah indahnya Islam ini sebenarnya.

Baik kembali ke laptob. Hubungan di antara ummat muslim sendiri tidak begitu harmonis di mana kita sering tidak memberikan hak kepada saudara kita se-Islam dengan semestinya. Akibatnya ikatan antara sesama muslim menjadi begitu lemah sekali kerana mereka hanya berbaik-baik jika ada keuntungan yang boleh diraih tapi jika tidak ada apa-apa manfaat keduniaan, maka agak sukar untuk mereka memikirkan akan nasib saudara mereka sendiri dalam Islam seolah-olah tidak ada ikatan yang istimewa di antara orang-orang Islam.

Mari coba kita renungkan kenapa umat Islam jatuh kepada keadaan seburuk ini?
Di sinilah letaknya kepentingan Ukhuwah Islamiyah. Banyak permasalahan Umat Islam akan mudah ditangani jika kita benar-benar mampu memahami kaidah Ukhuwah (persaudaraan) Islamiyah dan membina Ukhuwah Islamiyah yang sebenarnya.

Allah swt dengan cantiknya menggambarkan hubungan antara sesama orang-orang yang beriman: “Orang-orang yang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Maka, damaikanlah (perbaiki hubungan) antara kedua saudaramu itu, dan patuhlah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”  (QS Al Hujuraat : 10)
Dalam ayat ini Allah swt mengaitkan ukhuwah (persaudaraan) dengan iman, menunjukkan betapa pentingnya makna Ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah dijadikan oleh Allah swt sebagai salah satu dari tanda-tanda orang yang beriman.

Dalam sirah Rasulullah saw, kita dapat menghayati makna daripada ayat di atas bagaimana Rasulullah saw mengimplementasikan perintah Allah ini dalam membina umat Islam ketika itu.Setelah baginda berhijrah dan sampai di Madinah, salah satu langkah yang paling awal yang beliau lakukan adalah mengikat persaudaraan antara orang-orang Muhajirin dan Anshar (Lihat: Merajut Cinta ke 2)

Ikatan persaudaraan yang dibina oleh Rasulullah ini sedemikian kuatnya sehingga melebihi rasa persaudaraan di antara dua saudara kandung. Baginda juga memerintahkan dibangunnya Masjid sebagai pusat bertemunya orang-orang yang beriman paling sedikit 5 kali sehari.

Peneguhan Ikatan Ukhwah Islamiyah memang agak panjang, dilakukan dengan cara bertahap, dan InsyaAllah akan berterusan.

Kali ini saya memaparkan tahapan-tahapan agar ikatan Ukhwah Islamiyah itu kukuh;

1. Ta'aruf (saling mengenal)
Pada tahapan ini, mengenal itu bukan hanya sekedar tau nama, alamat, umur saja. Tetapi mengenal juga penampilan saudaranya, sifat-sifat (Syakhsiyah) saudaranya, pemikiran saudaranya. Pengenalan dalam tahap ini mencakupi aspek ‘jasadi’ (fizikal), ‘fikri’ (pemikiran) dan’nafsi’ (kejiwaan).

2. Tafaahum (saling memahami)
Ini merupakan tahap yang penting kerana ia mencakupi berbagai proses penyatuan. Seperti juga dalam tahap pertama, ruang lingkup proses ‘tafaahum’ ini adalah lebih kurang sama. Perbezaannya terletak pada kekuatan pengenalan.
Pada tahap ini, setiap muslim dituntut untuk memahamiKebiasaan saudaranya,Kesukaan saudaranya, Karakter saudaranya, Ciri khas individu, Cara berfikir saudaranya.Dengan yang demikian, perasaan-perasaan seperti “tidak enak”, “tidak sesuai” dan sebagainya dapat dihapuskan dalam rangka saling menasihati.

Dalam tahap ini terdapat tiga bentuk proses penyatuan yang meliputi :
a. Ta'liful Qulb
Penyatuan hati merupakan asas awal yang mesti ada dalam proses pembentukan ukhuwah kerana hati (qalb) merupakan sumber setiap gerakan dan sikap seseorang dalam Menilai, Memilih, Mengasingkan, Mencintai, Membenci.
Apabila hati telah terpaut dan jiwa telah menyatu, barulah persaudaraan seseorang dengan yang lainnya akan Berjalan lancar, Bersih, Dipenuhi rasa kasih sayang. Hati manusia hanya mampu disatukan secara murni dan bersih apabila bermuara kepada satu simpul ikatan yang fitrah dan simpul tali itu adalah aqidah. Inilah satu-satunya asas berpijak, bertemu dan menjadi pengikat yang utuh dan abadi.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu kerana nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali Imran : 103)

b. Ta'liful Afkar
Dalam proses ini, orang-orang yang sudah sehati sejiwa sepatutnya berhimpun bersama untuk mempelajari suatu sumber yang sama sehingga menghasilkan suatu fikrah (cara berfikir) yang serupa.
Bahkan yang jauh lebih penting adalah bila berlaku perbezaan cara pandang, maka dengan titik mula cara berfikir yang sama akan dapat diselesaikan dengan segera sehingga mampu meningkatkan keberkesanan kerja.
Ikatan Ukhuwah Islamiyyah adalah ikatan yang aktif dan dinamik dalam menegakkan kalimah Allah swt.
Untuk itu diperlukan tidak hanya sekadar hati yang ikhlas tetapi juga Gagasan, Pemikiran, Konsep, Idealisma yang cemerlang.
Meskipun sekelompok individu telah saling mengikatkan diri, sehati dan sejiwa; namun kerana terdapat perbedaan orientasi dan wawasan pemikiran, maka strategi dan politik (taktik) pun menjadi berserakan di mana akhirnya kerja akan membawa kepada kegagalan dan kekalahan.
Oleh kerana itulah tahap “penyatuan pemikiran” ini menjadi suatu kemestian dalam membentuk Ukhuwah Islamiyah.

c. Ta'liful Amal
Individu-individu yang telah berhimpun di atas tujuan dan pemikiran yang sama ini tidak boleh hanya berdiam diri sahaja atau bekerja sendiri-sendiri (single fighter). Adalah menjadi sunnatullah bahwa sesuatu yang diam atau tidak bergerak mempunyai kecenderungan untuk mendapat penyakit misalnya seperti air yang terkumpul dan tidak mengalir boleh menjadi sumber penyakit.

 Demikian pula dengan kumpulan individu yang bersemangat tinggi dan memiliki setompok gagasan cemerlang akan menjadi “penyakit” apabila tidak ada langkah kerjanya. Oleh kerana itu sangat perlu adanya kerja yang nyata dalam berbagai bidang dan keahlian dan agar kerja itu berkesan, maka ianya hendaklah tersusun dalam suatu arus yang terarah.

3. Ta'awun (saling menolong)
Dalam proses penyatuan kerja, adalah suatu yang mutlak diperlukan usaha tolong-menolong yang merupakan usaha lanjutan dari tahap ‘tafaahum’ (saling memahami) pada tahap kedua di atas.
 Saling mengenal semata-mata tanpa diteruskan dengan saling memahami tidak akan mampu membentuk hubungan antara individu yang mampu tolong menolong, saling isi-mengisi dengan kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada setiap individu.

4. Takaaful (saling memikul bebanan)
Dalam proses penyatuan kerja, adalah suatu yang mutlak diperlukan usaha tolong-menolong yang merupakan usaha lanjutan dari tahap ‘tafaahum’ (saling memahami) pada tahap kedua di atas.
 Saling mengenal semata-mata tanpa diteruskan dengan saling memahami tidak akan mampu membentuk hubungan antara individu yang mampu tolong menolong, saling isi-mengisi dengan kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada setiap individu.

Pada tahap “ta’aruf”, Ukhuwah mulai dirintis, iaitu dua (atau lebih) saudara Muslim saling mengenal dengan saling mengunkapkan latar-belakang masing-masing.
 Allah swt berfirman :
 “Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu mengenal antara satu sama lain. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah yang lebih bertaqwa. Sesungguhnya ALlah Maha Tahu dan Mengerti.” (QS Al Hujurat : 13)
Dengan pengenalan ini maka kita mampu menghayati hakikat perbezaan-perbezaan (bangsa, kedudukan, status, ras, bahasa dan lain-lain) di antara kita dan akhirnya mampu menerima perbezaan-perbezaan ini sebagai kehendak Allah agar kita dapat saling mengenal.

 Pada tahap “tafaahum”, tingkatan Ukhuwah adalah lebih tinggi lagi iaitu setelah kita mengenali latar belakang saudara kita, maka seterusnya kita perlu memahami diri saudara kita lebih terperinci lagi iaitu sehingga sampai ke tahap :
1. Mengenali dan memahami apa-apa yang disukai dan   apa-apa yang dibenci oleh saudara kita.
2. Kita dapat bertindak dengan sebaik-baiknya kepadanya.
3. Kita memahami kelebihan dan kelemahan saudara kita.
4. Kita mampu bertindak demi untuk kebaikan saudara kita.
 Manakala pada tahap “takaaful”, di sinilah tingkatan yang tertinggi sekali. Setelah kita
saling mengenal, kemudian saling memahami, akhirnya kita mampu saling berkongsi bebanan.
Allah swt memerintahkan kepada kita :
 “….Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan pelanggaran hukum….” (QS Al-Maidah : 2)
 Bagaimana kita melaksanakan perintah Allah ini jika kita tidak saling mengenali antara satu sama lain?
Jadi kedua-dua tahapan Ukhuwah sebelumnya merupakan syarat asasi untuk tahapan “takaaful” ini.
Dalam harakah Islamiyah, terbinanya Ukhuwah Islamiyah mempunyai peranan yang penting sekali demi kejayaan dakwah. Imam Hasan Al-Banna menjadikan Ukhuwah Islamiyah ini sebagai salah satu dari 10 rukun bai’ah dalam organisasi dakwah yang beliau bina.

Beberapa ungkapan beliau yang mungkin boleh kita kaji dalam pembentukan Ukhuwah Islamiyah adalah seperti berikut :

  1. Kekuatan jamaah, sebagaimana organisasi-organisasi secara umumnya, adalah terletak pada kekuatan ikatan para anggotanya.
  2. Tiada ikatan yang lebih kuat dalam hal ini selain ikatan “cinta” yang diasaskan pada aqidah Islam.
  3. Tingkatan daripada “ikatan cinta” ini yang paling lemah adalah kebersihan hati kita terhadap saudara kita (yakni dari segala macam penyakit hati seperti buruk sangka, iri-hati, dengki, sombong, tamak, dan lain-lain).
  4. Tingkatan yang paling tinggi daripada “ikatan cinta” ini adalah mendahulukan kepentingan saudara kita berbanding kepentingan kita.


Akhirnya, kita cukup memahami betapa pentingnya Ukhuwah Islamiyah ini bagi diri kita sendiri sebagai individu Muslim. Kita semua tahu bahwa agama Islam adalah agama Allah dan Allah telah menjanjikan kewujudan dan kemenangan Islam.

Akhir kata, kita mau menjalin Ukhuwah Islamiyah atau tidak, Islam akan tetap kekal dan  dakwah Islam akan terus berjalan, tetapi kita tidak boleh hidup tanpa Ukhuwah Islamiyah ibarat sekelompok biri-biri di pinggir hutan di mana seekor serigala hanya akan mampu menangkap seekor biri-biri yang terkeluar dari kelompoknya.

Yaa Allah,
Engkau telah mengetahui bahwa hati-hati ini telah behimpun karena Cinta-Kepada Mu.
Telah berjumpa dalam taat kepada Mu.
Telah bersatu dalam dakwah kepada-Mu.
Telah berpadu dalam membela syariat Mu.
Teguhkanlah ya Allah ikatannya.
Kekalkanlah cinta kasihnya.
Tunjukilah jalan-jalannya.
Penuhilah hatinya dengan cahaya Mu yg tidak pernah hilang
Lapangkanlah dada-dada kami dengan kelimpahan iman kepada Mu dan indahnya bertawakal kepada MU
Hidupkanlah hati ini dengan ma’rifat Mu
Matikanlah ia dalam syahid kepada Mu.
Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
Aamiin.. Aamiin.. ya rabbal ‘alamin..

Wallahu a'lam bishawab

Monday, October 22, 2012

MERAJUT CINTA KE 2

(Oleh: Arida Sahputra)

Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan sebelumnya yang berjudul “Merajut Cinta”. Karena waktu yang terbatas waktu menulis minggu yang lalu, maka yang dapat ditulis masih mukaddimahnya saja. Belum masuk kepada inti apa yang sudah disampaikan pada acara itu. Secara terori memang benar kalau membuat tuliasan itu jangan terlalu panjang-panjang. Oleh karena itu saya membuat tulisan yang pendek-pendek saja. Yang penting substansinya tersampaikan.

Baiklah kembali ke laptob. Pada tulisan “Merajut Cinta” saya telah menjelaskan defenisi ukhwah islamiyah dengan ukhwah jahilliyah, kondisi ukhwah islamiyah kekinian dan fadhilah berukhwah. Pada tulisan ini, saya ingin melanjutkan tingkatan-tingkatan ukhwah islamiyah.

Adapun tingkatan Ukhwah Islamiyah itu diantaranya;

1. Diperlukan kelapangan dada

Pada tingkatan ini, sesama ikhwah itu tidak boleh ada rasa iri dan dengki. Karena sesuai dengan hadis dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwasnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Tidak akan berkumpul dalam hati seorang hamba iman dan kedengkian.” (HR. Ahmad, Al Hakim dan Nasai. Hadits ini disahihkan oleh Al Albani dalam Shahih al Jaami’ ash Shoghir, no. 7620).

Sesama ikhwah juga harus saling memaafkan. Rasulullah dan sahabat sudah membuktikan, dari sekian banyak sirah saling memaafkan sesame ikhwah, saya memberikan satu sirah saja yaitu; Dalam peristiwa haditsah al-ifk Misthah radliyallahu ‘anhu termasuk salah seorang dari kaum mu’minin yang termakan fitnah yang ditiupkan oleh orang-orang munafik. Dia seorang muhajir dan ahli Badar sebagaimana juga miskin sehingga kehidupannya ditangung oleh Abu Bakar radliyallahu ‘anhu. Ketika Allah menurunkan ayat yang menjelaskan kesucian Aisyah radliyallahu ‘anhu dari segala fitnah tersebut, Abu Bakar bersumpah untuk memutuskan bentuannya kepada Misthah yang ikut termakan fitnah terhadap putrinya, maka Allah menurunkan ayat tentang itu:

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi kepada kaum kerabat, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. 24:22) maka Abu Bakar pun langsung membatalkan sumpahnya dengan membayar kaffarah sumpah.

Tidak ada dendam sesame ikhwah seperti apa yang sudah dicontohkan murid-murid Imam Ahmad yang pernah berkata kepadanya: “Bolehkah kami mengambil hadits dari Abu Manshur Ath Thusi?” berkata Ahmad: “Kalau bukan darinya dari siapa lagi kalian akan mengambil hadits?” Mereka berkata: “Sesungguhnya dia telah berbicara tentang (keburukan) anda.” Berkata Ahmad: “Dia adalah seorang yang shaleh namun kita menjadi ujian baginya.”

Juga pernah terjadi sesuatu antara Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib dengan Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib sehingga Hasan bin Hasan mendatangi Ali bin Husain di majelisnya dihadapan murid-muridnya dan menghujatnya. Ali bin Husain hanya diam mendengar hujatan saudaranya terhadapnya hingga dia menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya lalu pergi. Tak lama kemudian Ali bin Husain mendatangi Hasan bin Hasan di rumahnya dan berkata: “Jika semua yang engkau katakan tadi benar adanya semoga Allah mengampuniku dan jika semua yang engkau katakan tadi tidak benar semoga Allah mengampunimu.” Maka Hasan bin Hasan mengejar Ali bin Husain dan meminta maaf kepadanya.

2. Empati

Sesama ikhwah diperlukan rasa empati, ketika hati telah bersatu tidak ada yang berat untuk dilakukan. Ketika didalam hati sudah mekar rasa saling mencintai sesama ikhwah, gunungpun akan didaki dan lautan akan diseberangi untuk mendapatkan apa yang diinginkan saudara kita itu. Sehingga walaupun saudara kita membutuhkan bantuan tanpa beliau minta, kita sudah mengetahui dan langsung membatunya.

Kita sesama ikhwah harus berani sehat-menasehati saudara kita ketika benar, maka katakan benar, dan sebaliknya jika salah maka katakan salah.

Sesama ikhwah juga kita harus saling mendoakan saudara kita. Perlu diketahui bahwa. Dari Abu Darda radliyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa seorang muslim untuk saudaranya dalam keadaan tidak diketahuinya dikabulkan, di sisi kepalanya ada malaikat yang diwakilkan, setiap kali dia doakan saudaranya maka malaikat itu mengucapkan “amin, dan untukmu seperti itu pula”. (HR. Muslim, no. 2733).

Sesama ikhwah kita harus menjaga kehormatan saudara kita yaitu dengan tidak mengghibahnya, memfitnahnya bahkan jika ada orang yang mencela saudaranya dia akan membelanya. Seperti yang direspons Rasulullah, dalam perjalanan ke perang Tabuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari Ka’ab bin Malik,

maka seorang laki-laki dari Bani Salimah berkata: “Berat atasnya pakaiannya ya Rasulullah.” (maksudnya dia tidak mampu meninggalkan kenikmatan di Madinah untuk pergi berjihad). Mendengar itu Mu’adz bin Jabal berkata orang tersebut: “Alangkah buruk apa yang engkau katakan, kami tidak mengetahui darinya kecuali kebaikan (mungkin dia terhalang udzur). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdiam.” (HR Bukhari, no. 4418 dan 2769).

3. Mengutamakan saudaranya di atas dirinya sendiri

Tingkatan ini adalah tingkatan yang tertinggi. Perlu diketahui beberapa contoh yang dicontohi Rasulullah dan para sahabat. Banyak sekali sirah yang menceritakan tentang bab ini. Namun saya menulis beberapa contoh saja yaitu seperti yang di cantumkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 9 yang berbunyi “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.”

Juga dalam Hadis Bukhari (3798,4889), Muslim (2054) dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3203) meriwayatkan; "Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah kedatangan tamu yang kelaparan pada suatu malam maka beliau bertanya kepada istri-istri beliau kalau-kalau diantara mereka ada yang mempunyai makanan, ketika beliau tahu bahwa tidak ada seorang pun diantara istri beliau yang mempunyai makanan beliau menawarkan kepada para sahabat untuk melayanai tamu beliau tersebut. Abu Thalhah lalu menawarkan dirinya, diapun segera ke rumahnya dan munyampaikannya kepada istrinya, istrinya berkata bahwa mereka hanya punya makanan untuk anak-anak mereka malam itu. Abu Thalhah lalu menyuruh istrinya untuk menidurkan anak-anaknya ketika waktu makan malam tiba dan mematikan pelitanya lalu mengajak tamu Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam makan dalam kegelapan sementara Abu Thalhah dan istrinya sendiri tidak makan. Keesokan harinya Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh Allah kagum dengan apa yang dilakukan fulan dan fulanah (semalam).” Dan Allah menurunkan ayat: “dan mereka mengutamakan saudara mereka di atas diri mereka sendiri meskipun mereka sendiri dalam keadaan sempit” (QS. Al Hasyr [59]: 9).

Dalam sirah juga diceritakan bahwa setelah perang Yarmuk selesai berkecamuk tergeletak 3000 prajurit muslim diantara mereka ada yang terluka dan ada pula yang syahid. Diantara yang terluka terdapat Al Harits bin Hisyam, ‘Ikrimah bin Abi Jahl dan ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah. Maka Al Harits meminta air untuk minum, ketika air dibawakan kepadanya dia melihat ‘Ikrimah memandang kepadanya maka diapun berisyarat agar itu diberikan kepada ‘Ikrimah, ketika air dibawa kepada Ikrimah dia melihat ‘Ayyasy memandang kepadanya maka diapun berisyarat agar air itu dibawa kepada ‘Ayyasy, ketika air itu dibawakan kepada ‘Ayyasy ternyata dia telah meninggal sebelum sempat meneguknya dan ternyata al Harits dan ‘Ikrimah pun juga telah meninggal dunia. Tidak seorangpun diantara mereka yang meminum air tersebut sampai mereka syahid karena mengutamakan saudaranya.

Ikhwahfillah, ditingkat manakah kita mengelola ukhwah itu? Tentunya hanya diri sendirilah yang bisa menjawabnya. Ikhwahfillah, marilah kita meningkatkan cinta kasih kita sesama ikhwah, mari berlapang dada, mari tumbuhkan rasa empati sesama ikhwah dan ketika kita sudah saling mencintai InsyaAllah kita akan samapai ketingkatan yang tertinggi yaitu ketika kita sudah saling mencintai kita akan mengutamakan saudara kita, bahkan nyawa sebagai taruhannya.

Ops!! Sudah bunyi bel masuk lagi, Saya harus pending dulu untuk menulis narasi ini. InsyaAllah dilain kesempatan saya akan tulis lagi inti substansi yang ingin disampaikan pada pertemuan ini, semoga dimudahkan Allah. Aamiin..

Wallahu a'lam bishawab

Wednesday, October 17, 2012

MERAJUT CINTA

(Oleh: Arida Sahputra)

Memori HP sudah hampir penuh, jadi harus dilakukan penghapusan sebagian data. Oleh karena itu perlu diselamatkan file-file yang berharga untuk dipindahkan ke komputer, salah satu file itu adalah catatan bahan untuk mengisi temu kader dakwah kampus di Aula FMIPA Unsyiah pada 11 Oktober 2012 yang lalu. Daripada dibiarkan menjadi file coret-coret yang di simpan pada komputer, lebih baik ditulis kedalam bentuk narasi dan di publis.

File ini hanya draft saja, seperti biasa kalau mau ngisi saya hanya membuat draft yang akan disampaikan, namun pada tulisan ini saya ingin melengkapi draft itu dengan apa yang sudah disampaikan pada pertemuan itu, saya bukan sebagain pemateri, bukan juga penceramah, bukan pidato serta bukan tausyiah. Namun posisi saya pada pertemuan itu hanya sebagai pembicara (hehehee, apa beza-nya yaa).

Baik kembali ke laptob, tema pada pertemuan itu adalah Ukhwah Islamiyah, lalu apa kaitannya dengan judul tulisan ini ya? Kok judulnya merajut cinta? Ini bukan sensasional, tetapi memang sangat erat kaitannya antara ukhwah islamiyah dengan cinta. Dengan demikian untuk membangun ukhwah islamiyah itu perlu dirajut cinta nya terlebih dahulu.

Ukhwah Islamiyah menurut Hasan Al-Banna adalah ikatan aqidah. Sifat ukhwah Islamiyah ini akan abadi dan universal. Namun ukhwah jahiliyah adalah selain ikatan aqidah seperti keturunan, keluarga, suku, daerah, bangsa, dan Negara.

Kita ketahui bahwa, mayoritas ummat muslim yang ada di Indonesia secara umumnya, di Aceh secara khususnya adalah muslim keturunan. Sehingga muslimnya orang muslim kebanyakan karena nasabnya orang Islam, karena kedua orang tuanya Islam lah mayoritas kita menjadi Islam. Lalu banyak pada masyarakat kita mengetahui Islam itu dari kehidupan sehari-hari orang tuanya. Mungkin yang pertama kali mengetahui shalat, puasa, zakat, lebaran, kenduri, dll.

Dari situ, banyak dari masyarakat kita yang selanjutnya mendalami Islam itu sendiri, namun lebih banyak lagi yang tidak mau mengkaji lebih dalam lagi mengenai Islam itu. Dari beberapa keindahan Islam yang tidak dikaji maupun di praktekan adalah hubungan bertetangga, antar suku, antar bangsa, antar Negara atau hubungan Internasional.

Pemahaman yang dalam mengenai bahwa kita sesama Islam itu adalah bersaudara. Yang mengikatkan hati kita itu adalah aqidah kita, bukan keturunan, bukan suku, bukan bangsa, dan bukan juga Negara.

Sehingga yang tumbuh pada masyarakat kita saat ini adalah sukuisme sempit dan nasionalisme sempit. Yang dicari kesalahan suku yang lain, yang dicari kesalahan Negara yang lain. Sehingga terjadi peperangan seperti Gerakan Aceh Merdeka dengan NKRI, Indonesia dengan Malaysia. Padahal itu sesama muslim.

Hal ini terjadi akibat rasa cinta sesama Islam itu sudah mulai pudar. Oleh karena itu, generasi muda muslim masa depan itu adalah pemuda yang saling mencitai karena Allah kerana seaqidah.

Kata cinta disini juga bukan cinta seperti yang didefenisikan oleh remaja-remaja kiri saat ini. Kebanyakan remaja-remaja kita saat ini salah dalam mendefenisikan cinta, sehingga ketika dikatakan cinta yang tertangkap pada fikiran kita adalah berpacaran antara lain jenis kelamin.

Ihwahfillah rahimakulullah, adapun fadhillah ketika kita selalu menjaga ukhwah islamiyah itu antara lain:

1. Menyempurnakan iman

Sesuai dengan hadist Dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Sebagai memenuhi syarat administrasi untuk masuk surga ^_^

Ikhwahfillah, semua kita pasti menginginkan masuk surga, perlu diketahui bahwa yang masuk surga itu hanyalh orang-orang yang beriman, orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah. Kalau tidak saling mencintai karena Allah berarti orang tersebut dapat dikatakan belum beriman. Sesuai dengan hadist “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan tidak akan sempurna iman kalian sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai ? Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim, Kitab Iman Bab Penjelasan bahwa sesungguhnya tdiak akan masuk surge kecuali orang-orang yang beriman, mencintai orang-orang beriman merupakan bagian dari keimanan dan menebarkan salam merupakan salah satu sebab untuk mewujudkan hal tersebut, no. 54).

3. Mendapatkan cinta dari Allah

Dari Abu Hurairah radliyallahu‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang laki-laki menziarahi (mengunjungi) saudaranya di kampung lain lalu Allah mengutus seorang malaikat untuk mengikutinya di jalannya. Ketika malaikat itu mendatanginya dia berakata: “Mau kemana engkau?” Orang itu menjawab: “Saya ingin menziarahi saudaraku fillah di kampung fulan.” Malaikat berkata: “Apakah karena satu kebaikan yang ingin kau balas?” Orang itu berkata: “Tidak, akan tetapi aku mencintainya karena Allah Azza wa Jalla.” Malaikat berkata: “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu untuk menyampaikan bahwasanya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karenaNya.” (HR. Muslim, Bab Keutamaan cinta karena Allah, no 2567).

4. Mendapatkan Perlindungan dari Allah pada hari kiamat

“Sesungguhnya Allah berfirman pad hari kiamat: Mana orang yang saling mencintai karena keagunganKu? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka dengan naunganKu di hari yang tidak ada naungan kecuali naunganKu.” (HR. Muslim, no. 2566). Juga hadits tentang 7 golongan yang mendapakan naungan Allah pada hari kiamat yang salah satunya adalah “dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah.” (HR. Bukhari, no 1423 dan Muslim, no. 1031. Lafadz Bukhari).

Ikhwahfillah, apakah ada tawaran yang menggiurkan lain selain tawan dari fadhilah merajut ukhwah islamiyah itu? Jawabannya pasti sesuai dengan hati dan fikiran ikhwah semuanya. Dan saya yakin yang mau membeli product di atas adalah orang-orang yang sangat beruntung.

Ops!! Sudah bunyi bel masuk, saya harus pending dulu untuk menulis narasi ini. Padahal masih banyak sekali yang sudah disampaikan. Baiklah insyaAllah akan kita sambung dilain kesempatan, mungkin pada tulisan selanjutnya yang berjudul Merajut Cinta 2 atau Merajut Cinta seasion 2 atau Merajut Cinta episode 2 atau lain-lainlah. Sesuai dengan mod saya di hari menulis itu..

Wallahu a'lam bishawab

Monday, October 15, 2012

AGENDA TEMU WILAYAH MITI KLASTER MAHASISWA SUMATRA BAGIAN UTARA 2012


A. Seminar Nasional
Tema: "Riset dan Mahasiswa Solusi Jitu Akseleras Pembangunan Bangsa"
Minggu, 21 Oktober 2012
Pukul: 14.00 s.d Selesai
Di Auditorium Ali Hasyimi IAIN Ar Raniry


Narasumber:
Dr. Edi Syukur, M.Eng
Dr. rer. Nat. Ilham Maulana
Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA

Daftar segera:
Ketik Nama/Jurusan/No.Hp
Kirim ke: 085361200296



  



B. Seminar Beasiswa ke Luar Negeri
Minggu, 21 Oktober 2012
Pukul: 09 s.d Selesai
Di Aula Fakultas Kedokteran Unsyiah

Narasumber:

Iffan Sultami
Dr. Laina Hilma Sari, S.T, M.Sc
Agus Nugroho, S.P, M.Com

Pendaftaran:

ketik TSB_Nama_Fak/Jur_No HP
kirim ke 085260285107 (andi) atau 085260762670 (laras)




C. Workshop Community Development
Tema: "Masyarakat dan Pembinaan Sumberdaya Bermuatan Lokal. Menuju Indonesia Mandiri 2025"

Key Note Speaker:
Edwin Jefri, S.Kel
Agus Nugraha, S.P, M.Com

Fasilitator:
Fitria Larasati

Sabtu, 20 Oktober 2012
Pukul: 09.00 s.d Selesai
Di Aula Lab Riset Terpadu Unsyiah

Info:
Andi 085260028567
Laras 085260762670

  



D. Loka Karya MITI-M Sumbagut
Internal

E. Temu mahasiswa ilmuwan Aceh
Internal






Monday, October 8, 2012

Perjalanan Temwil Sumbagut MITI Mahasiswa


Kegiatan Temu Wilayah (Temwil) merupakan agenda tahunan MITI Mahasiswa di berbagai wilayah, termasuk Wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut). Pada awalnya wilayah Sumbagut masih bergabung dengan wilayah Sumbagsel, waktu itu disatukan menjadi wilayah Sumatera. Seiring dengan perkembangan MITI Mahasiswa, maka sejak tahun 2011 wilayah Sumatera dibagi menjadi dua, Sumbagut dan Sumbagsel.

Temwil yang pertama dilaksanakan di wilayah ini adalah pada tahun 2008 di Univertas Andalas (Unand) Padang. Kemudian Temwil berikutnya tahun 2009 direncanakan dilaksanakan di Universitas Riau (UNRI) Pekanbaru, namun kegiatan ini kemudian batal karena sesuatu hal. Selanjutnya pada tahun 2010 kegiatan Temwil dilaksanakan di Universitas Jambi (Unja). Kegiatan Temwil di Jambi ini merupakan Temwil terakhir untuk wilayah Sumatera, untuk Temwil berikutnya sudah dipisah antara Sumbagut dan Sumbagsel. Untuk Temwil Sumbagut di tahun 2011 dilaksanakan di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Tahun 2012 ini direncanakan Temwil Sumbagut akan dilaksanakan di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh.

Kegiatan Temwil merupakan kegiatan Temu IPTEK dari sejumlah kampus mitra MITI Mahasiswa. Biasanya diisi dengan serangkaian acara, seperti Seminar, diskusi pengembangan IPTEK di kalangan mahasiswa, pameran IPTEK, Lomba menulis karya ilmiah dan lain-lain. Tentu kegiatan ini diharapkan akan menstimulus kampus-kampus mitra MITI Mahasiswa menjadi lebih bersemangat untuk terus berkontribusi demi kemajuan bangsa lewat pemberdayaan IPTEK.

Semoga Temwil Sumbagut 2012 yang akan digelar di Unsyiah akan berjalan dengan sukses.

Salam Kontributif dan Inovatif


Oleh Herman Siregar
Staf Ahli Korwil Sumatera MITI Mahasiswa tahun 2010
Korwil Sumbagut MITI Mahasiswa tahun 2011

Saturday, October 6, 2012

Proses Penciptaan Manusia


Dari Abdullah bin Mas’ud Radhi~Allahu Anhu yang berkata, Ra­sulullah saw yang merupakan orang yang shiddq, berkata kepada kami,

“Sesungguhnya salah seorang dari kalian penciptaannya dikumpulkan di perut ibunya selama empat puluh hari  dan dalam bentuk air mani, kemudian menjadi alaqah (segumpal darah) seperti itu, kemudian menjadi sepotong daging seperi itu, kemudian Allah mengirim malaikat kepadanya lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintah dengan empat hal; menulis rizki amal perbuatan, ajalnya, dan ia orang celaka atau orang bahagia. Demi Dzat yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya salah seorang dan kalian pasti beramal dengan amal penghuni surga hingga jarak antara dirinya dengan sunga ialah satu hasta, kemudlan ketetapan mendahuluinya, lalu ia mengerjakan amal penghuni neraka dan ia masuk neraka. Sesungguhnya salah seorang dan kalian pasti beramal dengan amal penghuni neraka hingga jarak antara dirinya dengan neraka ialah satu hasta, kemudian ketetapan men dahuluinya, lalu ia menger­jakan amal penghuni surga dan ia masuk surga.“ (Diriwayatkan Al Bukhani dan Muslim).1

Keshahihan hadits di atas disepakati dan diterima umat. Hadits tersebut diriwayatkan Al A’masy dan Zaid bin Wahb dari Ibnu Mas’ud. Dan jalur yang sama, hadits tersebut diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim di Shahih-nya masing-­masing.

Diriwayatkan dan Muhammad bin Yazid Al Asfathi yang berkata, “Aku bermimpi melihat Nabi saw seperti yang biasa dilihat orang yang tidur. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada hadits dan Ibnu Mas’ud yang mendapatkannya darimu. Ibnu Mas’ud berkata, ‘Rasulullah saw yang merupakan orang benar dan dibenarkan bersabda kepada kami.’ Dan seterusnya. Nabi saw bersabda, ‘Demi Dzat yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sungguh hadits tersebut aku berikan kepadanya.’ Nabi saw bersabda lagi, ‘Semoga Allah mengampuni Al’Amasy atas hadits yang ia ajarkan. Semoga Allah juga mengampun orang yang mengajarkan hadits tersebut sebelum Al A’masy dan orang yang mengajarkan hadits tersebut sesudahnya’.”2

Hadits bab di atas juga diriwayatkan dan Ibnu Mas’ud dari jalur lain.
            Penafsiran sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya salah seorang dari kalian penciptaannya dikumpulkan di perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk air mani, “diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud. Al A’masy meriwayatkan dari Khaitsamah dan Ibnu Mas’ud yang berkata, “Jika air mani tiba di rahim, ia terbang di setiap rambut dan kuku. Air mani tersebut menetap selama empat puluh hari, kemudian turun ke rahim lalu menjadi segumpal darah. Itulah yang dimaksud dengan kata dikumpulkan.” Diriwayatkan Ibnu Abu Hatim dan lain-lain,3

Penafsiran kata dikumpulkan juga diriwayatkan dengan makna lain secara marfu’ Ath-Thabnani dan Ibnu Mandah di At Tauhid meriwayatkan hadits dari Malik bin Al Huwainits Radhiallahu Anhu bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnyajika Allah Ta’ala ingin menciptakan seorang hamba, maka orang laki-laki menggauli wanita kermudian air maninya terbang ke setiap urat dan organ tubuh wanita tensebut pada hari ketujuh,


 Allah mengum­pulkan air mani tersebut dan menghadirkannya kepada semua nasabnya hingga Adam; Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki Dia menyusun tubuhmu “(Al Infithar: 8).

Sabda Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, “Kemudian Allah mengirim malaikat kepadanya lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintah dengan empat hal; menulis rizki, amal perbuatan, ajalnya, dan ia orang celaka atau orang bahagia, “menunjukkan bahwa air mani mengalami perubahan selama senatus dua puluh hari dalam tiga tahapan dan masing-masing tahapan adalah empat puluh hari. Pada empat puluh hari pertama bentuknya adalah air mani, pada empat puluh hari kedua air mani berubah menjadi segumpal darah, pada empat puluh hari ketiga segumpal danah berubah menjadi sepotong daging, dan setelah seratus dua puluh hari malaikat meniupkan ruh ke dalamnya dan menulis empat hal baginya.

Perubahan janin dalam tahapan-tahapan tersebut disebutkan Allah di Al­ Qur’an dalam banyak tempat, misalnya firman Allah Ta’ala,
“Hal manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan, Maka sesungguhnya Kami menjadikan kalian dari tanah, kemudian dari setetes mani kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daglng yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempuma, agar Kami jelaskan kepada kalian dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami  kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan. “ (Al Hajj: 5).

Allah Ta’ala menyebutkan ketiga tahapan tersebut ; setetes air mani, segumpal darah, dan sepotong daging di Al Qur’an di banyak tempat. Di ayat lain, Allah menyebutkan tahapan yang lain.

Allah Ta’ala  berfirman,
‘Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani di tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain, Maka Maha suci Allah Pencipta Yang Paling Baik. “(Al Mukminun 12-14).

Pada ayat di atas, Allah Ta’ala menyebutkan tujuh tahapan tentang penciptaan manusia sebelum peniupan ruh ke dalamnya. Ibnu Abbas ra. berkata, “Manusia diciptakan melalui tujuh tahapan.” Setelah itu, Ibnu Abbas ra. membaca ayat di atas. Ibnu Abbas juga pernah

ditanya tentang azl7 kemudian ia membaca ayat di atas dan berkata, “Seorang pun tidak diciptakan hingga sifat (tahapan) tersebut berliangsung padanya.” Di riwayat lain, Ibnu Abbas berkata, “Jiwa tidak mati hingga ia melalui penciptaan seperti itu.”8

Diriwayatkan dan Rifa’ah bin Rafi’ yang berkata, “Umar bin Khaththab, Ali bin Abu Thahib, Az-Zubain, dan Sa’ad dalam kelompok sahabat-sahabat Rasulullah saw. duduk di tempatku. Mereka mengobrol membicarakan azl dan berkata, “Azl tidak apa-apa.” Seseorang berkata, “Orang-orang menyangka azl adalah penguburan kecil jiwa dalam keadaan hidup-hidup.” Ali bin Abu Thalib berkata, “Azl tidak dinamakan penguburan jiwa dalam keadaan hidup-hidup hingga jiwa tersebut menjalani tujuh tahapan; tahapan saripati dan tanah, kemudian tahapan setetes air mani, kemudian tahapan segumpal darah, kemudian tahapan sepotong daging, kemudian tahapan tulang belulang, kemudian tahapan daging, kemudian tahapan penciptaan yang lain.” Umar bin Khaththab berkata kepada Ali bin Abu Thalib, “Engkau berkata benar. Semoga Allah memperpanjang usiamu.” Diriwayatkan Ad-Daruquthni di Al Mu’talaf walMukhtalaf.


Diriwayatkan dan Ashim dari Abu Wail dan Ibnu Mas’ud Radhi’allahu Anhu dan Nabi saw yang bersabda,
“Sesungguhnya jika air mani telah menetap di rahim ia berada di dalamnya selama empat puluh hari kemudian berubah menjadi segumpal darah selama empat puluh hari kemudian berubah menjadi tulang belulang selama empat puluh hari kemudian Allah membungkus tulang belulang dengan daging.’12 Riwayat Imam Ahmad menunjukkan bahwa janin tidak dibungkus dengan daging kecuali setelah seratus enam puluh hari. Ini jelas kekeliruan tanpa diragukan, karena setelah seratus dua puluh hari ruh ditiupkan ke janin tersebut tanpa ada ke­raguan di dalamnya seperti akan disebutkan. Ali bin Zaid tidak lain adalah Ibnu Jud’an yang tidak bisa dijadikan hujjah. Hadits Hudzaifah bin Usaid menunjukkan bahwa penciptaan daging dan tulang terjadi pada awal empat puluh kedua. Di Shahih Muslim disebutkan hadits dan Hudzaifah bin Usaid dan Nabi saw yang bersabda,
Jika air mani telah melewati empat puluh dua malam, Allah mengirim ma­laikat kepadanya, kemudian malaikat tersebut membentuk air mani tersebut dan menciptakan pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulang belulangnya. Setelah itu malaikat berkata,‘Tuhanku, bayi ini laki-laki atau perempuan? ’Tuhanmu pun memutuskan sesuai dengan yang Dia kehendaki dan malaikat menuenulisnya. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, ajalnya?’ Tuhanmu pun memutuskan sesuai dengan yang Dia kehendaki dan malaikat memu­ji-Nya. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, rezkinya?’ Tuhanmu pun memutuskan sesuai dengan yang Dia kehendaki dan malaikat menulisnya. Setelah itu, malaikat keluar dengan membawa lembaran ditangannya tanpa menambah apa yang diperintahkan dan tidak pula menguranginya.”13

Hadits Keempal— 105

Tekstual hadits di atas menunjukkan bahwa pembentukan janin dan pencip­taaan pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulangnya terjadi pada awal empat puluh hari kedua. Ini menghendaki pada empat puluh hari kedua, janin telah menjadi daging dan tulang.
Sebagian ulama menafsirkan bahwa jika air mani telah menjadi segumpal darah, malaikat membaginya ke dalam beberapa bagian; menjadikan sebagiannya sebagai kulit, daging, dan tulang, kemudian empat hal di atas (rezki, amal, dll) ditentukan sebelum pembentukan janin tersebut. Penafsiran seperti itu bertentangan dengan tekstual hadits. Justru tekstual hadits menjelaskan bahwa malaikat mem­bentuk air mani dan membentuk bagian-bagian tersebut . Bisa jadi, penciptaan pen­dengaran dan lain-lain itu bersamaan dengan pembentukan dan pembagian air mani ke dalam beberapa bagian sebelum adanya daging dan tulang. Juga bisa jadi itu terjadi di sebagian janin dan tidak di semua janin.


Hadits Malik bin Al Huwairits di atas juga menunjukkan bahwa pemben­tukan juga terjadi pada air mani pada hari ketujuh, karena Allah Ta’ala berfirman,

 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. “(Al Insan: 2).
Sejumlah ulama salaf menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kata amsyaj pada ayat di atas ialah urat-urat yang ada di dalamnya. Ibnu Mas’ud berkata, “Amsyaj
ialah urat-urat.”14
Para dokter menyebutkan hal yang sinkron dengan hal di atas. Mereka berkata, jika air mani telah berada di rahim, Maka buih terjadi padanya selama enam atau tujuh hari. Pada hari-hari tersebut, air mani dibentuk tanpa meminta bantuan dan rahim kemudian meminta bantuan kepadanya. Setelah itu, permulaan benang­- benang dan titik terjadi se!ama tiga hari. Terkadang maju satu hari atau mundur satu hari. Setelah enam hari -tepatnya lima belas hari sejak air mani menjadi segumpal darah—, darah mengalir ke semuanya kemudian menjadi sepotong daging, kemudian organ-organ tubuh terlihat dengan jelas, sebagian organ tubuh menghindari ber­sentuhan dengan organ tubuh lainnya, dan kelembaban jaringan saraf di tulang punggung menjadi panjang. Sembilan hari kemudian, kepala melepaskan diri dan kedua pundak serta ujung tangan dan ujung kaki dan jari-jari dengan jelas di sebagian organ tubuh dan dengan tidak jelas di organ tubuh lainnya.
Mereka berkata lagi, batas minimal pembentukan janin laki-laki di janin tersebut ialah tiga puluh hari dan batas pertengahan pembentukan janin ialah tigapuluh lima hari. Bisa jadi, pembentukannya selama empat puluh lima hari.
Mereka menambahkan, di antara bayi-bayi yang diaborsi tidak ada bayi laki-­laki yang sempurna sebelum tiga puluh hari atau bayi perempuan sempurna sebe­lum empat puluh hari.
Itu sesuai dengan fakta yang ditunjukkan hadits Hudzaifah bin Usaid tentang penciptaan pendengaran, penglihatan, dan lain-lain pada empat pukih han kedua, dan perubahan segumpal darah menjadi daging juga pada empat puluh han kedua. Sebagian ulama menafsirkan hadits Ibnu Mas’ud bahwa janin kemungkinan besar pada empat puluh hari pertama masih berbentuk air mani, pada empat puluh hari kedua berbentuk segumpal darah, pada empat puluh hari kedua berbentuk sepotong daging kendati penciptaan dan pembentukannya telah sempurna. Di hadits Ibnu Mas’ud tidak disebutkan waktu pembentukan janin.15
Diriwayatkan dan Ibnu Mas’ud sendiri yang menunjukkan bahwa pem­bentukan janin bisa terjadi sebelum empat puluh hari ketiga. Asy-Sya’bi meriwayatkan dan Alqamah dan Ibnu Mas’ud yang berkata, “Jika air mani telah berada di rahim, malaikat datang kepada air mani tersebut dan mengambilnya dengan telapak tangan. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, air mani ini diciptakan atau tidak?


Banyak sekali kelompok fuqaha’ mengambil tekstual riwayat di atas dan
menafsirkan hadits Ibnu Mas’ud di bab ini Mereka berkata, “Batas minimal terlihatnya penciptaan bayi ialah delapan puluh satu hari, karena bayi tidak menjadi sepotong daging kecuali pada empat puluh han ketiga dan bayi tidak diciptakan
sebelum ia menjadi sepotong daging.”
Atas dasar itu, sahabat sahabat kami dan para pemeluk madzhab Syafi’i berkata, “Masa iddah tidak selesai dan ummul walad (budak wanita yang digauli pemiliknya kemudian melahirkan anak) tidak dimerdekakan kecuali dengan (standar) sepotong daging yang telah diciptakan dan batas minimal proses pencip­taan dan pembentukan janin ialah delapan puluh satu hari.”
Tentang alaqah (segumpal danah), Imam Ahmad berkata, “Alaqah ialah darah di mana penciptaan tidak terlihat padanya.” Jika sepotong daging tidak diciptakan, apakah iddah selesai dengannya dan ummul walad diminta melahirkan anaknya? Ada dua pendapat dalam masalah ini dan kedua pendapat tersebut diriwayatkan dan Imam Ahmad. Jika di al qah (segumpal darah) tidak terlihat tanda-tanda pen­ciptaan, namun samar-samar dan hanya diketahui wanita-wanita yang pengalaman, kemudian wanita -wanita tersebut bersaksi, Maka kesaksian mereka diterima. ini tidak ada bedanya antara setelah empat bulan penuh atau sebelum empat bulan menurut sebagian besar ulama. Itu ditegaskan Imam Ahmad diriwayat tentang penciptaan dan sahabat-sahabatnya. Anak Imam Ahmad, Shalih, meriwayatkan darinya bahwa ruh ditiupkan pada janin setelah berusia empat bulan.

Pembahasan selanjutnya, di hadits Ibnu Mas’ud, ditegaskan bahwa setelah janin berubah menjadi sepotong daging, maka malaikat dikirim kepadanya kemu­dian menulis empat kalimat; rezki, amal, dan lain-lain, dan meniupkan ruh ke dalamnya. Itu semua terjadi setelah hari keseratus dua puluh.
Ada perbedaan redaksi riwayat riwayat hadits tentang urutan penulisan keempat kalimat tersebut dan peniupan ruh. Di riwayat Al Bukhari di Shahih-nya disebutkan, ‘Malaikat dikirim kepadanya kermudian diperintah dengan empat hal kemudian meniupkan ruh ke dalamnnya. “Di riwayat tersebut terdapat penjelasan bahwa peniupan ruh diakhirkan dan penulisan empat hal. Namun di riwayat yang diriwayatkan Al Baihaqi di buku Al Qadr disebutkan, “Kemudian malaikat dikirim lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya kemudian diperintah dengan empat hal. “Riwayat tersebut menegaskan bahwa peniupan ruh didahulukan daripada penulisan keempat hal tersebut . Ada kemungkinan itu terjadi karena para perawi mengganti riwayat-riwayat mereka dengan makna yang mereka pahami atau yang dimaksudkan ialah pengurutan penjelasan saja. Bukan urutan yang dikhabarkan.
Namun yang jelas, hadits Ibnu Mas’ud menunjukkan bahwa peniupan ruh ke dalam Janin dan penulisan malaikat mengenai urusan makhluk itu ditunda setelah empat bulan hingga empat puluh hari yang ketiga selesai. Adapun peniupan ruh, maka diriwayatkan dengan tegas dan para sahabat Rasulullah saw bahwa malaikat meniupkan ruh ke dalam janin setelah janin berusia empat bulan seperti ditunjukkan tekstual hadits Ibnu Mas’ud. Zaid bin Ali meriwayatkan dan ayahnya dan Ali bin Abu Thalib ra yang berkata, “Jika air mani telah berusia empat bulan, malaikat dikirim kepadanya kemudian malaikat meniupkan ruh ke dalamnya di kegelapan. Itulah yang dimaksud firman Allah Ta’ala, ‘Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. ‘(Al Mukminun:14).” Diriwayatkan Ibnu Abu Hatim. Sanad hadits tersebut terputus.’8

Tekstual riwayat di atas menunjukan bahwa ruh baru ditiupkan ke dalam janin ketika janin tersebut berusia empat bulan sepuluh hari seperti juga diriwayatkan dan Ibnu Abbas. Sedang riwayat-riwayat sebelumnya dan Imam Ahmad menunjukkan bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin pada hari kesepuluh setelah sempuma empat bulan. Itulah yang dikenal/terkenal dari Imam Ahmad. Itu pula yang dikatakan Sa’id bin A1-Musayyib ketika ia ditanya masa iddah cerai karena suami meninggal yaitu empat bulan sepuluh han, “Bagaimana dengan hari kese­puluh (setelah empat bulan)?” Sa’id bin A1-Musaiyyib menjawab, “Saat itu, ruh di­tiupkan ke dalam janin.”2°
Sedang para dokter, mereka berkata bahwa janin apabila dibentuk pada hari ketiga puluh lima, Maka bergerak pada hari ketujuh puluh, dan dilahirkan pada hari kedua ratus sepuluh. Totalnya tujuh bulan dan terkadang maju beberapa hari. Pembentukan dan kelahiran juga terkadang mundur. Jika pembentukan terjadi pada hari keempat puluh lima, bergerak pada hari kesembilan puluh, dan dilahirkan pada hari kedua ratus tujuh puluh hari, Maka totalnya sembilan bulan, wallahu a‘lam.
Adapun penulisan malaikat, maka hadits Ibnu Mas’ud menunjukkan bahwa itu terjadi setelah empat bulan seperti telah disebutkan sebelumnya. Di Shahih Al­Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu dan Nabi saw bersabda,

“Allah mendelegasikan salah satu malaikat kepada rahim. Malaikat tersebut berkata, ‘Tuhanku, ini air mani. Tuhanku, ini segumpal darah. Tuhanku ini sepotong daging. ‘Jika Allah berkehendak memutuskan pencipttaan, malaikat berkata, ‘Tuhanku, laki-laki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Apa rezkinya? Bagaimana ajalya?’Kemudian itu semua ditulis diperut ibunya.”


Tekstual hadits di atas sesuai dengan hadits Ibnu Mas’ud, namun masanya tidak disebutkan di dalamnya. Sedang hadits Hudzaifah bin Usaid menjelaskan bahwa penulisan malaikat terjadi pada awal empat puluh hari kedua.

Hadits tersebut juga diriwayatkan Muslim dengan redaksi lain dan Hudzaifah bin Usaid yang mengatakan hadits tersebut dan Nabi saw yang bersabda,
“Malaikat masuk ke air mani setelah berada dirahim selama empat puluh atau empat puluh lima hari. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ia celaka atau bahagia?’Kemudian kedua hal tersebut ditulis. Malaikat berkata, ‘Tu­hanku, apakah ia laki-laki atau perempuan?’Kemudian kedua hal tersebut ditulis. Juga ditulis amal perbuatan, jejak, ajal, dan rezkinya. Setelah itu, bu­ku tersebut dilipat; tidak ditambahkan apa pun ke dalamnya dan tidak pula dikunangi”
 
  Di riwayat Muslim lainnya disebutkan, “Sesungguhnya air mani berada di rahim selama empat puluh malam ke­mudian malaikat menemui Allah dan berkata, ‘Tuhanku, apakah ia laki-laki atau perempuan?’dan seterusnya.”
 
  Di riwayat Muslim lainnya disebutkan, “Sesungguhnya air mani berada di rahim selama empat puluh hari lebih.”

Di Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dan Jabir ra dan Nabi saw yang bersabda,
Jika air mani telah menetap di rahim selama empatpuluh hari atau empatpuluh malam, malaikat dikirim kepadanya. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ia celaka atau bahagia?’ Bayi tersebut pun diketahui (celaka atau bahagia).”’


Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ia gugur (lahir dalam keadaan mati) atau sempurna?’ Allah pun memberi penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ajalnya berkurang ataukah sempurna?’Allah pun mem­beri penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ia sendiri atau kembar?’ Allah pun memberi penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ia laki-laki atau perempuan?’ Allah pun memberi penjelasan ke­pada malaikat. Malaikat berkata, ‘Apakah ia celaka atau bahagia?’ Allah pun mem­beri penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, tentukan rezkinya?’ Allah pun menentukan rezki dan ajalnya, kemudian malaikat turun lagi dengan membawa kedua hal tersebut . Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, ia tidak mendapatkan sesuatu dan dunia, melainkan sesuai dengan yang telah dibagikan untuknya.”22
Seperti yang disebutkan di Shahih Muslim dan Abdullah bin Amr Radhi­yallahu Anhuna dan Nabi saw yang bersabda,

“Sesungguhnya Allah telah menentukan takdir-takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi”26
Disebutkan di hadits Ubadah bin Ash-Shamit Radhiyyallahu Anhu dan Nabi saw yang bersabda,
“Yang pertama kali diciptakan Allah ialah pena. Allah berfirman kepada pena, ‘Tulislah. ‘Kemudian pena itu berjalan (menulis) sesuai dengan apa saja yang akan terjadi hingga Hari Kiamat.”2

Sebelumnya telah disebutkan di hadits lbnu Mas’ud bahwa jika malaikat bertanya tentang keadaan air mani, malaikat tersebut diperintahkan pergi kepada kitab terdahulu (Lauh Mahfudz). Dikatakan kepada malaikat, “Niscaya engkau menemukan di dalamnya kisah tentang air mani tersebut .” Banyak sekali nash yang menyebutkan bahwa kitab terdahulu tersebut berisi tentang kecelakaan atau kebahagiaan.

Di Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dan Ali bin Abu Thalib ra dan Nabi saw yang bersabda,“Tidaklah jiwa yang dilahirkan melainkan Allah telah menulis tempatnya di surga atau neraka, dan ditulis sebagai orang celaka atau orang bahagia. “Se­seorang berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah kita mengandalkan kitab kita dan tidak beramal?”Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Beramal­lah kalian, karena masing-masing dipermudah sesuai dengan apa yang diciptakan untuknya. Sedang orang-orang yang berbahagia, mereka dipermudah kepada amal perbuatan orang-orang yang berbahagia. Sedang orang-orang yang celaka, mereka dipermudah kepada amal perbuatan orang-orang yang celaka. “Setelah itu, Nabi saw membaca ayat, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa.Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). “(Al Lail: 5-6).28

Di hadits di atas disebutkan bahwa kecelakaan dan kebahagiaan telah ditulis kitab tentang keduanya, ditakdirkan sesuai dengan amal perbuatan, dan masing-­masing dipermudah kepada amal perbuatan yang diciptakan untuknya. Amal perbuatan tersebut adalah penyebab kecelakaan dan kebahagiaan.
Disebutkan di Shahih Al Bukhar idan Shahih Muslim hadits dari Imran bin Hushain Radhiyallahu Anhu yang berkata bahwa seseorang berkata,
وفي " الصحيحين " عن عمران بن حُصين ، قال : قال رجل : يا رسول الله ، أيُعرَفُ أهلُ الجنة من أهل النار ؟ قال : " نعم " ، قال : فَلِمَ يعملُ العاملون؟ قال : "كلٌّ يعملُ لما خُلِقَ له ، أو لما ييسر له "([3]).

“Wahai Rasulullah, apakah penghuni surga bisa diketahui dari penghuni neraka?”Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ya. Orang tersebut berkata, “Kenapa orang-orang beramal?” Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Semuanya beramal kepada apa yang diciptakan untuknya -atau kepada apa yang dimudahkan untuknya—. “29

Hadits semakna diriwayatkan dari Nabi saw dan berbagai sisi. Sedang hadits Ibnu Mas’ud menyebutkan bahwa kebahagiaan dan kecelakaan itu sesuai dengan amal perbuatan terakhir
Ada yang mengatakan bahwa sabda Nabi saw, ‘Demi Dzat Yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti beramal dengan amal penghuni surga hingga jarak antara dirinya dengan surga ialah satu hasta, kemudian ketetapan lebih cepat kepa­danya lalu ia mengerjakan amal penghuni neraka lalu ia masuk neraka. Sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti beramal dengan amal penghuni neraka hingga jarak antara dirinya dengan neraka ialah satu hasta, kemudian ketetapan lebih cepat kepadanya, lalu ia mengerjakan amal penghuni surga, kemudian ia masuk surga,” diambil dari perkataan Ibnu Mas’ud.

Demikian juga yang diriwayatkan Salamah bin Kuhail dan Zaid bin Wahb dari Ibnu Mas’ud.’ Hadits semakna diriwayatkan dari Nabi saw dari berbagai sisi.
Disebutkan di Shahih Al Bukhari hadits dan Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu
Anhu dan Nabi saw yang bersabda,
وفي صحيح البخاري " ([4]) عن سهل بن سعد ، عن النبي r قال : " إنما الأعمال بالخواتيم " .

“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu ditentukan dengan akhirnya.”t
Di Shahih Ibnu Hibban disebutkan hadits dan Aisyah Radhiyallahu Anha
dan Nabi saw yang bersabda,

“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu ditentukan oleh perbuatan
akhirnya.”32
Di Shahih 1bmu Hibban juga disebutkan hadits dan Muawiyah yang berkata bahwa aku dengan Nabi saw bersabda,

“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan perbuatan terakhimya seperti bejana. jika bagian atas bejana tersebut baik, maka baik pula bagian bawahnya. Jika bagian atas bejana tensebut jelek, Maka jelekpula bagian ba­wahnya.

Disebutkan di Shahih Muslim hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dan Nabi saw yang bersabda,
“Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dalam jangka waktu yang lama dengan amal perbuatan pemghuni surga kemudian amal perbuatannya diakhiri dengan amal perbuatan penghuni neraka. Sesungguhnya seseorang beramal dalam jangka waktu yang lama dengan amal perbuatan penghuni neraka kemudian amal perbuatannya ditutup baginya dengan amal perbuat­an penghuni surga.

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dan Anas bin Malik ra dan Nabi saw yang bersabda,
“Kalian tidak ada salahnya tidak heran pada seseorang hingga kalian melihat bagaimana akhir hayatnya. Sesungguhnya seseorang beramal beberapa lama dan umurnya atau sejenak dari masanya dengan amal shalih; seandainya ia meninggal dunia dalam keadaan sepert itu, ia masuk surga. Tetapi kemudian orang tersebut berubah lalu mengerjakan amal perbuatan buruk. Sesung­guhnya seorang hamba pasti beramal sejenak dari masanya dengan amal perbuatan buruk; seandainya ia mati dalam keadaan seperti itu, ia masuk neraka. Tetapi kemudian orang tersebut berubah lalu mengerjakan amal shalih.”35

Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits dan Aisyah ra dan Nabi saw yang bersabda,
“Sesungguhnya seseorang benar-bemar beramal dengan amal perbuatan penghuni surga, padahal di kitab ia tertulis sebagai penghuni neraka. Menjelang kematiannya, ia berubah lalu beramal dengan amal perbuatan penghuni neraka. Setelah itu, ia meninggal dunia dan masuk meraka. Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amal perbuatan penghuni neraka, padahal di kitab ia tertulis sebagai penghuni surga. Menjelang kematiannya, ia berubah kemudian beramal dengan amal perbuatan penghuni surga. Setelah itu, ia meninggal dunia dan masuk surga. “

Imam Ahmad, An-Nasai, dan At Tirmidzi meriwayatkan hadits dan Abdullah bin Amn ra. yang berkata,
“Rasulullah saw keluar menemul kami dengan memegang dua kitab kemudian bersabda, ‘Tahukah kalian tentang dua kitab ini?’ Kami menjawab, ‘Tidak wahai Rasulullah, kecuali kalau engkau menjelaskannya kepada kami. ‘Nabi saw bersabda tentang kitab di tangan kanan beliau, ‘Ini kitab dari Tuhan semesta alam. Di dalamnya terdapat nama-nama para penghuni surga, nenek moyang, dan kabilah-kebilah mereka, kemudian disebutkan secara umum tentang orang terakhir mereka. Kitab tersebut tidak menambah mereka dan tidak mengu­rangi mereka selama-lamanya. ‘Satelah itu, Nabi saw bersabda tentang kitab yang ada di tangan kiri beliau ini kitab dari Tuhan semesta alam. Di dalamnya terdapat nama-nama para penghuni neraka be­serta nama-nama nenek moyang dan kabilah-kabilah mereka, dan disebutkan tentang orang terakhir mereka. Kitab tersebut tidak memambah mereka dan tidak memgurangi mereka selama-lamanya. ‘Sahabat-sahabat Nabi saw berkata, ‘Kenapa mesti beramal, wahai Rasulullah, jika segala sesuatu telah diselesaikan?’ Nabi saw bersabda, ‘Beristiqamahlah kalian dan mendekatlah kepada kebenaran, karena penghuni surga ditutup dengan amal perbuatan penghuni sunga kendati ia mengerjakan amal perbuatan apa pun dan penghuni neraka ditutup dengan amal perbuatan penghuni neraka kendati ia mengerjakan amal per­buatan apa pun. ‘Setelah itu, Rasulullah saw men­julurkan kedua tangan beliau kemudian menarik keduanya dan bersabda, ‘Tuhan kalian telah menyelesaikan hamba-hamba-Nya; satu kelompok di surga dan satu kelompok di neraka

Hadits di atas diriwayatkan dari Nabi saw dan banyak jalur. Hadits tersebut juga diriwayatkan Ath-Thabrani dan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dan Nabi saw. Di dalamnya terdapat tambahan,
“Penghuni surga ditutup dengan amal perbuatan penghuni surga dan peng­huni neraka ditutup dengan amal perbuatan penghuni neraka kendati ia mengerjakan amal perbuatan
apapun. Bisa jadi, orang-orang yang bahagia dijalankan di jalan orang-orang yang celaka hingga dikatakan, ‘Alangkah miripnya orang-orang yang berbahagia tersebut

dengan orang-orang yang celaka. ‘Bahkan, orang-orang yang bahagia tersebut termasuk dari orang-­orang yang celaka. Mereka (orang-orang yang bahagia) ditentukan dengan kebahagiaan kemudian kebahagiaan tersebut menyelamatkan mereka. Bisa jadi orang-orang yang celaka dijalankan di jalan orang-orang yang bahagia hingga dikatakan, ‘Alangkah miripnya orang-orang celaka tersebut dengan orang-orang bahagia. ‘Bahkan, orang-orang celaka tersebut termasuk dari orang-orang bahagia. Mereka (orang-orang celaka) ditemukan kecelakaan. Barang siapa ditulis Allah sebagal orang bahagia di Ummul Kitab, Allah tidak mengeluarkannya dari dunia hingga ia membuatnya beramal dengan amal perbuatan yang membahagiakannya sebelum kematiannya kendati hanya dalam tempo waktu seperti memeras susu unta. Setelah itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Seluruh amal  perbuatan itu tergan­tung dengan akhirnya (diulang dua kali oleh beliau) ‘ “38

Al Bazzan di Musnad-nya juga meriwayatkan hadits semakna dengan hadits di atas dan Ibnu Umar ra.dan Nabi Sha//allahu Alaihi waSallam.

Di Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dan Sahl bin Sa’ad Radhiy’allahu Anhu yang berkata,

“Nabi saw bertemu kaum musyrikin (di medan perang). Di  antara sahabat- sahabat beliau terdapat seseorang yang tidak me­ninggalkan tentara yang sendirian melainkan ia membuntutinya kemudian membunuhnya dengan pedang. Para sahabat berkata, “Pada hari ini tidak ada seorang pun di antara kami yang tampil hebat seperti orang tersebut.” Rasulullah saw bersabda, “ía termasuk penghuni neraka. “Seseorang berkata, “Aku akan menemani orang tersebut . “sahabat tersebut pun mengikuti orang orang yang dimaksud Rasulullah saw  yang akhirnya terluka parah. Orang tersebut ingin cepat mati, karena itu, ia meletakkan pedangnya di atas tanah, sedang ujung pedang  berada di antara kedua buah dadanya, kemudian ia memukulkan pedangnya dan ia bunuh diri dengannya. Sahabat yang mmebuntuti orang tersebut  menemui Rasulullah saw dan ber­kata, “Aku bersaksi bahwa engkau utusan Allah. “Ia menceritakan kejadian tersebut kepada beliau. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya seseorang betul-betul mengamalkan amal perbuatan peng­huni surga seperti yang diperlihatkan kepada manusia, padahal ia termasuk penghuni neraka. Sesungguhnya seseorang pasti mengamalkan amal perbuatan penghuni neraka seperti yang diperlihatkan kepada manusia padahal ia termasuk penghuni surga. “Al Bukhari menambahkan di riwa­yatnya bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda
, “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu ditentukan dengan penutupannya.”4

      Sabda Rasulullah saw, “Seperti diperlihatkan kepada manusia, “adalah isyarat bahwa batin orang tersebut tidak seperti yang terlihat oleh manusia dan bahwa perbuatan terakhir yang buruk itu karena perbuatan jahat batin seseorang yang tidak terlihat oleh manusia bukan yang tampak oleh manusia. Itu karena perbuatan buruk dan lain sebagainya. Sifat yang tersembunyi menghendaki hasil akhir yang buruk baginya pada

saat kematian. Bisa jadi, seseorang mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka, padahal di batinnya terdapat sifat baik, kemudian sifat baik tersebut lebih kuat pada dirinya hingga ia meninggal dunia , kemudian sifat baik tersebut menghendaki hasil akhir yang baik (husnul khatimah) baginya.
Abdul Aziz bin Abu Rawwad berkata, “Aku pernah menghadiri seseorang menjelang kematiannya. Ia diadzani kalimat laa ilaaha Illallah (tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Terakhir kali yang diucapkan orang tersebut ialah, ‘Ia kafir dengan apa yang engkau katakan.’ Ia pun meninggal dunia dalam keadaan seperti itu. Aku bertanya tentang orang tersebut, ternyata ia pecandu minuman keras. Takutlah kalian kepada dosa, karena dosa itulah yang menjerumuskan orang tersebut .”
Kesimpulannya bahwa perbuatan terakhir adalah warisan pendahulunya. Itu semua telah ditulis di kitab terdahulu (Lauh Mahfudz). Dari sinilah, para generasi salaf amat takut dengan hasil akhir yang buruk (su’ulkhatimah). Di antara mereka ada yang kalut karena ingat hal-hal yang telah ditulis di kitab Lauh Mahfudz.
Ada yang mengatakan bahwa hati orang yang baik-baik itu terikat dengan hasil akhir perbuatan mereka. Mereka berkata, “Kita ditutup dengan apa?” Sedang hati orang-orang yang didekatkan kepada Allah terikat dengan hal-hal yang telah
ditulis di Lauh Mahfudz. Mereka berkata, “Apa yang telah ditulis untuk kami?”

Salah seorang sahabat menangis menjelang kematiannya. Ia ditanya, kenapa ia menangis? Ia menjawab, “Aku dengar Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala menggenggam makhluk-Nya dua genggaman kemudian berfirman, ‘Mereka disurga dan mereka dineraka ‘Aku tidak tahu di manakah aku di antara dua genggaman tersebut ?”4
Salah seorang generasi salaf berkata, ‘Tidak ada yang membuat mata menangis seperti kitab terdahulu (Lauh Mahfduz).”

Sufyan berkata kepada salah seorang shalih, “Apakah engkau dibuat me­nangis oleh pengetahuan Allah terhadapmu?” Orang tersebut berkata kepada Sufyan, “Engkau tidak membiarkanku bahagia selama-lamanya.” Sufyan sangat kalut karena ingat hal-hal yang telah ditulis di Lauh Mahfudz dan perbuatan terakhir. Ia pernah menangis sambil berkata, “Aku khawatir tertulis di Ummul Kitab (Lauh Mahfiidz) sebagai orang celaka.”42 Ia juga pernah menangis sambil berkata, “Aku takut sekali imanku dicabut menjelang kematian.”
Malik bin Dinar berdiri sepanjang malam sambil memegang jenggotnya dan berkata, “Tuhanku, Engkau telah mengetahui penghuni surga dan penghuni neraka. Di manakah tempat Malik (dirinya) di antara dua tempat tersebut ?”43
Hatim Al Asham berkata, “Barangsiapa hatinya tidak ingat empat bahaya, ia tertipu dan tidak aman dan kecelakaan. Pertama, ingat hari perjanjian ketika Allah berfirman, ‘Mereka di surga dan aku tidak peduli. Mereka di neraka dan aku tidak peduli.’ Ia tidak tahu di manakah tempat dirinya di antara dua tempat tersebut ? Kedua, ketika Allah menciptakan di tiga kegelapan kemudian malaikat diseru untuk menulis tentang kebahagiaan dan kecelakaan. Ia tidak tahu apakah ia termasuk orang-orang celaka ataukah orang-orang bahagia?


Ketiga, ingat kedahsyatan hari penampakan; ia tidak tahu apakah ia diberi khabar gembira dengan ridha Allah ataukah diberi khabar gembira dengan kemurkaan-Nya?

Keempat, ingat hari pada saat manusia keluar dari kubur dalam keadaan bercerai-berai; ia tidak tahu di manakah ia dijalankan di antara dua jalan?” Sahl At Tusturi berkata, “Murid takut diuji dengan maksiat, sedang orang arif takut diuji dengan kekafiran.” Dan sinilah, para sahabat dan generasi salaf sepeninggal mereka takut kalau kemunafikan terjadi pada diri mereka, mereka sangat cemas dan risau karenanya, karena memang orang Mukmin menakutkan kemunafikan kecil pada dirinya dan takut kemunafikan tersebut mendominasi dirinya pada saat akhir hayatnya, aki­batnya, kemunafikan kecil tersebut membawanya kepada kemunafikan besar, seba­gaimana telah disebutkan bahwa perbuatan buruk yang tersembunyi itu meng­hendaki hasil akhir yang buruk (su‘ul khatimah). Nabi ShallallahuAlaihi wa Sallam sendiri seringkali berkata dalam doanya,
“Wahai Dzat Yang membolak-balikkan seluruh hati kokohkan hatiku diatas agama-Mu.”

Ditanyakan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Wahai Nabi Allah, kami beriman kepadamu dan apa yang engkau bawa, apakah engkau juga meng­khawatirkan kami?” Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ya, sesung­guhnya semua hati berada di dua jari di antara jari-jari Allah Azza wa Jalla; Dia membolak-balikkannya seperti dikehendaki-Nya.” (Diriwayatkan Imam Ahmad dan At Tirmidzi dan Anas bin Malik RadhiyAllahu Anhu).
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha bahwa Nabi saw seringkali berkata dalam doa beliau, “Wahai Dzat Yang membolak-balikkan seluruh hati, kokohkan hatiku diatas agama­Mu.” Aku (Ummu Salamah) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah hati itu bolak­-balik?” Rasulullah saw bersabda, “Ya. Tidak ada seorang pun makhluk Allah Ta’ala dari anak keturunan Adam, melainkan hatinya berada di dua jari Allah. Jika Allah Azza wa Jalla  berkehendak, Dia meluruskan hati tersebut . Jika Dia berkehendak, Dia memiringkan hati tersebut . Oleh karena itu, kita meminta Allah agar tidak memiringkan hati kita setelah Dia memberi petunjuk kepada kita. Kita juga meminta Allah memberikan rahmat kepada kami dan sisi-Nya karena Dia Maha Pembeni.” Aku (Ummu Salamah) berkata, “Wahai Rasulullah, maukah engkau mengajarkan doa kepadaku agar aku bisa bendoa dengannya untuk diriku?” Nabi saw bersabda, “Ya mau. Katakan, ‘Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkan kemarahan hatiku, dan lindungi aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan selama hidupku’.”45 Hadits semakna banyak sekali. Muslim meriwayatkan hadits dan Abdullah bin Amr ra.

Yang mendengar Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya seluruh hati anak keturunan Adam berada di antara dua jari
Di antara jari-jari Ar-Rahman Azza wa Jalla seperti satu hati; Dia membolak-­balikkannya seperti yang dikehendaki-Nya. Setelah itu, Rasulullah saw bersabda, “Ya Allah Dzat yang memalingkan hati, palingkan hatiku kepada taat kepada-Mu.


Diriwayatkan Al Bukhani 3208, 3332, 6594, 7454, Muslim hadits nomer 2643, ImamAhmad 1/382, 430, Abu Daud 4708, At Tirmidzi 2137, Ibnu Majah hadits nomer 76, dan IbnuHibban hadits nomer 6174. Tentang takhrij hadits di atas secara lengkap, silahkan baca buku Ibnu Hibban.
2 Diriwayatkan Al Lalkai di Ushu/ul I’tiqad hadits nomer 1043.
3Atsar di atasjuga diriwayatkan Al Khathabi di Ma ‘alimus Sunan 4/324 dan Al Baihaqi
di Al Asma ‘wash Sh~fat hal. 387. Atsar di atasjuga disebutkan Ibnu Al Atsin di An-Nihayah 1/297.l Hafidz Ibnu Hajan berkata di Fathul Ban 11/480, “Kalimat, ‘Itulah yang dimaksud = Hadits Keempat  101
22 Diriwayatkan Al Lalkai di Ushulul I ‘tiqad hadits nomer 1236 dan sanadnya dhaif23Atsan di atas juga diriwayatkan Ibnu Jarir Ath-Thabari di Jamiul Bayan 8/119-120
Majmauz Zawaid 7/193, “Hadits tersebut diriwayatkan Al-Ba.zzar dan para perawinya adalah para perawi tepencaya.” Diriwayatkan Muslim hadits nomer 2653, Imam Ahmad 2/169. dan At Tirmidzi hadits nomer 2156.
27 Hadits shahih diriwayatkan Imam Ahmad 5/3 17, Abu Daud hadits nomer 4700, dan At Tirmidzi hadits nomer 2155.
1 1 6 —Panduan Ilmu dan Hikmah: Jami ‘ul-Ulum wAl Hikam
Diriwayatkan A1-Bukhari hadits nomer 1362 dan Muslim 2647. Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 334.    29 Diriwayatkan Al B ukhani hadits nomer 6596 dan Muslim hadits nomer 2649. Hadits
tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 333.
30Diriwayatkan Imam Ahmad 1/414 dan An-Nasai di Al Kubra seperti tenlihat di Tuhfaful Asyraaf7/29 dari jalur Fithr bin Khalifah dan Salamah bin Kuhail. Penting Anda baca buku FathulBari 11/486-487.Diriwayatkan Al Bukhari hadits nomer 6493 dan 6607.
32 Diriwayatkan Ibnu Hibban hadits nomer 340. Di sanadnya terdapat perawi Nu’aim
bin Hammad yang merupakan perawi dhaif.
Diriwayatkan Ibnu Hibban hadits nomer 339 dan 392. Takhrijnya secara Iengkap, silahkan baca buku tersebut
Diriwayatkan Muslim hadits nomer 2651. Hadits tersebut juga diriwayatkan Imam Ahmad 2/484-485 dan dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 6176. “ Diriwayatkan Imam Ahmad 3/120 dan sanadnya shahih.
118 —Panduan llmu dan Hikmah: Jami’ul-Ulum wal Hikam
36 Diriwayatkan Imam Ahmad 6/107-108. Hadits tersebut juga diriwayatkan Abu Ya’la
hadits nomer 4668. Hadits tersebut shahih.37Diriwayatkan Imam Ahmad 2/167, At Tirmidzi hadits nomer 2141, dan An-Nasai di Al Kubra seperti tenlihat di Tuhfatul Asyraaf 6/343. Di sanadnya terdapat Abu Qabil Huyai bin Hani’ yang dianggap sebagai perawi dhaif oleh Al Hafidz di Tajilul Manfa’ah hal. 277 karena ia meriwayatkan dan buku-buku lama. Kendati demikian. At Tirmidzi berkata, “Hadits di atas hasan shahih gharib.” Hadits di atas disebutkan Adz-Dzahabi di Mizanul I ‘tidal 2/684 dan berkata. “Hadits tersebut sangat munkar.”





([1])            روه الطبري 29/205 ، وفيه المسعودي ، وقد اختلط . وذكره السيوطي في الدر المنثور " 8/367 ، ونسبه لعبد بن حميد ، وابن المنذر ، وسعيد بن منصور ، وابن أب حاتم .
([2])            رواه البخاري (1362) ، ومسلم ( 2647) ، وصححه ابن حبان ( 334 ) .
([3])            رواه البخاري ( 6596) ، ومسلم (2649) ، وصححه ابن حبان (333) .
([4])            برقم (6493) و ( 6607) .
([5])            برقم (340) ، وفيه نعيم بن حماد ، وهو ضعيف .
([6])            رواه أحمد 3/120 ، وإسناده صحيح .
([7])            رواه أحمد 2/167 ، والترمذي ( 2141 ) ، والنسائي في " الكبرى " كما في " التحفة " 6/343 وفي سنده أبو قبيل حيي بن هانئ ضعفه الحافظ في " تعجيل المنفعة " ص277 ، لأنه كان يروي عن الكتب القديمة ومع ذلك فقد قال الترمذي : حسن صحيح غريب . وذكره الذهبي في " ميزان الاعتدال " 2/684 ، وقال : هو حديث منكر جداً ، ويقضي أن يكون زنة الكتابين عدة قناطير .
([8])            رواه البخاري (2898) و (4202) و (4207) و ( 6 493) و (6607) ، ومسلم (112).